dc.description.abstract | Polong kedelai (Glycine max (L.) Merril sebagai hasil samping produksi kedelai masih memiliki banyak manfaat. Tidak seperti ampas kedelai, limbah ini belum banyak dimanfaatkan. Selain nilai gizi, polong kedelai masih mengandung sejumlah pektin. Sejauh ini kebutuhan terhadap pektin di Indonesia terpenuhi dari hasil impor, padahal sumber pektin seperti pektin dari limbah konsumsi kedelai ini berpotensi menjadi alternatif sumber pektin. Sedikitnya literatur tentang pektin polong kedelai menjadikan perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu ekstraksi terhadap kualitas pektin yang dihasilkan polong kedelai edamame serta mencari kombinasi yang tepat untuk memperoleh hasil yang terbaik. Rancangan percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dua faktor dan dua taraf perlakuan, yaitu faktor suhu (80°C dan 95°C) dan waktu pemanasan (30 dan 60 menit). Pektin polong kedelai di ekstraksi dengan menggunakan asam klorida. Berdasarkan metode Bayes pektin terbaik yang dihasilkan adalah pektin hasil ekstraksi suhu 95°C selama 60 menit. Pektin yang dihasilkan dari kombinasi proses tersebut diketahui mengandung pektin sebesar 5.16%, 14.80% air, 8.02% abu, 1867.4 mg bobot ekivalen, 3.74% kadar metoksil, 30.41% kadar asam galakturonat, 68.99% derajat esterifikasi, dan viskositas tertentu sebesar 10.5 mpa.s. Sementara pektin komersial yang didapat dari CV. Nura Jaya menghasilkan 7.57% air, 18.66% abu, 49829.9 mg bobot ekivalen, 3.70% kadar metoksil, 21.37% kadar asam galakturonat, 98.30% derajat esterifikasi, dan viskositas tertentu sebesar 4133.3 mpa.s. Pektin hasil penelitian belum memiliki mutu yang lebih baik dari parameter kadar air, bobot ekivalen, derajat esterifikasi, dan viskositas tertentu. | id |