Cemaran Bacillus spp. pada Nasi Putih di Wilayah Darmaga, Bogor serta Pengaruh Pemanasan dengan Oven Microwave
Abstract
Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan terjadi tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. KLB keracunan pangan dapat dicegah dengan cara penanganan dan penyimpanan pangan yang tepat. Selain itu, juga dapat dilakukan dengan teknologi yang tepat. Salah satunya dengan penggunaan oven microwave. Oven microwave diketahui dapat menginaktivasi bakteri patogen. Bacillus cereus merupakan salah satu bakteri patogen yang dapat mengontaminasi pangan dan menyebabkan KLB keracunan pangan. Sel vegetatif B. cereus dapat tumbuh dan memproduksi enterotoksin. Sporanya memiliki sifat tahan panas dengan D85 33,8-106 menit (NZFSA, 2001) dan saat mengalami pendinginan lambat, spora ini dapat bergerminasi. Bacillus cereus perlu mendapat perhatian karena biasanya masyarakat tidak menyadari bahwa pangan yang dikonsumsinya telah terkontaminasi bakteri tersebut akibat praktek penyimpanan yang tidak tepat. Selain itu, gejala-gejala yang ditimbulkannya tidak terlalu serius sehingga jarang dianggap dan dilaporkan sebagai penyebab KLB keracunan pangan di berbagai negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek penyimpanan dan tingkat cemaran Bacillus spp. pada sampel nasi putih yang dijual di wilayah Darmaga, Bogor serta mengetahui pengaruh pemanasan dengan oven microwave terhadap sel vegetatif dan spora B. cereus. Berdasarkan survei yang telah dilaksanakan, penyimpanan nasi selama lebih dari 2 jam dan tidak melakukan pemanasan ulang merupakan praktek yang umum dilakukan oleh penjual makanan di wilayah Darmaga, Bogor. Sebanyak 67% responden masih menyimpan nasi lebih dari 2 jam dengan 30,0% responden menyimpan nasi selama lebih dari 2 jam pada keranjang (± 26-30°C) dan 36,7% responden menyimpan nasi pada termos nasi (± 50°C) selama lebih dari 2 jam. Praktek penyimpanan yang tidak tepat ini telah menimbulkan kontaminasi terhadap sampel nasi. Hasil analisis sampel nasi putih di wilayah Darmaga, Bogor menunjukkan hanya 1 dari 40 sampel (2,5%) yang tidak mengandung Bacillus spp. Sementara itu, nasi yang mengandung Bacillus spp., memiliki kandungan yang bervariasi mulai dari 1,0 log cfu/g hingga 4,9 log cfu/g, dengan 10 dari 40 sampel (25%) mengandung < 2,0 log cfu/g, 8 dari 40 sampel (20,0%) mengandung ≥ 3,0 log cfu/g tetapi < 4,0 log cfu/g, dan 2 dari 40 sampel (5,0%) mengandung ≥ 4,0 log cfu/g. Hasil ini menunjukkan 25% sampel memiliki status satisfactory, 20,0% sampel tergolong dalam status unsatisfactory, 5,0% sampel berada dalam status potentially hazardous, dan sisanya berada dalam status marginal (FSANZ, 2001). Sementara itu, analisis angka lempeng total (ALT) pada nasi bervariasi mulai dari 2,6 log cfu/g hingga 8,6 log cfu/g, dengan 33 dari 40 sampel (82,5%) mengandung lebih dari atau sama dengan 5,0 log cfu/g dan 3 dari 40 sampel (7,5%) mengandung kurang dari 4,0 log cfu/g. Hasil ini menunjukkan bahwa 82,5% sampel tergolong dalam status unsatisfactory dan hanya 7,5% yang berada dalam status satisfactory (FSANZ, 2001). Pemanasan selama 60 detik dengan menggunakan oven microwave mampu menginaktivasi sel vegetatif Bacillus spp. dari 5,0 log cfu/g hingga 0,1 log cfu/g. Namun, untuk total mikroba hanya menurunkan dari 5,0 log cfu/g hingga 1,3 log cfu/g, sedangkan pemanasan selama 4 menit dengan menggunakan oven microwave ternyata belum mampu menginaktivasi spora B. cereus ATCC 10876 secara sempurna.