Efektivitas Hidrogen Peroksida dan Asam Asetat untuk Inaktivasi Salmonella pada Selada Segar
Abstract
Sayur dan buah-buahan yang dikonsumsi tanpa pemasakan secara umum diketahui sebagai bahan pangan yang keamanan mikrobiologisnya lebih baik daripada bahan pangan lainnya seperti daging, susu, telur, unggas dan hasil laut. Tetapi beberapa tahun terakhir di Amerika, Jepang, dan negara-negara Eropa banyak terjacli keracunan yang disebabkan oleh konsumsi buah, sayur, dan jus tanpa pasteurisasi yang terkontaminasi virus, parasit, maupun bakteri patogen seperti Salmonella. Selada merupakan salah satu jenis sayuran yang disantap tanpa pemasakan. Jenis sayuran ini seringkali dikaitkan dengan berbagai penyakit akibat konsumsi makanan (Food borne diseases). Perlakuan mencuci sayur dengan air yang biasa dilakukan di rumah tangga maupun pencucian dengan larutan klorin tidak cukup efektif untuk mengeliminasi patogen. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kombinasi formulasi sanitaiser H202 dan asam asetat serta perlakuan suhu yang paling tepat untuk mereduksi Salmonella selada segar. Penelitian ini dilakukan dengan cara menginokulasikan koktail Salmonella dari 5 strain Salmonella resisten asam nalidixat yaitu Salmonella Typhimurium, Salmonella Enteritidis, Salmonella sp., Salmonella Heidelberg, dan Salmonella Lexington pada 500 g selada segar. Selada yang telah diinokulasi dengan 5 galur Salmonella resisten asam nalidixat kemudian diberi perlakuan sebagai berikut: pencucian dengan air minum dua kali, H20 2 1, 2, atau 3 % pada suhu ruang; H20 2 1, 2, atau 3 % pada suhu 40°C; H20 2 1, 2, atau 3 % dan Asam Asetat 3 % pada suhu ruang; H20 2 1, 2, atau 3 % dan Asam Asetat 3 % pada suhu 40°C masing-masing melalui perendaman selama 5 menit. Setelah perlakuan, Salmonella yang tertinggal pada selada dianalisis melalui pemupukkan pada media Nutrient Agar yang ditambahkan 50 flg/ml asam nalidixat. Selada tanpa perlakuan sanitaiser maupun pencucian air mengandung Salmonella sebesar 7.34 LOglO CFU/g. Populasi Salmonella turun menjacli 6.30 Log melalui pencucian dengan air minum sebanyak 2 kali. Penurunan populasi Salmonella sebesar 4.28 Log diperoleh pada selada yang direndam selama 5 menit pada H20 2 2 % dan asam asetat 3 % pada suhu 40°C sehingga formula ini diambil sebagai sanitaiser terbaik. Dengan perlakuan sanitaiser terbaik, warna dan tekstur selada segar tidak berubah. Perendaman dengan sanitaiser terbaik selama 1 dan 3 menit ternyata hanya mampu menurunkan populasi Salmonella berturut-turut 3.82 dan 3.44 Log. Efektifitas sanitaiser terbaik juga diuji lagi pada selacla segar dengan tingkat kontaminasi Salmonella yang lebih rendah yaitu 4.82 Log dan hasilnya menyatakan bahwa Salmonella dapat direduksi sampai jumlah yang tidak dapat terdeteksi. Efektifitas H20 2 2 % dan asam asetat 3 % pada suhu 40°C terhadap penurunan total mikroba selada segar juga dianalisis melalui pemupukkan pada media Plate COllnt Agar. Total mikroba awal yang berjumlah 6.42 Log dapat direduksi sampai jumlah yang tidak dapat terdeteksi sedangkan melalui pencucian dengan air minum, total mikroba hanya direduksi sebesar 0.26 Log. Residu hidrogen peroksida yang masih terdapat pada seIad a adalah 39 ppm. Nilai ini sudah berada di bawah batas maksimal kandungan hidrogen peroksida yang diijinkan oleh Environmental Protection Agency (EPA) pada buah-buahan, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan serealia sebesar 120 ppm. (Venkitanarayanan, dkk., 2002). Residu hidrogen peroksida dapat dengan sendirinya menurun dengan bertambahnya waktu. Dalam menentukan residu hidrogen peroksida pada selada yang telah mengalami perlakuan sanitaiser perlu dicari metode analisis yang lebih akurat. Penggunaan H20 2 2 % dan asam asetat 3 % pada suhu 40°C dapat diaplikasikan pada perusahaan jasa boga tetapi agak sulit untuk digunakan eli runah tangga. Pengemasan sanitaiser dianjurkan dalam wadah yang terpisah untuk menjaga aktifitas masing-masing sanitaiser. Disamping itu, pelabelan hams jelas agar keracunan akibat penggunaan sanitaiser yang tidak seharusnya dapat dihindari. Pemakaian berulang terhadap sanitaiser perlu dievaluasi yang mencakup efektifitasnya dan peluang rekontaminasi produk dengan sanitaiser.