Karakteristik Fisik, Kimia, dan Sensori Beras Analog Berbasis Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dengan Penambahan Tepung Tempe
Abstract
Beras merupakan salah satu makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia. Beras yang dimaksud disini adalah tanaman padi (Oryza sativa L.) yang telah mengalami
penyosohan yang diduga berasal dari kawasan Asia. Hampir seluruh masyarakat Indonesia
mempunyai persepsi yang sama terhadap makanan pokok, yaitu apabila tidak memakan nasi maka
belum disebut makan. Persepsi inilah yang menyebabkan ketergantungan akan beras sebagai bahan
pokok utama. Untuk mencari solusi ini, dicarikanlah beberapa pangan utama lainnya yang sering
disebut diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan untuk beras dapat berupaya dengan memberikan
penyuluhan tentang pangan pokok lain, seperti sagu, ubi, jagung, atau singkong. Selain itu, ada sebuah
teknologi baru yang dapat membuat beras dengan bahan baku lainnya selain padi (Oryza sativa L.),
hasil teknologi ini dinamakan beras analog / beras tiruan / beras artifisial. Beras analog yang dibuat
dengan teknologi ini bisa menggunakan beberapa metode, antara lain metode pembuliran, metode
penumbukan, ataupun metode ekstrusi.
Ubi jalar adalah salah satu bahan pokok yang memiliki nilai karbohidrat sangat tinggi. Ubi jalar
diduga berasal dari benua Amerika. Masyarakat Indonesia, terutama daerah timur menjadikan ubi jalar
sebagai pangan pokok mereka selain nasi (beras). Sebagai diversifikasi pangan pokok, ubi jalar
merupakan salah satu bahan baku yang sangat bagus untuk dimanfaatkan. Karena ubi jalar merupakan
tanaman yang dapat tumbuh sepanjang tahun dan dalam kedaan apapun karena ubijalar tidak
memelukan tanah yang subur. Persepsi masyarakat Indonesia yang terlalu menomor satukan nasi
sebagai pangan pokok membuat beras perlu dimodifikasi. Beras analog sebagai teknologi terkini dapat
menjadi solusi untuk memecahkan masalah ini.
Beras analog yang dibuat penelitian ini adalah beras yang menggunakan metode ekstrusi.
Metode ekstrusi adalah suatu proses di mana bahan pangan dipaksa mengalir di bawah pengaruh satu
atau lebih kondisi operasi seperti pencampuran (mixing), pemanasan dengan suhu tinggi dan
pemotongan (shear) melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil ektruksi yang
bergelembung kering (puff dry) dalam waktu singkat. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan
beras analog ini adalah tepung ubi jalar, pati ubi jalar, dan tepung tempe. Tepung ubi jalar didapatkan
dari pasaran dengan merk “Kahuripan”, sedangkan pati ubi jalar dan tepung tempe dibuat sendiri
karena belum ada di pasaran. Penambahan tepung tempe ke dalam formulasi beras analog ditujukan
sebagai penambah nilai gizi protein agar hasil kandungan protein dalam beras analog sama atau
melebihi beras yang berasal dari padi.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan formulasi terbaik dalam pembuatan beras analog
dengan rasio tepung ubi jalar : pati ubi jalar : tepung tempe yang paling sesuai berdasarkan analisis
fisik, kimia dan sensori, dan (2) mengetahui karakteristik fisik, kimia dan sensori formula terpilih
berdasarkan penerimaan konsumen. Perlakuan untuk pembuatan beras analog ini adalah perlakuan
rasio antara tepung ubi jalar, pati ubi jalar, dan tepung tempe. Rasio-rasio tersebut adalah 75:5:20,
65:15:20, 55:25:20, 45:35:20. Penetepan rasio 20 persen tepung tempe tetap di setiap formulasinya
bertujuan untuk mendapatkan kandungan protein yang sama atau melebihi kandungan protein beras
yang berasal dari padi.
Hasil penelitian menunjukkan tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan baku untuk
pembuatan beras analog dengan metode ekstrusi. Perbedaaan rasio tepung ubi jalar, pati ubi jalar, dan
tepung tempe menghasilkan kandungan gizi beras analog dengan kisaran kadar air 7,53–10,02% bb,
kadar abu 1,38–1,72 % bk, kadar lemak 0,85–1,68% bk, kadar protein 10,76–11,33% bk, kadar
karbohidrat 76,66–78,08% bk. Pengujian warna dengan menggunakan alat Chromameter CR 300
Minolta yang dilakukan mendapatkan beberapa hasil, yaitu nilai L (kecerahan) 33,43–40,00, nilai a
+6,70–7,35, nilai b +14,65–17,97, dan nilai WI (Whiteness Index) 31,44–37,01. Bobot seribu butir
yang dihasilkan berada dikisaran 12,17–14,35 gram per seribu butir. Densitas kamba yang dihasilkan
tetap sebesar 1,7 mL/gram. Hasil analisis serat pangan yang dihasilkan yaitu Insoluble Dietary Fiber
(IDF) 2,24-2,57%, Soluble Dietary Fiber (SDF) 1,31–2,16 %, dan Total Dietary Fiber (TDF) 3,55 –
4,73%. Hasil daya cerna pati berkisar antara 83,20-92,10%. ...