Pengaruh rasio reaktan dan kondisi reaksi maillard antara silosa dan sistein terhadap aroma yang dihasilkan
Abstract
Tujuan penelitian ini yaitu mempelajari pengaruh rasio silosa dan sistein, serta kondisi suhu dan pH terhadap aroma yang dihasilkan dalam rangka membuat flavor daging sapi panggang.
Pada penelitian pendahuluan dilakukan pembuatan ekstrak daging panggang, daging goreng, dan daging rebus yang digunakan sebagai aroma standar, juga dilakukan pembuatan flavor daging berdasarkan sistem model/paten yang dilakukan pada suhu 121°C, 30 menit. Sedangkan penelitian lanjutan bertujuan untuk melihat pengaruh suhu dan pH terhadap aroma sistem model silosa dan sistein serta analisis dengan kromatograf gas (GC).
Pada penelitian pendahuluan, sistem model silosa dan sistein pada rasio 1:1, 2:1, 3:1, 4:1, 5:1 terutama menghasilkan aroma daging, disamping bau telur rebus, bawang mentah, dan rempah. Sehingga sistem model ini dikembangkan lebih lanjut agar dihasilkan aroma daging sapi panggang dengan memvariasikan suhu dan pH medium reaksi. Suhu yang dipilih adalah 100°C, 121°C dan 140°C, sedangkan buffer fosfat 0,2 M yang divariasikan yaitu pH 4, pH 5, pH 5,6, pH 6, dan pH 7.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan pH sangat mempengaruhi aroma yang terbentuk. Semakin tinggi pH maka bau bawang mentah semakin berkurang atau hilang, dan bau daging panggang menjadi dominan (khususnya pada suhu tinggi), dan muncul bau gosong. Sedangkan pengaruh suhu pada berbagai pH mengakibatkan pembentukan aroma daging panggang semakin dominan dengan tingginya suhu.
Rasio reaktan terutama mempengaruhi intensitas bau yang terbentuk terutama aroma daging panggang dan bawang mentah. Pengaruh rasio reaktan pada berbagai kondisi reaksi menunjukkan bahwa semakin tinggi rasio silosa dibanding sistein maka aroma daging panggang semakin berkurang intensitasnya dan bau sulfur semakin berkurang atau hilang, sebaliknya bau bawang mentah semakin kuat intensitasnya.
Aroma daging panggang yang umumnya disukai adalah pada rasio silosa dan sistein 1:1. Oleh karena itu dili- hat perbedaan profil GC akibat pengaruh kondisi reaksi pada rasio tersebut.
Profil GC dari sistem model silosa dan sistein dengan rasio 1:1 pada berbagai kondisi reaksi memperlihatkan pola hampir sama, walaupun ada perbedaan jenis komponen yang terbentuk karena pengaruh kondisi reaksi, perbedaannya yaitu terutama pada suhu 140°C dimenit-menit awal kromato- gram terbentuk komponen yang lebih banyak.