Aktivitas antioksidan berbagai bumbu tradisional segar hasil olahan industri
View/ Open
Date
1997Author
Dina
Rahayu, Winiati Pudji
Nienaber, Ni Luh Puspitasari
Fardiaz, Srikandi
Metadata
Show full item recordAbstract
Ketengikan makanan yang menunjukkan kerusakan makanan merupakan akibat dari reaksi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan perubahan bau, rasa, warna, nilai gizi dan keamanan. Kesemuanya itu dapat menurunkan mutu makanan. Salah satu cara untuk mencegah kerusakan tersebut adalah dengan penggunaan antioksidan. Penggunanaan antioksidan alami dianggap lebih aman daripada antioksidan sintetik.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari aktivitas antioksidan pada bumbu yang merupakan campuran dari rempah-rempah dan aplikasinya dalam bahan pangan.
Bumbu yang diteliti adalah bumbu ayam goreng, gulai, kari, opor, rawon dan rendang yang berupa bumbu segar hasil olahan industri. Perlakuan awal yang diberikan adalah pengeringan beku pada bumbu agar bumbu sebagai bahan utama dapat lebih tahan lama.
Setiap bumbu diekstrak komponen non polarnya dengan aparat soxhlet (AOAC, 1984) dan dilanjutkan diekstrak komponen polarnya dengan metode Hammerschmidt dan Pratt (1978). Uji aktivitas antioksidan dilakukan pada ekstrak bumbu dengan metode tiosianat (Chen et al., 1996) dan uji aplikasinya pada daging dengan metode TBA (Shahidi et al., 1995 dan Rahardjo et al.. 1993).
Analisis awal yang dilakukan pada bumbu adalah penentuan kadar air dan kadar lemak. Hasil yang diperoleh berturut-turut kadar air dan kadar lemak untuk bumbu ayam goreng adalah 65,9 dan 13%, gulai 71,8 dan 11,5%, kari 66,6 dan 11,9%, opor 71,7 dan 15,2%, rawon 62,9 dan 29,8% serta rendang 76,5 dan 3,4%. Kadar air dan kadar lemak ini tergantung pada kadar air dan kadar lemak rempah-rempah penyusun bumbu.
Masing-masing bumbu sebagai ekstrak non polar dan polar mempunyai faktor protektif berturut-turut ayam goreng 2,13 dan 3,25, gulai 3 dan 2,13, kari 2,75 dan 3,75, opor 1,75 dan 1,5, rawon 1,88 dan 2,88 serta rendang 4,75 dan 2,5. Sebagai pembanding BHT mempunyai faktor protektif 8,75. Aktivitas antioksidan ini tergantung pada komposisi rempah-rempah dalam bumbu, senyawa aktif dalam rempah-rempah dan efek sinergisme dari masing-masing senyawa aktif tersebut pada konsentrasi yang digunakan. Aktivitas antioksidasi bumbu kari dan rendang pada daging tergantung pada konsentrasi yang digunakan. Bumbu rendang memberikan efek penghambatan kerusakan yang terbaik pada konsentrasi 1200 ppm, sedangkan bumbu kari pada konsentrasi 200 ppm. Efek penghambatan terbaik terjadi pada hari ke-3 peyimpanan, yaitu pada konsentrasi 200, 600 dan 1200 ppm berturut-turut sebesar 28, 40 dan 63% untuk bumbu rendang dan 38, 20 dan 28% untuk bumbu kari. Sedangkan efek penghambatan kerusakan terbaik yang diberikan oleh BHT dalam konsentrasi 200 ppm terjadi pada hari ke-14 yaitu 92%.
Jadi, baik ekstrak polar maupun non polar bumbu masakan mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Aktivitas tersebut masih terjadi saat diaplikasikan pada daging yang disertai pemasakan.