dc.description.abstract | Kebanyakan IRTP belum menerapkan Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB). Dari data hasil pemeriksaan sarana produksi pangan IRT pada tahun 2002, diketahui sejak tahun 1988 hingga tahun 1999 IRTP yang memperoleh Sertifikat Pengolahan (SP) sebanyak 27.245 IRT, dan ternyata masih banyak yang belum menerapkan (CPPB-IRT). Pada tahun 2002, hasil penilaian sarana menunjukkan 130 sarana dinilai Baik, 315 sarana dinilai Cukup, dan 438 sarana dinilai Kurang (Rahayu, 2003). Keadaan ini sangat mengkhawatirkan bagi keamanan masyarakat Indonesia. Mengingat kondisi tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menetapkan 3 (tiga) Surat Keputusan mengenai Pedoman bagi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP). Dalam melaksanakan ketiga pedoman tersebut, diperlukan pengawasan atau pemantauan yang berkelanjutan oleh Badan POM melalui suatu program Pemetaan IRTP. Kegiatan Pemetaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan CPPB-IRT.
Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting
untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan dan sangat berguna
bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala
besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak
dikonsumsi, dan aman bagi kesehatan. Audit Sarana Produksi Pangan IRT berdasarkan pedoman
CPPB-IRT dilakukan pada 13 parameter, yaitu Lingkungan Produksi, Bangunan dan Fasilitas
IRT, Peralatan Produksi, Suplai Air, Fasilitas dan Kegiatan Higiene dan Sanitasi, Pengendalian
Hama, Kesehatan dan Higiene Karyawan, Pengendalian Proses, Label Pangan, Penyimpanan,
Manajemen Pengawasan, Pencatatan dan Dokumentasi, dan Pelatihan Karyawan (Badan POM,
2003).
Dari hasil pemetaan yang dilakukan, maka akan terlihat Parameter-parameter mana yang kondisinya saat ini kurang diperhatikan oleh IRTP, dan memerlukan perhatian dan pengawasan dalam pelaksanaannya. Hasil Audit pada 319 IRTP di Propinsi Jawa Tengah, pada 286 IRTP di Propinsi Kalimantan Timur, pada 135 IRTP di Propinsi Kalimantan Tengah, pada 207 IRTP di Propinsi Kalimantan Barat dan pada 14 IRTP di Propinsi Sulawesi Utara pada tahun 2003-2004 menunjukkan bahwa banyak IRTP yang mendapat nilai "Cukup" atau "Kurang". Hal ini terlihat dari hasil rata-rata Audit Sarana Poduksi Pangan IRT yang kurang dari 2.50. Banyaknya kriteria pada IRT yang belum dapat menerapkan pedoman CPPB-IRT dengan baik (mendapat nilai rata-rata Audit Sarana Produksi Pangan rendah) dapat disebabkan karena kondisi tiap kriteria pada IRT yang ada memang tidak memungkinkan untuk diberi nilai "Baik" ataupun kurang ahlinya Inspektor dalam mengaudit. Berdasarkan keputusan dari analisis ragam, diketahui bahwa timbulnya kondisi tiap kriteria pada IRT yang tidak memenuhi syarat nilai "Baik" dipengaruhi oleh perbedaan propinsi dan tidak dipengaruhi oleh perbedaan produk yang dihasilkan IRT.
Untuk mengetahui penyebab dari timbulnya nilai rata-rata yang dianggap rawan (rendah) pada penerapan CPPB, dilakukan evaluasi terhadap kondisi yang ada pada tiap kriteria/parameter di IRT yang mendapat nilai rata-rata yang dianggap rawan (rendah). sedangkan Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT) perlu diperkenalkan untuk dapat meningkatkan penerapan CPPB-IRT karena sistem yang bersifat-sukarela ini dapat mendorong pelaku usaha menerapkan Keamanan Pangan dengan memberikan pengakuan atas penerapannya, yaitu melalui Sistem Piagam Bintang satu... | id |