dc.description.abstract | Keratin merupakan sumber protein potensial karena dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar, terutama dari hasil limbah pengolahan unggas. Pemanfaatan keratin terbatas karena daya cernanya yang sangat rendah, sehingga perlu dilakukan eksplorasi terhadap enzim yang mampu menghidrolisis keratin (keratinase).
Isolat bakteri termofilik penghasil protease dari daerah Tompaso dan Lahendong, Minahasa diuji kemampuannya menghidrolisis keratin. Dari beberapa isolat yang diuji, dihasilkan tiga isolat yang memiliki aktivitas keratinolitik yang cukup tinggi, yaiti isolat 1.2; 2.15, dan 4.3, semua berasal dari daerah Tompaso. Bulu itik utuh yang telah dibersihkan dan dikeringkan, digunakan sebagai sumber keratin untuk pemilahan.
Produksi enzim dari ketiga isolat tersebut dilakukan pada suhu 70 °C dan pH 7 selama waktu optimum produksi enzim yang telah ditentukan sebelumnya. Media yang digunakan adalah media yang digunakan oleh Friedrich dan Antranikian (1996) untuk menumbuhkan bakteri Fervidobacterium pennavorans penghasil enzim keratinase termostabil. Komposisi media terdiri atas garam-garam, ekstrak khamir, tripton, larutan mineral, dan vitamin. Enzim yang dihasilkan kemudian diendapkan dengan amonium sulfat, menggunakan konsentrasi pengendapan optimum, yang juga ditentukan dahulu untuk masing-masing isolat. Pengendapan dilanjutkan dengan pelarutan kembali dalam buffer fosfat volume minimal dan dilakukan proses
desalting dengan cara dialisis menggunakan tabung dialisis dengan kemampuan menahan molekul ber-BM 12.000 Da atau lebih. Hasil dialisat enzim diuji aktivitasnya terhadap keratin azure. Pengujian dilakukan pada suhu 70 °C dan pH 7 selama 4 -5 hari, dan diperoleh hasil bahwa enzim dari ketiga isolat tersebut memiliki aktivitas terhadap keratin azure.
Karakterisasi enzim dilanjutkan dengan menguji pH dan suhu optimum aktivitas enzim terhadap keratin azure sebagai substrat. Enzim dari isolat 1.2 memiliki pH optimum 9, enzim dari isolat 2.15 memiliki pH optimum 6, dan enzim dari isolat 4.3 memiliki pH optimum 7. Ketiga enzim memiliki suhu optimum pada 70 °C, sesuai dengan suhu pertumbuhan isolat bakteri penghasilnya. Aktivitas enzim tertinggi dimiliki oleh enzim dari isolat 2.15. Karakterisasi enzim dari isolat ini dilanjutkan
dengan menguji ketahanan panas enzim pada suhu 80 °C, dengan substrat kasein.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa aktivitas kaseinolitik enzim menurun
cukup besar setelah dipanaskan selama satu jam, walaupun demikian, aktivitas enzim
setelah dipanaskan selama sepuluh jam tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan
aktivitas enzim setelah pemanasan satu jam.
Penentuan berat molekul enzim dilakukan dengan metode SDS-PAGE dan zimogram. Terdapat dua fraksi protein yang diperoleh dari SDS-PAGE, masing- masing memiliki berat molekul 57.553 Da dan 9.747 Da, sedangkan dari zimogram diperoleh dua fraksi enzim dengan berat molekul 57.553 Da dan 14.074 Da. ..dst | id |