Show simple item record

dc.contributor.authorNugrahani, Martantri Dwi
dc.date.accessioned2010-05-05T11:28:41Z
dc.date.available2010-05-05T11:28:41Z
dc.date.issued2005
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12614
dc.description.abstractPenggunaan bahan tambahan ilegal seperti formalin dan boraks dalam pembuatan mie basah banyak terjadi, khususnya di daerah Jabotabek. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan umur simpan mie basah. Survei terhadap 12 industri mie basah mentah dan 5 industri mie basah matang yang tersebar di daerah Jakarta (5 industri), Bogor (3 industri), Tangerang (3 industri), dan Bekasi (6 industri) yang dilakukan oleh Indrawan (2005) memperlihatkan bahwa seluruh industri tersebut menggunakan bahan tambahan ilegal (formalin atau boraks). Perinciannya adalah 13 industri (76.47%) menggunakan formalin dan 16 industri (94.12%) menggunakan boraks. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 industri (70.59%) menggunakan formalin sekaligus boraks, 4 industri (23.53%) menggunakan boraks saja, dan hanya 1 industri (5.88%) yang menggunakan formalin saja (Indrawan, 2005). Kandungan formalin rata-rata dalam mie basah di pasar tradisional Jabotabek adalah 106.00 mg/kg (mie basah mentah) dan 2 914.36 mg/kg (mie basah matang). Mie yang dijual oleh pedagang produk olahan mie daerah Jabotabek rata-rata mengandung formalin 72.93 mg/kg (mie basah mentah) dan 3 423.51 mg/kg (mie basah matang). Sementara itu, mie yang dijual di supermarket Jabotabek mengandung formalin 113.45 mg/kg (mie basah mentah) dan 2 941.82 mg/kg (mie basah matang) (Gracecia, 2005; Priyatna, 2005). Formaldehid dan boraks yang ditambahkan ke dalam bahan pangan merupakan salah satu bahaya terhadap keamanan pangan. Formalin adalah nama umum yang dipakai untuk larutan 37% gas formaldehid dalam air. Senyawa ini mudah terbakar, berbau tajam, tidak berwarna, mudah dipolimerisasi pada suhu ruang, dan berfungsi sebagai desinfektan atau pengawet (Hart, 1983). Sodium tetraborat dekahidrat dikenal juga dengan nama boraks, yang mempunyai rumus kimia Na2B4O7.10H2O dengan berat molekul 381.44. Boraks biasanya digunakan untuk deterjen, perekat, kosmetik, obat-obatan, desinfektan, insektisida, serta sebagai pelarut gum, dekstrin, dan kasein. Penelitian terhadap mie basah mentah yang dilakukan oleh Oktaviani (2005) menunjukkan bahwa formaldehid akan menurunkan kelarutan protein. Boraks juga dapat menurunkan kelarutan protein dalam jumlah yang lebih rendah daripada formaldehid. Kombinasi kedua aditif tersebut semakin menurunkan kelarutan protein. Selain itu, daya cerna protein in vitro menurun secara signifikan pada mie mentah yang ditambah formaldehid. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik dan kualitas protein pada mie basah matang yang mengandung formaldehid dan boraks berdasarkan parameter fisik dan kimia, kadar formaldehid dan boraks dalam produk akhir, perubahan sifat kelarutan protein dalam larutan garam, asam, dan basa, perubahan daya cerna protein in vitro, serta pola elektroforesis SDS-PAGE dan native- PAGE. Sampel yang diteliti berupa mie basah matang yang dibuat dengan penambahan formaldehid, boraks, kombinasi keduanya, dan tanpa penambahan kedua bahan tersebut. 55 Mie basah matang relatif lebih tahan terhadap reaksi pencoklatan enzimatis dibandingkan mie basah mentah. Hal ini disebabkan enzim polifenol oksidase (PPO) telah diinaktifkan selama perebusan. Penambahan formaldehid menyebabkan warna kuning mie semakin pudar, namun tingkat kecerahannya semakin tinggi. Dua sampel yang memiliki konsentrasi formaldehid tertinggi (penambahan sebanyak 3680 mg/kg air perebus) mempunyai warna yang berbeda nyata dengan keempatbelas sampel lainnya (p<0.05). Pigmen karotenoid dari minyak nabati tidak cukup meningkatkan warna kuning kedua sampel tersebut. Sementara itu, karakteristik fisik berupa gaya putus dan elongasi, serta karakteristik kimia berupa Aw, kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar karbohidrat seluruh sampel tidak berbeda nyata (p>0.05). Jumlah absolut formaldehid yang terukur dalam produk akhir selalu lebih kecil dibandingkan jumlah absolut formaldehid di dalam air perebus. Keduanya berbanding lurus secara linier dengan R2 lebih besar dari 0.9 dan koefisien X jauh lebih kecil dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa mie memiliki keterbatasan dalam menyerap formaldehid, dan semakin tinggi kadar formaldehid dalam air perebus, kemampuan mie menyerap formaldehid justru semakin menurun. Obat mie pasar diketahui mengandung boraks sebanyak 38.64 mg/g, sehingga mie yang dibuat dengan menggunakan obat mie akan selalu mengandung boraks dalam jumlah lebih besar dibandingkan mie yang dibuat dengan menggunakan kansui. Daya cerna mie basah matang justru meningkat dengan semakin tingginya kandungan formaldehid. Penurunan daya cerna baru terjadi apabila formaldehid dikombinasikan dengan boraks. Pengaruh boraks dalam menurunkan solubilitas protein lebih besar pada mie yang menggunakan obat mie dibandingkan pada mie yang menggunakan kansui. Sebaliknya, pengaruh penambahan formaldehid justru lebih besar pada mie yang menggunakan kansui dibandingkan mie yang menggunakan obat mie. Kombinasi formaldehid dan boraks sekaligus umumnya menghasilkan solubilitas protein yang lebih rendah dibandingkan sampel yang hanya mengalami penambahan salah satu aditif. Sampel dengan kadar boraks rendah, mempunyai solubilitas maksimum pada pH basa, sedangkan sampel dengan kadar boraks tinggi mempunyai solubilitas maksimum pada pH asam. Pada mie yang ditambah formaldehid, solubilitas maksimum umumnya tercapai di pH basa. Solubilitas sampel yang mengalami penambahan formaldehid sekaligus boraks umumnya menurun dengan meningkatnya konsentrasi garam. Elektroforegram SDS-PAGE menunjukkan bahwa sampel tanpa penambahan aditif dan sampel yang ditambah boraks diperkirakan mengandung subunit protein ω-5-gliadin, ω-1,2-gliadin, α-gliadin, γ-gliadin, dan LMW subunit glutenin. Sementara itu, sampel dengan penambahan formaldehid dan kombinasi formaldehid-boraks diduga mengandung ω-1,2-gliadin, α-gliadin, γ-gliadin, dan LMW subunit glutenin. BM protein di dalam native-PAGE jauh lebih besar daripada BM protein di dalam SDS-PAGE. Protein di dalam native-PAGE juga tidak terpisah menjadi beberapa subunit. Untuk sampel tanpa penambahan formaldehid dan boraks, BM subunit proteinnya dapat diduga sebagai HMW subunit glutenin. BM protein sampel lainnya, baik yang hanya mengalami penambahan formaldehid atau boraks saja, maupun keduanya, mempunyai nilai yang jauh lebih besar daripada BM sampel yang dihasilkan dalam SDS-PAGE.id
dc.publisherBogor Agricultural University
dc.titlePerubahan Karakteristik dan Kualitas Protein Pada Mie Basah Matang yang Mengandung Formaldehid dan Boraksid
dc.typeThesisid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record