Show simple item record

dc.contributor.advisorAstawan, Made
dc.contributor.authorEkawananto, Dimas Wahyu
dc.date.accessioned2023-05-08T06:35:28Z
dc.date.available2023-05-08T06:35:28Z
dc.date.issued2023-05
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/117326
dc.descriptionPublikasi skripsi ini di repositori IPB harap dibatasi hanya sampai abstrak dikarenakan temuan studi ini akan digunakan dalam pengembangan paten. Surat kepala departemen pada pembatasan publikasi sudah diserahkan ke Layanan Penyerahan Tugas Akhir LSIid
dc.description.abstractTempe adalah produk pangan hasil fermentasi kedelai khas Indonesia. Tempe kini menjadi salah satu sumber protein utama di Indonesia, sehingga banyak produsen tempe bermunculan untuk memenuhi permintaan tempe di Indonesia. Persepsi seseorang terhadap suatu subjek dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola konsumsi tempe konsumen rumah tangga di Indonesia, menganalisis pemahaman dan persepsi konsumen terkait tempe yang beredar di Indonesia, menganalisis persepsi konsumen tentang kedelai sebagai bahan baku pembuatan tempe, mengukur pengetahuan konsumen mengenai tempe yang berkualitas baik, menganalisis pengaruh sertifikasi pada keputusan pembelian tempe oleh konsumen, dan menentukan atribut sensori yang dianggap ideal oleh konsumen dan paling berpengaruh pada tempe segar dan goreng. Metode pengujian sensori yang digunakan adalah uji rating hedonik dan CATA. Uji Friedman dan uji lanjut LSD rank digunakan untuk memeringkatkan sampel tempe. Survei yang dilakukan pada 292 responden rumah tangga didominasi oleh ibu-ibu yang berasal dari Provinsi Jawa Barat, khususnya Kota dan Kabupaten Bogor. Pengisi kuesioner umumnya berusia 25 – 55 tahun dengan pekerjaan terbanyak adalah Pegawai Negeri Sipil /Aparatur Sipil Negara. Pendidikan terakhir responden umumnya adalah Sarjana dan Pascasarjana. Uji ranking pada kelima sampel tempe menunjukkan “TempeKita” lebih unggul pada kategori “penampakan tempe utuh”, “desain kemasan”, dan “kelengkapan informasi pada label kemasan”. Responden umumnya membeli tempe di pasar tradisional, warung, dan pedagang sayur keliling dengan alasan lokasi yang dekat dari tempat tinggal. Responden umumnya membeli tempe untuk disimpan 2 – 3 hari atau dihabiskan di hari yang sama. Responden akan tetap membeli tempe meskipun ada kenaikan harga. Toleransi kenaikan harga tempe adalah 10%. Visual tempe yang baik menurut responden yaitu berwarna putih miselianya, berwarna kekuningan kedelainya, terlihat padat dan merata, dan tidak ada bintik hitam. Kelemahan tempe dibandingkan sumber protein hewani adalah umur simpan yang relatif singkat, berbau langu, dan tidak sedap. Responden umumnya menyukai daun pisang sebagai kemasan tempe karena dapat memberikan aroma khas kepada tempe dan ramah lingkungan. Lebih dari setengah jumlah responden berpendapat bahwa tempe segar perlu mendapatkan sertifikasi halal, izin edar BPOM, dan SNI. Hasil uji rating hedonik pada tempe segar menunjukkan tidak ada perbedaan antara Tempe “Azaki” dan “TempeKita”, tetapi lebih unggul dibandingkan tempe tanpa merek. Tempe segar yang ideal menurut pandangan panelis yaitu memiliki atribut-atribut dominan pada warna white, tekstur soft/tender dan springy serta aroma nutty.id
dc.description.sponsorshipMatching Fund-Kedaireka 2022id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePersepsi Konsumen Rumah Tangga Terhadap Tempe di Indonesiaid
dc.title.alternativeHousehold Consumer Perceptions of Tempeh in Indonesiaid
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordpersepsi konsumenid
dc.subject.keywordpola konsumsiid
dc.subject.keywordsurvei daringid
dc.subject.keywordrumah tanggaid
dc.subject.keywordtempeid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record