Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous Jawa Barat
Abstract
Indonesia memiliki tanaman lokal yang sangat berlimpah. Tanaman lokal di Indonesia banyak yang belum terjamah dan termanfaatkan untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan yang kaya akan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis sayuran lokal tersebutlah yang dikenal dengan nama sayuran indigenous. Salah satu daerah di Indonesia yang merupakan penghasil sayuran indigenous yang cukup berperan adalah daerah Jawa Barat. Komponen fenolik dalam bahan pangan memiliki peran yang sangat baik salah satunya adalah sebagai antioksidan. Sayur-sayuran banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Oleh karena itu, pemanfaatan sayuran indigenous sebagai sumber flavonoid akan dapat meningkatkan nilai tambah tanaman-tanaman tersebut. Sejarah membuktikan bahwa leluhur kita sudah banyak memanfaatkan sayuran indigenous karena sudah mengenal rasa dan manfaatnya berdasarkan pengetahuan secara turun temurun. Perkembangan budaya dan teknologi menyebabkan perkembangan sayuran indegenous menjadi terdesak, maka potensi sayuran ini harus digali dan dikaji kembali untuk mendapatkan manfaat yang lebih baik dalam meningkatkan nutrisi bagi yang mengkonsumsinya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengetahui kandungan komponen-komponen flavonoid yang berupa flavonol dan flavone pada beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat. Pada penelitian ini jenis sayuran yang akan digunakan adalah sayuran-sayuran lokal yang banyak dan sering dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Barat. Sayuran tersebut adalah daun kelor (Moringa pterygosperma Gaertn.), takokak (Solanum torvum.Swartz) antanan beurit (Hydrocotyle sibthorpioides Lmk), bunga pepaya (Carica papaya.L), daun jambu mete (Anacardium occidentale. L), pucuk mengkudu (Morinda citrifolia.L), daun labu siam (Sechium edule (Jacq.) Swartz.), daun kacang panjang/lembayung (Vigna unguiculata (L.) Walp), daun pakis (Arcypteris irregularis (C.Presl) Ching), kucai (Allium schoenoprasum L.), daun mangkokan putih (Nothopanax scutellarium (Burm.f.) Fosb.), bunga turi (Sesbania grandiflora (L.) Pers.), dan terubuk (Saccharum edule.Hassk). Pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran dilakukan dengan menggunakan campuran pelarut air dan methanol. Selain itu, dilakukan pula pembuatan kurva standar flavonoid yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan komponen tersebut pada sampel. Standar yang digunakan adalah quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin, dan luteolin. Analisis yang dilakukan yaitu analisis kadar air, analisis total fenol, dan deteksi flavonoid dengan menggunakan HPLC column C-18; Develosil ODS-UG-3. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data kadar air sayuran indigenous berkisar antara 75%-90%. Total fenol (per 100gram berat kering) terbesar terdapat pada pucuk mete (2809.5 mg) dan terkecil pada terubuk (204.4). Sayuran indigenous memberikan komposisi senyawa flavonol dan flavone yang bervariasi. Namun, semua sampel mengandung senyawa quarcetin. Kandungan quarcetin terbanyak ada pada pucuk mete (573.07 mg) dan yang paling sedikit mengandung quarcetin adalah terubuk yaitu 3.77 mg. Senyawa myricetin hanya ditemukan pada sayuran kucai (16.23 mg), takokak (21.29 mg), daun labu siam (69.39 mg), pucuk mete (37.85 mg), dan antanan beurit (10.46 mg). Senyawa luteolin hanya ditemukan pada sayuran daun kelor dan jumlahnya pun sangat sedikit, sedangkan apigenin hanya ditemukan pada daun kacang panjang (114.81mg), daun mangkokan putih (45.47 mg), dan bunga papaya (101.11 mg). senyawa kaempferol ditemukan hampir di semua sampel sayuran kecuali takokak dan terubuk. Kaempferol terbesar ditemukan pada bunga turi (189.05 mg) dan terendah pada daun pakis (18.63 mg). Total flavonol dan flavone terbesar terdapat pada pucuk daun mete (656.20 mg) dan total fenol tertinggi juga pada pucuk daun mete (2809.53 mg). Nilai-nilai tersebut dihitung berdasarkan 100 gram berat kering.