dc.description.abstract | Krisis ekonomi Indonesia tahun 1997 telah melumpuhkan fungsi penting perbankan sebagai lembaga intermediasi dana. Salah satu bank terbesar di Indonesia yang terkena dampak dari krisis yaitu PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (Bank BRI). Bank BRI berupaya untuk keluar dari krisis dengan mengikuti program restrukturisasi yang dilakukan pemerintah. Untuk melakukan restrukturisasi, Bank BRI membutuhkan dana berupa obligasi rekap sebesar Rp 31,6 triliun. Akan tetapi, Bank BRI hanya mendapat Rp 29,1 triliun. Selain program restrukturisasi, pemerintah juga menerbitkan cetak biru perbankan Indonesia yang dikenal dengan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Salah satu aspek penting dalam API yaitu klasifikasi perbankan berdasarkan tingkat permodalan. Bank BRI sendiri pada akhir tahun 2002 mempunyai modal sebesar Rp 8,45 triliun. Dalam rangka restrukturisasi dan memenuhi ketentuan peningkatan permodalan API untuk menjadi bank nasional yang mengharuskan Bank BRI mempunyai modal sebesar Rp 10 triliun atau lebih, Bank BRI berhasil melakukan privatisasi melalui Initial Public Offering (IPO) dan menjadi perusahaan go public pada tanggal 10 November 2003. Selain itu, privatisasi juga dapat menjadi salah satu alternatif yang layak bagi pengembalian dana rekap. Kini Bank BRI telah menjadi perusahaan publik. Peningkatan kinerja keuangan juga harus terus menerus dilakukan oleh Bank BRI baik itu kinerja operasional, kinerja ekonomis maupun kinerja pasar untuk menarik minat para investor berinvestasi pada perusahaan. Manajer harus dapat membuktikan bahwa modal yang diberikan oleh investor akan lebih menguntungkan dan produktif apabila ditanamkan pada perusahaan tersebut. | en |