Penyelenggaraan Makanan Dan Tingkat Konsumsi Energi Dan Zat Gizi Santri Dan Santriat Di Pesantren Darut-Tafsir Bogor
View/ Open
Date
1995Author
Suratnih, Ratnih
Wirakusumah, Emma
Yuliati, Lilik Noor
Metadata
Show full item recordAbstract
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang penyeleng-garaan makanan dan tingkat konsumsi energi dan zat gizi santri dan santriat di Pesantren Darut Tafsir Bogor.
Penelitian dilaksanakan di Pesantren Darut-Tafsir Bogor, pada bulan Septem-ber sampai dengan Oktober 1994. Contoh yang diteliti adalah santri dan santriat di Pesantren Darut-Tafsir yang sudah tinggal di pesantren minimal satu tahun dan berusia antara 12 sampai 19 tahun. Contoh dibedakan menurut jenis kelamin, masing-masing kelompok diambil contoh 30 orang sehingga total contoh yang diteliti berjumlah 60 orang. Pemilihan contoh dilakukan secara acak sederhana dengan menggunakan kerangka sampling (Singgarimbun dan Effendi, 1989).
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner, pengamatan, pengukuran dan penimbangan langsung yang meliputi data kegiatan penyelengga-raan makanan, keadaan umum penyelenggaraan makanan; santri dan santriat (termasuk di dalamnya pengetahuan gizi), jumlah makanan yang disediakan pesan-tren dan konsumsi makanan santri dan santriat dari dalam dan luar pesantren. Data sekunder yang dikumpulkan adalah keadaan umum pesantren.
Data Data penyelenggaraan makanan dianalisis secara deskriptif. Pengetahuan gizi dihitung dengan menggunakan skor kemudian dikelompokkan menjadi tiga kriteria yaitu tinggi (>x+1 sd), sedang (X + 1 sd), dan rendah (<1 sd). Penilaian status gizi menggunakan Baku-NCHS dengan kriteria baik (>80%), sedang (70%-79.9%), kurang (60%-69.9%) dan buruk (<60%) (Djumadias, 1990). jumlah makanan yang disediakan dan konsumsi makanan santri dan santriat dikon-versikan ke dalam energi, protein, Fe, vitamin A dan vitamin C dengan mengguna-kan Daftar Komposisi Bahan Makanan (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 1981) dan Daftar Faktor Konversi Bahan Makanan (Mahmud, Krisdinamurtirin dan Tarwotjo, 1974). Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat ketersediaan, sumbangan konsumsi dari dalam pesantren dan dari luar pesantren, tingkat konsumsi, status gizi dan pengetahuan gizi santri dan santriat digunakan uji beda diantara rata-rata dua kelompok (Nugraha, 1985).
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa kegiatan penyelenggaraan makanan di pesantren Darut-Tafsir dimulai pada tahun 1976. Jumlah porsi makanan yang dise-diakan pesantren setiap kali makan sebayak 600 porsi. Jumlah tenaga penyelengara makanan yang bertugas setiap harinya berjumlah 5 orang dan sebagian besar (83.3%) memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang. Biaya yang digunakan untuk penyelenggaraan makanan sebesar Rp 489. 1 per orang per dua kali makan.
Pada institusi ini tidak dilakukan perencanaan menu secara khusus, manajer penyelenggara makanan hanya menyebutkan dalam setiap pekan ada telur dan ayam untuk selanjutnya tergantung bagian pembelanjaan dan bagian pengolahan. Siklus menu yang berlaku hanya satu minggu. Pembelanjaan dibagi menjadi tiga bagian yaitu pembelanjaan bahan makanan di pasar yang dilakukan tiga hari sekali dengan metode pembelian tunai, pembelian beras dari tempat penyosohan dipesan lima hari sekali dan pembelian gas dilakukan tiga hari sekali dengan metode pemesanan tetap. Bahan makanan yang datang dari pasar langsung diolah atau disimpan tanpa penge-cekan terlebih dahulu, baik kuantitas maupun kualitasnya. Sedangkan beras dan gas hanya dilihat jumlah karung dan tabungnya oleh salah seorang tenaga pelaksana penyelenggara makanan yang sedang bertugas pada hari itu. Penyimpanan dilakukan terhadap bahan makanan kering dan basah/segar. Bahan makanan segar yang disim-pan hanya sayuran, yang disimpan dalam karung, diletakkan berjejer di atas lantai dan bersatu dengan bahan makanan lainnya. Pengolahan bahan makanan dilakukan secara terus menerus dari pukul 06.00-16.00, namun secara umum dapat dibagi menjadi dua kali yaitu untuk makan siang dan makan sore. Dalam persiapan bahan makanan belum memperhatikan cara pengolahan yang benar, sedangkan dalam pemasakan sudah memperhatikan cara pemasakan yang benar. Penggunaan resep standar dalam pengolahan bahan makanan belum dilakukan. Distribusi makanan terhadap santri dilakukan dengan cara sentralisasi, sedangkan pemberian makanan pada santriat dengan cara desentralisasi. Bentuk pelayanan yang dilakukan terhadap santri dengan cara dicatu, sedangkan santriat dengan cara memisahkan antara nasi; sayur dan lauk-pauk.
Pengetahuan gizi santriat lebih baik daripada santri (P<0.01) demikian juga keadaan sosial ekonominya (total pemasukkan per bulan santriat Rp 77.833,00 dan santri Rp 72.160,00). Status gizi santri sama dengan santriat dan pada kedua kelom-pok terdapat masalah KKP sebesar 33.3% pada santri dan 13.4% pada santriat.
Angka rata-rata kecukupan energi santri dan santriat berturut-turut 2327 Kal dan 2021 Kal, protein 55.4 g dan 54.0 g, Fe 20 mg dan 22 mg, vitamin A 600 RE dan 500 RE, vitamin C sama yaitu 60 mg.
Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi tidak berbeda nyata kecuali Fe dan vitamin C (berbeda nyata P<0.01). Secara keseluruhan tingkat ketersediaan masih rendah (<60%, kecuali vitamin A pada santriat). Tingkat ketersediaan energi santri dan santriat berturut-turut 52.3% dan 51.7%, protein 42.2% dan 40.2%, Fe 43.5% dan 35.5%, vitamin A 55.3% dan 60.6%, vitamin C santri 32.3% dan 28.2%
Sumbangan konsumsi energi dan zat gizi dari dalam pesantren pada kelom-pok santri lebih besar daripada santriat kecuali vitamin A(tidak berbeda nyata). Secara keseluruhan sumbangan konsumsi dari dalam pesantren masih rendah (<50%). Sumbangan konsumsi energi pada kelompok santri dan santriat berturut-turut 40.3% dan 30.6%, protein 32.5% dan 24.1%, Fe 33.0 dan 22.7%, vitamin A 46.3% dan 37.4%, vitamin C 23.3% dan 11.5%.
Sumbangan konsumsi energi dari luar pesantren pada kelompok santriat lebih besar daripada santri (berbeda nyata, P<0.01), sedangkan yang lainnya tidak menunjukkan perbedaan. Sumbangan konsumsi dari luar pesantren sudah baik (>30%), kecuali vitamin C. Sumbangan konsumsi energi pada kelompok santri dan santriat berturut-turut 42.0% dan 52.6%, protein 37.6% dan 44.4%, Fe 41.5% dan 39.1%, vitamin A 30.7% dan 30.2% vitamin C 15.3% dan 18.3%.
Secara keseluruhan tingkat konsumsi santri dan santriat masih dibawah kecukupan yang dianjurkan (<100%). Untuk energi baru berada pada taraf cukup yaitu di atas 80% (Hadiyanto, Jus'at dan Purnomo, 1987). Dan jika dilihat penye-barannya masih banyak santri dan santriat dengan tingkat konsumsi zat gizi di bawah 80%, terutama vitamin C. Tingkat konsumsi energi pada kelompok santri dan san-triat berturut-turut 82.3% dan 83.2%, protein 70.1% dan 68.5%, Fe 74.5% dan 61.8%, vitamin A 77.0% dan 67.6%, vitamin C 38.9% dan 29.8% Tingkat kon-sumsi energi dan keempat macam zat gizi yang diteliti antara kelompok santri dan santriat tidak menunjukkan perbedaan, kecuali Fe.
