Efisiensi pemanfaatan kuning telur embrio dan larva ikan maanvis (pterophyllum scalare) pada suhu yang berbeda
View/ Open
Date
2003Author
Cahyaningrum, Wuri
Budiardi, Tatag
Effendi, Irzal
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan maanvis (Pterophyllum scalare) merupakan salah satu ikan hias yang digemari oleh masyarakat. Kematian larva ikan maanvis terjadi pada umur antara 6- 15 hari dan terbanyak pada umur 10 hari. Larva mulai mengambil makanan dari luar ketika berumur 4 hari, sedangkan kuning telur habis terserap pada umur 9 hari. Hal tersebut menunjukkan bahwa kematian larva ikan maanvis terjadi pada saat peralihan pakan dari kuning telur ke pakan dari luar, yang merupakan periode kritis larva. Kematian diduga karena kemampuan larva untuk mengambil pakan dari luar rendah. Hal ini berkaitan dengan pembentukan organ-organ pemangsaan yang rendah sebagai akibat dari penggunaan kuning telur yang tidak efisien. Efisiensi pemanfaatan kuning telur merupakan besarnya/banyaknya jaringan tubuh yang terbentuk dari penyerapan kuning telur, diukur berdasarkan perbandingan antara pertumbuhan dengan penyerapan kuning telur. Efisiensi pemanfaatan kuning telur akan bernilai maksimal pada suhu yang optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu optimal bagi penetasan telur dan pemeliharaan larva ikan maanvis. Hal tersebut ditentukan berdasarkan pengaruh suhu terhadap laju penyerapan kuning telur dan laju pertumbuhan relatif panjang embrio dan larva, serta dengan dilihat derajat pembuahan telur, derajat penetasan telur, lama inkubasi telur, panjang dan volume kuning telur saat menetas, kelangsungan hidup larva serta efisiensi pemanfaatan kuning telur embrio dan larva.
Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Nopember 2002, di
Laboratorium Sistem dan Teknologi, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut pertanian Bogor. Percobaan ini menggunakan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah suhu alami (24,9-26,5), 27°C dan suhu 30°C. Wadah penetasan dan pemeliharaan larva terdiri dari 9 akuarium berukuran 25cmx25cmx25cm yang diisi air setinggi 10 cm. Setiap 3 akuarium ditempatkan dalam satu akuarium berukuran 100x60cmx40cm yang diisi air setinggi 15 cm dan dilengkapi dengan instalasi aerasi, serta pemanas air otomatis (termostat) untuk perlakuan pada suhu 27°C dan 30°C. Induk yang digunakan adalah jenis tricolour, dengan panjang total induk jantan adalah 7,9-8,7 cm dan induk betina 6,4- 6,7 cm. Induk diperoleh dari petani di Kampung Baru, Depok, Jawa Barat. Pada saat pemijahan, induk betina menempelkan telur pada pipa paralon kemudian induk jantan menyemprotkan sperma. Telur dilepaskan dari paralon menggunakan bulu ayam yang digerakkan dari atas ke bawah. Setiap media penetasan berisi 80 butir telur. Telur yang terlepas menempel kembali pada dasar akuarium.
d Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL). Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan dilakukan uji F dan dilanjutkan dengan uji lanjut beda nyata jujur (Tukey). ...