Analisis tekno ekonomi pengembangan pupuk rhizo-plus skala industri untuk meningkatkan produksi kedelai (Glycine max)
View/ Open
Date
1997Author
Syah, Tubagus Hiqmat
Mangunwidjaja, Djumali
Saraswati, Rasti
Metadata
Show full item recordAbstract
Sampai saat ini, usaha tani kedelai di lahan masam belum teratasi secara optimal. Kemasaman tanah merupakan penghambat pertumbuhan tanaman kedelai, mempengaruhi simbiosis Bradyrhizoblum Japanicum dan menghambat produktivitas tanaman. Kondisi tanah tersebut membutuhkan pupuk kimia dengan dosis tinggi yang akhirnya akan memberikan dampak negatif bagi tanah dan lingkungan.
Aplikasi pupuk hayati Rhizo-plus merupakan alternatif yang murah untuk meningkatkan kesuburan tanah dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan mengurangi percemaran lingkungan.
Rhizo-plus merupakan pupuk hayati yang diformulasi dari Bradyrhizobium japanicum dan mikroba pelarut fosfat. Bradyrhizobium japanicum pada Rhizo-plus adalah mikroba multi galur terpilih yang mampu bertahan hidup dilahan masam, sampai sistem perakaran tanaman tersuspensi. Sedangkan mikroba pelarut fosfat membantu melarutkan fosfat dalam tanah. Dari hasil pengujian lapang di 3 locasi pertanian kedelai (Muktihardjo dan Seputi Banyak), penggunaan Rhizo-plus dapat menurunkan pupuk P (dari rekomendasi 100 Kg TSP/ha menjadi 50 Kg TSP/ha) dan tidak membutuhkan pupuk N (urea).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan finansial dari segi teknologi proses produksi yang didukung oleh analisis terhadap aspek pemasaran dan manajemen operasional.
Luas panen kedelai pada tahun 1996 diperkirakan 1.492.206 Ha dan Inokulum Rhizobium yang diperlukan sebesar 89,532 ton. Prakiraan permintaan pupuk hayati Rhizo-plus disusun berdasarkan permintaan Rhizobium. Dengan demikian permintaan Rhizo-plus pada tahun 1996 sebesar 36 ton (40 persen dari permintaan inokulum Rhizobium).
Sasaran pemasaran produk ditujukan untuk petani yang didasarkan pada segmentasi geografi, yaitu lahan potensial swasembada beras diwilayah Jowa Barat, Sumatra, dan Kalimantan.
Harga jual untuk Rhizo-plus ditentukan berdasarkan metoda full costing adalah Rp 1000,00 per kantong. Nilai investasil untuk industri Rhizo-plus ini adalah Rp 1.104.690.00,00. Biaya ini diperoleh dari modal sendiri dan pinjaman dari Bank dengan DER 50:50.
Sistern distribusi Rhizo-plus direncanakan menggunakan sistem distribusi fisik yang intensip dan terkendall, artinya mulai dari produsen sampai konsurmen merupakan rangkaian yang tidak terputus. Sistem Distribusi ini juga didukung dengan promosi yang berkelanjutan (presentasi, brosur, dan demplot-demplot).
Industri Rhizo-plus memanfaatkan gambut dan mineral llat kaolin sebagai bahan pembawa inokulum. Kapasitas produksi optimal direncanakan 36 ton per tahun atau setara dengan sembilan ratus kantong Rhizo-plus. Gambut yang digunakan diolah sendiri dari gambut basah menjadi gambut kering halus.