Analisis pendapatan dan nilai tambah talas di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor
Abstract
Talas merupakan salah satu tanaman pangan yang berasal dari umbiumbian
dan penghasil karbohidrat non beras yang cukup tinggi yaitu 13-29 persen
sehingga perlu dikembangkan menjadi alternatif pangan selain beras untuk
meningkatkan ketahanan pangan. Bogor telah lama dikenal sebagai daerah
penghasil talas. Saat ini talas menjadi produk unggulan kota Bogor, dan sering
dijadikan sebagai buah tangan atau oleh-oleh dari para pengunjung atau
wisatawan yang berkunjung ke daerah ini. Penanaman talas hampir tersebar
seluruh wilayah Kota Bogor kecuali Bogor Tengah karena merupakan daerah
pusat kota. Salah satu daerah penghasil talas di Kota Bogor adalah Kecamatan
Bogor Barat. Bogor Barat memiliki tingkat produktivitas tertinggi di bandingkan
lima kecamatan lainnya pada tahun 2010 yaitu 6,60 ton per hektar. Namun pada
lima tahun terakhir, produktivitas talas belum mencapai produktivitas optimal.
Rendahnya produktivitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
rendahnya pendapatan petani.
Bogor memiliki pengrajin yang mengolah talas menjadi produk olahan
seperti dodol talas, yaitu KWT SAWARGI yang berlokasi di Kelurahan Situgede
Kecamatan Bogor Barat. Adanya pengolahan talas menjadi dodol talas tersebut
dapat memberikan nilai tambah kepada talas dari pada dijual dalam bentuk
mentah. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengkaji keragaan usahatani talas di
Kecamatan Bogor Barat (2) Menganalisis perbandingan pendapatan usahatani
talas secara monokultur dan tumpangsari di Kecamatan Bogor Barat dan (3)
menganalisis nilai tambah dodol talas. Penelitian ini dilaksanakan di
Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor pada Juni hingga Agustus 2011. Data yang
digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Jumlah responden dalam
penelitian ini adalah 30 orang petani talas. Responden dalam penelitian ini
diklasifikasikan berdasarkan pola tanam yang digunakan yaitu petani yang
menggunakan pola tanam monokultur sebanyak 22 petani dan petani yang
menggunakan pola tanam tumpangsari dengan jagung sebanyak 8 orang petani.
dan satu orang responden untuk analisis nilai tambah, dimana pemilihan
responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Penelitian ini
menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif
meliputi gambaran umum lokasi penelitian, teknik budidaya talas, dan proses
pembuatan dodol talas. Sementara analisis kuantitatif meliputi analisis pendapatan
usahatani dan analisis nilai tambah menggunakan metode Hayami.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa usahatani talas yang
dilakukan secara monokultur jika diihat dari aspek ekonomi usahatani ini tidak
menguntungkan karena dalam perhitungan tersebut semua biaya yang tunai
dikeluarkan maupun yang tidak secara tunai dikeluarkan atau dengan kata lain
biaya yang diperhitungkan, termasuk kedalam perhitungan pendapatan usahatani.
Sehingga pendapatan yang diterima oleh petani menjadi negatif yakni Rp -
4.163.962,-. Namun jika pendapatan usahataninya dilihat dari aspek finansial usahatani ini menguntungkan dan petani mendapatkan pendapatan usahataninya
sebesar Rp 13.363.103,-.karena perhitungannya hanya diukur dari biaya tunai
yang dikeluarkan oleh petani. Keuntungan yang diperoleh dari usahatani tersebut
juga bisa dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya total dan biaya tunai. R/C rasio atas
biaya total pada usahatani talas secara tumpangsari sebesar 0,81 dan R/C rasio
atas biaya tunainya sebesar 3,73. Menurut Tjakrawiralaksana (1983) nilai R/C
rasio yang kurang dari satu (R/C < 1) usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan,
karena batas besaran R/C rasio yang dianggap menguntungkan adalah lebih besar
dari satu.
Namun dengan adanya penanaman talas yang dilakukan secara
tumpangsari dengan jagung, membuat pendapatan yang diterima oleh petani
menjadi menguntungkan. Besarnya pendapatan yang diterima dengan melakukan
penanaman secara tumpangsari adalah Rp 11.162.324 untuk pendapatan atas
biaya total dan Rp 21.290.003 untuk pendapatan atas biaya tunai. Besaran R/C
rasionya adalah 1,59 untuk R/C atas biaya total dan 3,47 untuk R/C atas biaya
tunai.
Adanya pengolahan hasil pertanian telah membuat nilai tambah terhadap
produk itu sendiri dibanding dijual dalam keadaan mentah. Penggunaan talas
sebagai bahan pembuatan dodol talas merupakan bahan baku utamanya dan
ditambah dengan bahan-bahan penolong seperti santan, tepung ketan, gula,
mentega dan garam. Nilai tambah yang diberikan oleh pembuatan dodol talas ini
adalah sebesar Rp 46.665 per kilogram talas.
Untuk dapat mempertahankan usahatani talas di Kota Bogor tetap berjalan
sebaiknya Dinas terkait seperti Dinas Pertanian dan Dinas Ketahanan Pangan
Kota Bogor memberikan perhatian terhadap petani-petani yang mengusahakannya
seperti bantuan penyediaan modal, penyululuhan mengenai teknik budidaya talas
yang efisien terutama dalam penggunaan input berupa pupuk sehingga dapat
mengurangi biaya produksi. Sebaiknya petani melakukan pola tanam tumpangsari
pada saat menanam talas, agar dapat menutupi kerugian dari usahatani talas yang
dilakukan dan pendapatan yang diterima juga lebih besar dibandingkan dengan
pola tanam monokultur. Sebaiknya KWT Sawargi memberikan harga beli yang
lebih tinggi kepada petani talas, karena membeli talas dengan harga beli yang
sama dengan tengkulak tidak akan memberikan dampak yang positif terhadap
usahatani talas di daerah tersebut.
Collections
- UT - Agribusiness [4770]
