Korelasi Nilai Keempukan Antara Hasil Pengukuran dengan Alat dan Panelis Terlatih Pada Daging Sapi Australian Brahman Cross
View/ Open
Date
2005Author
Sulistiyowati, Diah Retno
Suryati, Tuti
Polii, B.N.
Metadata
Show full item recordAbstract
Korelasi Nilai Keempukan Antara Hasil Pengukuran dengan Alat dan Panelis Terlatih Pada Daging Sapi Australian Brahman Cross Kualitas daging sangat penting karena menentukan daya terima konsumen. Faktor yang menentukan kualitas daging adalah keempukan, flavor dan warna daging. Keempukan daging dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ante
mortem (spesies dan fisiologi temak, jenis kelamin, umur, manajemen dan stres), dan
faktor post mortem (pelayuan, pembekuan, temperatur penyimpanan, metode
pemasakan, dan penambahan bahan pengempuk). Selama ini masyarakat menilai
keempukan daging sapi dengan mudah tidaknya daging digigit dan dikunyah menjadi
potongan-potongan lebih kecil, serta menimbulkan kesan juiciness. Hal ini bersifat
sangat relatif tergantung kepada umur, jenis kelamin dan kesehatan, dengan
demikian setiap individu akan mempunyai persepsi yang berbeda terhadap satu
tingkat keempukan. Kesamaan persepsi diperlukan untuk inenentukan tingkat
keempukan daging secara objektif, baik dengan menggunakan alat Wamer-Bratzler,
maupun menggunakan sensori.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi nilai keempukan yang diukur
dengan alat pemutus Warner-Bratzler (WB) dan panelis terlatih. Selain itu penelitian
ini bertujuan pula untuk mempelajari pengaruh pemberian enzim papain dan suhu
dalam yang berbeda terhadap keempukan daging sapi yang diukur dengan
menggunakan alat pemutus WB dan panelis terlatih, serta susut masak. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola faktorial 3 x 2
dengan tiga kali ulangan, jadi terdapat 18 unit percobaan. Faktor pertama meliputi
suhu dalam daging (80 °C, 90 °C, dan 100 °C), faktor kedua yaitu perendaman enzim
dan tidak diberi enzim. Peubah yang diamati meliputi keempukan daging dengan alat
pemutus Warner-Bratzler dan susut masak. Pengaruh perlakuan terhadap peubah
yang diamati, dengan analisis ragam dan jika berbeda (P<0,05), dilanjutkan dengan
uji Least Square Means (kuadrat rataan terkecil). Uji sensori dilakukan dengan
menggunakan uji skoring pada panelis terlatih. Pengaruh perlakuan dianalisa
menggunakan analisis ragam, jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata
(P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Korelasi keempukan antara hasil
pengukuran dengan alat Warner-Bratzler dan panelis terlatih dianalisa menggunakan
persamaan regresi linier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging dengan perendaman dalam larutan
enzim papain berpengaruh nyata pada keempukan daging (P<0,05), sedangkan faktor
suhu dalam daging berpengaruh sangat nyata (P<0,0 1) terhadap susut masak daging.
Interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh terhadap keempukan daging dan
susut masak. Hasil uji sensori menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap
keempukan daging dengan nilai rataan 1,87-2,60 yang berarti empuk sampai agak
empuk. Berdasarkan persamaan regresi Y = -0,0890600+0,4499 1 3X menunjukkan
bahwa daging dengan daya putus WB 0-3,54 kg/cm2 dinilai sangat empuk oleh
panelis; nilai daya putus WB >3,54-5,76 kg/cm2 dinilai empuk; nilai daya putus WB
>5,76-7,99 kg/cm2 dinilai agak empuk; nilai daya putus WB >7,99-10,2 kg/cm2
dinilai agak alot; nilai daya putus WB > 10,2-12,42 kg/cm2 dinilai alot dan nilai daya
putus WB lebih dari 12,42 kg/cm2 daging tersebut dinilai sangat alot. Pengujian
secara objektif menggunakan alat Wamer-Bratzler dan panelis terlatih menunjukkan
bahwa semakin tinggi nilai daya putus WB, maka panelis menilai keempukan daging
semakin alot.