Pengaruh lama penyinaran terhadap bobot potong, karkas,dan komponen karkas pada kelinci betina lokal
View/ Open
Date
2007Author
Romadona, Wahyu
Duldjaman, Maman
Herman, Rachmat
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Laboratorium Ruminansia Kecil,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaannya mulai bulan Agustus
2006 sampai Februari 2007. Tujuannya adalah untuk mempelajari pengaruh lama
penyinaran terhadap penampilan produksi yaitu bobot potong, bobot karkas dan
komponennya, sehingga diharapkan dapat diperoleh kebutuhan penyinaran yang
sesuai untuk meningkatkan produksi kelinci.
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelinci betina lepas sapih
berumur sekitar empat minggu sebanyak 18 ekor. Bobot hidup berkisar antara 300-
550 g dengan rataan : 412 g (KK : 21,13 %). Rataan bobot badan perlakuan A, B,
dan C berturut-turut adalah (320-490 g/ekor), (325-500 g/ekor) dan (300-550 g/ekor).
Kelinci dikelompokkan ke dalam tiga buah kandang yang diberi perlakuan A ( 9 jam
terang), B (12 jam terang) dan C (15 jam terang). Peubah yang diamati adalah lama
pemeliharaan, bobot potong, persentase karkas, komponen tubuh, potongan karkas
komersial, komponen karkas, bagian tubuh edible dan inedible, penyusutan karkas,
tingkat mortalitas, dan aspek ekonomi. Rancangan yang digunakan untuk
mempelajari pengaruh lama penyinaran adalah RAK (Rancangan Acak Kelompok).
Hasil yang nyata diuji lebih lanjut dengan uji Tukey.
Lama pemeliharaan selama 9 minggu, menghasilkan bobot potong sekitar
1657-1810 g. Pertambahan bobot badan per harinya mencapai 20,32-22,79 g. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, perlakuan pemberian lama penyinaran yang berbeda
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap lama pemeliharaan, bobot potong,
persentase karkas (50,74; 50,43 dan 51,65 %), potongan karkas komersial, komponen
karkas, bagian tubuh edible (55,18; 54,38 dan 55,69 %), inedible (42,59; 42,30 dan
40,71 %) dan penyusutan karkas (2,34-4,76 %). Mortalitas yang terjadi selama
penelitian adalah sebesar 16,67 %. Hal ini disebabkan oleh stres akibat perlakuan
yang diberikan selain itu ternak mengalami penyakit diare. Perhitungan ekonomi
yang menghasilkan keuntungan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, jika
dibandingkan dengan perlakuan pengurangan dan penambahan cahaya. Hal ini
disebabkan adanya biaya pembelian tirai dan lampu.