dc.description.abstract | Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengelolaan stres
pada keluarga korban bencana longsor. Tujuan khusus penelitian ini mencakup
(1) mengidentifikasi sumber stres, regenerative family (family hardiness dan
family coherence), sumberdaya koping keluarga (karakteristik keluarga dan
dukungan sosial), strategi koping, dan tingkat stres keluarga korban bencana
longsor, (2) menganalisis hubungan antar variabel penelitian, dan (3)
menganalisis faktor-faktor penelitian yang berpengaruh terhadap tingkat stres.
Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penentuan
lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu desa Banyuwangi, kecamatan
Cigudeg, kabupaten Bogor, yakni daerah yang tertimpa bencana longsor. Contoh
penelitian ini adalah sebanyak 100 keluarga korban bencana longsor, dengan ibu
rumahtangga sebagai responden. Contoh pada penelitian ditentukan dengan
menggunakan teknik simple random sampling.
Data yang dikumpulkan terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer meliputi keadaan umum lokasi, keadaan umum keluarga,
sumber stres, sumberdaya koping keluarga (karakteristik keluarga dan dukungan
sosial), regenerative family (family hardiness dan family coherence), strategi
koping, dan tingkat stres keluarga korban bencana yang diperoleh melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data sekunder meliputi keadaan
umum lokasi dan keluarga yang diperoleh melalui wawancara dan internet. Data
dianalisis secara deskriptif, uji korelasi Spearman, dan uji regresi. Data diolah
menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for
Windows.
Hasil penelitian karakteristik keluarga menunjukkan persentase terbesar
ibu (42%) berada pada kategori usia dewasa awal dan bapak (33%) berada pada
kategori usia dewasa madya. Persentase terbesar ibu (100%) dan bapak (99%)
berada pada kategori lama pendidikan kurang dari enam tahun pendidikan.
Persentase terbesar keluarga (51%) menunjukkan bahwa keluarga merupakan
keluarga kecil dengan anggota keluarga kurang dari sama dengan empat orang.
Persentase terbesar ibu (78%) bekerja sebagai ibu rumahtangga dan bapak
(59%) bekerja sebagai petani. Persentase terbesar keluarga (87%) merupakan
keluarga dengan pendapatan per kapita sangat miskin (≤Rp191 000.00) menurut
BPS Jawa Barat 2008. Kepemilikan aset keluarga dengan persentase terbesar
(84%) adalah berada pada selang (Rp0-Rp30 083 333.00).
Pengelolaan stres yang dilakukan keluarga bermula dengan terdapatnya
sumber stres berupa perubahan yang dialami keluarga pasca bencana longsor.
Hasil penelitian menunjukkan sumber stres terbesar yang berdampak pada stres
keluarga pasca longsor adalah ketegangan dalam keluarga dan masalah
keuangan dan bisnis keluarga. Ketegangan dalam keluarga yang paling banyak
dialami keluarga adalah waktu bapak di luar rumah mengingkat (60%), tugas
yang tidak dapat dilakukan keluarga meningkat (50%), masalah yang tidak dapat
diselesaikan keluarga meningkat (47%), dan anak sulit diatur (45%). Masalah
keuangan dan bisnis keluarga yang paling banyak dialami keluarga adalah
berdampak buruk pada usaha keluarga (85%) dan menyebabkan penurunan
pendapatan keluarga (86%). Sumber stres yang dialami keluarga pada penelitian
ini berpotensi menempatkan keluarga pada situasi stres, sehingga keluarga perlu
melakukan strategi koping melalui pemanfaatan sumberdaya koping
(karakteristik keluarga dan dukungan sosial) dan regenerative family (family
hardiness dan family coherence) dalam upaya menghadapi dan mengurangi
stres. Persentase terbesar keluarga (74%) memperoleh dukungan sosial pada
kategori tinggi, yang berarti keluarga mendapatkan tambahan dukungan yang
memberi keluarga pengaruh positif dan membantu keluarga melalui kondisi stres
dan pasca longsor. Bentuk dukungan sosial paling banyak yang diperoleh
keluarga adalah anggota keluarga saling membantu (100%), mendapatkan
bantuan fisik dan nonfisik dari pemerintah dan LSM (100%), dan anggota
keluarga saling mendengarkan masalah yang dihadapi (98%). Sebagian besar
keluarga (99%) memiliki regenerative family tinggi yang terbentuk melalui family
hardiness dan family coherence yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
keluarga mempunyai ketangguhan dan kekuatan internal dalam mengontrol
peristiwa sulit hidup seperti longsor yang terbangun melalui rasa kebersamaan,
penerimaan, kepercayaan, kerja sama, dan komitmen dari setiap anggota
keluarga. Keluarga melakukan strategi koping pada kategori sedang (49%) dan
tinggi (51%) dalam upaya menghadapi keadaan pasca longsor. Strategi koping
terfokus masalah yang banyak dilakukan keluarga adalah berusaha lebih dari
biasanya untuk berhasil menyelesaikan masalah (87%), berusaha meminta
nasihat kepada saudara atau tetangga apa yang harus dilakukan (84%), dan
mengubah gaya hidup agar segala sesuatu menjadi lebih baik (62%). Strategi
koping terfokus emosi yang banyak dilakukan keluarga adalah menerima yang
telah terjadi (100%) dan lebih banyak shalat, berdoa, berdzikir dan lebih
mendekatkan diri pada Tuhan YME (92%). Setelah melalui pengelolaan stres,
hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (73%) keluarga berada pada
tingkat stres sedang dengan gejala stres paling banyak dialami meliputi merasa
sedih (99%), merasa cemas tentang masa depan (99%), dan merasa mudah
lelah (90%). | id |