Show simple item record

dc.contributor.advisorNelwan, Leopold Oscar
dc.contributor.advisorWulandani, Dyah
dc.contributor.authorIrwansyah
dc.date.accessioned2019-05-31T02:20:21Z
dc.date.available2019-05-31T02:20:21Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97858
dc.description.abstractMetode pengeringan artificial biji kopi Arabika pada umumnya, membutuhkan energi listrik untuk menggerakkan blower yang berfungsi mengalirkan udara kering kedalam bak pengering. Sebagian besar daerah penghasil kopi arabika di provinsi Aceh belum terjangkau jaringan listrik sehingga pemakaian alat pengering artificial tidak dapat digunakan. Untuk mengatasi kendala ini, sistem pengaliran udara dengan efek cerobong bisa digunakan untuk mengalirkan udara kering. Tujuan penelitian ini adalah untuk merancang pengering hybrid berenergi surya dan biomassa dengan menggunakan efek cerobong dan menguji kinerja alat untuk mengeringkan biji kopi arabika dengan variasi ketinggian cerobong 0.7 m dan 1.5 m. Pengering terdiri dari kolektor surya, heat exchanger, tungku, ruang pengering dan cerobong dengan aliran udara terpisah dari kolektor surya dan heat exchanger. Biji kopi arabika sebanyak 5 kg dengan ketebalan tumpukan 5 cm ditempatkan di dalam bak pengering. Pengujian alat pengering surya hybrid sistem sirkulasi udara efek cerobong dengan ketinggian outlet cerobong 0.7 m menghasilkan perbedaan signifikan dibandingkan dengan ketinggian 1.5 m pada tingkat konsumsi energi. Total konsumsi energi spesifik yang dibutuhkan untuk menguapkan air dari biji kopi pada pengering surya hybrid pada ketinggian outlet cerobong 0.7 m adalah 51.4 MJ/kg uap air dan pada ketinggian outlet cerobong 1.5 m sebesar 57.9 MJ/ kg uap air. Namun demikian, dibandingkan dengan metode penjemuran, nilai ini lebih kecil, yaitu sekitar 59.4 MJ/kg uap air. Pada ketinggian cerobong 0.7 m, pengeringan biji kopi Arabika pada kondisi siang hari dengan iradiasi surya rata-rata 620 W/m2 menghasilkan nilai suhu outlet kolektor surya rata-rata sebesar 45.8°C dan suhu ruang pengering 33.2°C. Pada kondisi malam hari suplai panas didapatkan dari pembakaran biomassa dalam tungku, dihasikan suhu rata-rata oulet heat exchanger sebesar 85.1°C dan suhu ruang pengering rata-rata 53.2°C. Selanjutnya pada ketinggian cerobong 1.5 m, pengeringan biji kopi Arabika pada kondisi siang hari iradiasi surya rata-rata 596 W/m2, menghasilkan suhu outlet kolektor surya rata-rata sebesar 46.5°C dan suhu ruang pengering 33.4°C. Pada kondisi malam hari suplai panas dari pembakaran biomassa pada tungku dihasikan suhu rata-rata oulet heat exchanger sebesar 85.7°C dan suhu ruang pengering rata-rata 52.9°C. Kedua pengujian dapat menurunkan kadar air biji kopi dari 53.3 hingga 12.8% bb dengan waktu pengeringan 16-17 jam. Sedangkan metode pengeringan penjemuran matahari membutuhkan waktu hingga 46 jam (6 hari) pada kadar air yang sama. Hal ini menunjukkan alat pengering surya hybrid sistem sirkulasi udara secara efek cerobong cukup efektif untuk mengeringkan biji kopi bila dibandingkan dengan metode penjemuran.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcAgricultureid
dc.subject.ddcAgricultural Machineid
dc.subject.ddc2018id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleDesain dan Uji Kinerja Pengering Surya Hybrid Konveksi Bebas Tipe Tumpukan untuk Pengeringan Biji Kopi Arabikaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordbiji kopi arabikaid
dc.subject.keywordefek cerobongid
dc.subject.keywordenergi surya dan biomassaid
dc.subject.keywordpengering hybridid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record