Keberlanjutan Komunitas Petani Garam Di Kabupaten Pidie
View/ Open
Date
2018Author
Nurdin, Ibnu Phonna
Kolopaking, Lala M
Saharuddin
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia memiliki luas garis pantai 95.181 km2 dan luas laut 295.370
km2, yang memberikan peluang besar bagi masyarakat pesisir di Indonesia untuk
meningkatkan kesejahteraannya melalui budidaya garam. Namun, fakta yang
terjadi menunjukkan petani garam hidup dalam kondisi memprihatinkan. Pada
tingkat komunitas petani garam memperlihatkan posisi yang semakin
termarginalkan karena belum terselesaikan permasalahan produksi, pemasaran,
infrastruktur, informasi, dan regulasi Pemerintah serta perubahan cuaca yang tidak
menentu. Kondisi tersebut mengakibatkan keberlanjutan komunitas petani
menjadi terancam. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberlanjutan
sosial, ekonomi dan lingkungan yang terjadi pada komunitas petani garam, selain
itu juga untuk mengetahui kemampuan komunitas petani garam dalam
mempertahankan keberlanjutannya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
yang didukung oleh analisis data kuantitatif untuk mengkaji tiga indikator
keberlanjutan (sosial, ekonomi dan lingkungan) dan dilaksanakan di wilayah
pesisir Gampong Cebrek, Kecamatan Simpang Tiga, Sigli.
Berdasarkan temuan penelitian, diketahui bahwa komunitas petani garam
di Gampong Cebrek memiliki ciri tersendiri dalam hal ekologi komunitas,
demografi, lapisan sosial, kelembagaan, kepemimpinan, sistem pengetahuan
komunitas, sistem peralatan hidup dan teknologi serta mata pencaharian utama.
Pada perkembangan sosial, pendampingan yang bersifat topdown yang
dilakukan oleh pemerintah tidak memberikan dampak positif kepada komunitas
petani garam. Selain itu, terdapat kelembagaan patron klien yang bersifat
eksploitatif sehingga memarginalkan komunitas petani garam. Kelembagaan
kelompok tani dipimpin oleh "toke". Akibatnya, tujuan dari kelompok untuk
kepentingan pribadi toke. Kerja sama komunitas petani dengan komunitas lainnya
sangat rendah, hal ini disebabkan komunitas petani tidak memiliki jaringan sosial
dan waktu yang baik dan berimplikasi pada kualitas solidaritas sosial yang
semakin memudar.
Kondisi ekonomi pada komunitas petani garam juga memperlihatkan
kondisi yang tidak menguntungkan. Pada perkembangan mata pencaharian, pola
pemasaran terbentuk kedalam pola yang berbeda-beda. Ketiadaan modal yang
cukup berimplikasi pada vakumnya usaha penggaraman. Ketiadaan struktur usaha
penggaraman semakin menyulitkan komunitas petani dalam mempertahankan
keberlanjutan ekonomi.
Kondisi lingkungan tidak mampu membantu kondisi sosial dan ekonomi
di komunitas petani diantaranya : Intensitas hujan yang tinggi dan angin ekstrem.
Oleh karena itu, petani mengembangkan beberapa strategi adaptasi yaitu:
Menyimpan tanah di pondok, menaikkan dasar lantai ke pondok, dan
memperbaiki saluran air laut tua. Komunitas petani juga mengembangkan
beberapa strategi untuk menjaga lingkungan seperti : menggunakan bahan baku
dengan bijak, dan menggunakan kayu bakar dari limbah kayu. Meskipun memiliki
tekad menjaga lingkungan, pengaruh negatif dari lingkungan tidak dapat
dihindarkan. Kondisi 3 indikator keberlanjutan berada pada tingkat kurang
berkelanjutan (20-39%). Posisi tersebut berimplikasi rawan akan
ketidakberlanjutan yang dicirikan oleh: 1. Ekologi komunitas semakin terancam
akibat ketidakberpihakan ekonomi pada komunitas petani garam, 2. Kondisi
perekonomian yang tidak menguntungkan mengancam partisipasi komunitas
petani garam, 3. Ketiadaan kelembagaan adat formal berpotensi terjadinya
perpecahan dalam komunitas, 4. Peraturan pemerintah berimplikasi pada potensi
penurunan produktivitas dan distribusi garam di komunitas, 5. Ketidakberdayaan
gampong menghadapi persaingan toke berimplikasi pada merosotnya kemandirian
komunitas petani.
Collections
- MT - Human Ecology [2190]