Analisis Kelayakan Pengelolaan Sampah Melalui Bank Sampah (Studi Kasus: Kelurahan Pasar Minggu, Jakarta Selatan).
Abstract
DKI Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat perekonomian harus
menghadapi permasalahan pengelolaan sampah yang cukup rumit. Produksi
sampah DKI Jakarta mencapai 6.500 ton/hari, sedangkan kapasitas TPST
Bantargebang sebagai penampungan sampah utama bagi DKI Jakarta hanya 7.000
ton/hari. Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mengatasi besarnya jumlah
produksi sampah melalui Peraturan Daerah No 3 Tahun 2013 yang mewajibkan
setiap RW di Jakarta untuk memiliki bank sampah sulit untuk terealisasi karena
kendala pembiayaan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kelayakan
pengelolaan sampah melalui bank sampah di Jakarta. Terdapat tiga skenario yang
digunakan yaitu (i) seluruh biaya ditanggung oleh bank sampah dengan asumsi
kenaikan jumlah nasabah dan biaya operasional sebesar 10% per tahun, (ii) terdapat
iuran nasabah dengan asumsi kenaikan jumlah nasabah dan biaya operasional
sebesar 10% per tahun, dan (iii) seluruh biaya ditanggung oleh bank sampah tanpa
iuran nasabah dengan asumsi kenaikan jumlah nasabah dan biaya operasional
sebesar 15% per tahun. Berdasarkan analisis finansial, skenario I tidak layak untuk
dijalankan, sedangkan skenario II dan III layak untuk dijalankan. Masing-masing
nilai NPV Rp4.805.792, Rp48.057.001, dan Rp30.617.932; Net B/C 1,06, 1,64,dan
1,41; IRR 1,08%, 9,54%, dan 5,85%; PP 8,4 tahun, 6,2 tahun, dan 6,7 tahun. Jumlah
nasabah rumahtangga dan produksi sampah minimum agar bank sampah layak
untuk dijalankan adalah 59 nasabah dan 347,38 kg/minggu.