Pengembangan Padi Toleran Salinitas Melalui Kultur Antera
View/ Open
Date
2016Author
Safitri, Heni
Purwoko, Bambang Sapta
Ardie, Sintho Wahyuning
Dewi, Iswari Saraswati
Metadata
Show full item recordAbstract
Kebutuhan beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk, sehingga peningkatan produksi padi harus terus dilakukan
untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan sawah irigasi
yang merupakan pendukung utama produksi beras nasional ditambah dengan
perubahan iklim global merupakan kendala dalam peningkatan produksi padi.
Perubahan iklim dunia yang menyebabkan pemanasan global berakibat pada
intrusi air laut ke daratan yang memicu salinitas di sepanjang lahan di daerah
pantai.
Usaha meningkatkan produksi beras nasional dapat dilakukan melalui
berbagai pendekatan antara lain dengan pemanfaatan lahan marginal, khususnya
lahan salin di sepanjang pantai dan dengan penggunaan varietas unggul yang
berdaya hasil tinggi dan toleran salinitas. Potensi lahan salin di Indonesia yang
cukup luas dapat dimanfaatkan untuk penanaman padi, mengingat tanaman padi
merupakan salah satu tanaman serealia yang potensial dibudidayakan pada lahan
salin karena kemampuannya untuk hidup di lahan tergenang.
Perakitan varietas unggul secara konvensional memerlukan waktu yang
cukup lama, terutama dalam menghasilkan galur-galur murni yang homozigos dan
proses seleksi. Penggunaan kultur antera yang dikombinasikan dengan uji cepat
dalam penapisan genotipe padi terhadap salinitas pada fase bibit diharapkan dapat
mempersingkat siklus pemuliaan dalam menghasilkan varietas unggul baru
toleran salinitas. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan galur-galur padi
dihaploid yang homozigos toleran salinitas melalui kultur antera, penapisan pada
fase bibit dalam media hidroponik, penapisan di tanah salin dan evaluasi galurgalur
dihaploid di lapangan.
Studi toleransi beberapa plasma nutfah padi terhadap salinitas pada fase
bibit dengan menggunakan media hidroponik yang mengandung 120 mM NaCl
mengidentifikasi lima genotipe toleran (skor 3) yaitu Dendang, Inpara 5, Inpari
29, IR77674 dan IR81493; lima genotipe moderat toleran (skor 5) yaitu Cilamaya
Muncul, Inpari 30, IR64, IR78788 dan Siak Raya; dua genotipe peka (skor 7)
yaitu Banyuasin dan Mendawak; dan satu genotipe sangat peka (skor 9) yaitu
Inpara 4. Inpara 4 merupakan genotipe sangat peka, sebanding dengan IR29,
sehingga Inpara 4 dapat digunakan sebagai verietas pembanding peka pada
penelitian-penelitian selanjutnya. Penentuan toleransi suatu genotipe terhadap
salinitas dengan menggunakan skoring visual berdasarkan kerusakan daun pada
bibit tanaman lebih dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka
dibandingkan dengan apabila penentuan toleransi menggunakan karakter
agronomi bibit lainnya.
Studi morfo-fisiologi beberapa genotipe padi pada beberapa konsentrasi
NaCl menghasilkan metode penapisan genotipe-genotipe padi terhadap salinitas di
tanah salin dengan menggunakan percobaan pot yang berisi tanah dan air
(perbandingan 7:3) yang ditambah 40 mM NaCl (6.2 dS m-1). Berdasarkan
penelitian ini diketahui bahwa genotipe toleran IR77674 dan IR81493 mempunyai
mekanisme toleransi terhadap salinitas yang bersifat eksklusi, sedangkan Dendang
dan Pokkali mempunyai mekanisme inklusi.
Pembentukan populasi F1 dengan melakukan persilangan antara tetua padi
berdaya hasil tinggi dengan tetua toleran salinitas menghasilkan 12 kombinasi
persilangan yang terdiri atas enam persilangan antara tetua toleran/toleran dan
enam persilangan antara tetua moderat/toleran. Tanaman F1 digunakan sebagai
sumber antera dalam pembentukan galur-galur dihaploid padi melalui kultur
antera. Teknik kultur antera telah menghasilkan 125 galur dihaploid, 60 galur
(43%) diantaranya diuji lebih lanjut karakter agronomi dan toleransinya terhadap
salinitas.
Penapisan 60 galur padi dihaploid terhadap salinitas di kultur hara
(hidroponik) yang mengandung 120 mM NaCl pada fase bibit menghasilkan 31
galur toleran (skor 3), 25 galur moderat toleran (skor 5) dan 4 galur peka (skor 7);
sedangkan penapisan 60 galur padi dihaploid di tanah salin (40 mM NaCl) pada
umur tanaman 60 hari menghasilkan 12 galur toleran (skor 3), 6 galur moderat
toleran (skor 5), 14 galur peka (skor 7) dan 28 galur sangat peka (skor 9). Korelasi
antara skor toleransi genotipe-genotipe padi pada media hidroponik dan di tanah
salin adalah sangat signifikan positif. Skor toleransi suatu genotipe di tanah salin
dapat 1-2 level lebih besar dibandingkan dengan skor toleransi suatu genotipe di
media hidroponik. Dengan demikian, penapisan galur-galur padi pada media
hidroponik pada fase bibit dapat digunakan sebagai dasar pemilihan galur, dimana
galur-galur yang tergolong toleran dapat diuji lebih lanjut pada pengujian galurgalur
padi di tanah atau lahan salin pada fase reproduktif.
Evaluasi karakter agronomi dan daya hasil galur-galur padi dihaploid di
lahan sawah irigasi non-salin menghasilkan 21 galur padi berpotensi hasil tinggi
(>8 ton ha-1), sebanding dan/atau lebih tinggi dibandingkan dengan Ciherang (8.1
ton ha-1). Berdasarkan percobaan ini terpilih 32 galur yang diteruskan pada uji
daya hasil pendahuluan (UDHP).
Uji daya hasil pendahuluan terhadap 32 galur dihaploid dan 3 varietas
pembanding mengalami kendala kekeringan di lapangan dimulai dari 8 minggu
setelah tanam sehingga mengakibatkan penurunan pada penampilan agronomi dan
hasil gabah. Rata-rata hasil gabah galur-galur dihaploid pada UDHP sebanding
dengan Ciherang (3.4 ton ha-1). Tiga galur yaitu HS14-15-1-2, HS17-3-1-3 dan
HS17-21-1-5 adalah galur toleran salinitas berdasarkan skor kerusakan daun pada
uji pot di tanah salin (EC = 6.2 dS m-1). Galur-galur dihaploid ini perlu diuji
kembali di lahan optimal dan lahan sub-optimal (lahan salin).
Collections
- DT - Agriculture [748]