Show simple item record

dc.contributor.advisorAstawan, Made
dc.contributor.advisorWresdiyati, Tutik
dc.contributor.authorSuwarno, Maryani
dc.date.accessioned2014-09-01T01:49:54Z
dc.date.available2014-09-01T01:49:54Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/69767
dc.description.abstractTempe merupakan pangan sumber protein yang penting bagi bangsa Indonesia. Sebagai sumber protein yang berasal dari nabati, tahu dan tempe berkontribusi sedikitnya 9.2% dari pola konsumsi protein penduduk Indonesia. Tempe sudah dikenal sejak abad ke-17 dan hingga kini masih diproduksi secara tradisional. Tempe dibuat dari kedelai melalui proses fermentasi menggunakan kapang Rhizopus sp. Umumnya proses pembuatan tempe dari mulai pencucian kedelai hingga akhir proses fermentasi memerlukan waktu sekitar tiga hingga empat hari. Dari total produksi kedelai di dunia, 75% berupa kedelai transgenik. Amerika, Brazil dan Argentina sebagai negara penghasil kedelai terbanyak di dunia (80% dari total produksi dunia) lebih dari 90% petaninya membudidayakan kedelai transgenik. Kebutuhan kedelai untuk konsumsi yang mencapai 2,5-3 juta ton per tahun memaksa Indonesia untuk mengimpor sebanyak 1.95 juta ton per tahun. Sebagian besar kedelai impor berupa kedelai transgenik atau dikenal sebagai Genetically Modified (GM) soybean. Penggunaan kedelai untuk pembuatan tempe mencapai 50% dari total kebutuhan nasional. Kekhawatiran akan pangan yang berasal dari tanaman transgenik mengharuskan pangan yang berasal dari tanaman transgenik diuji keamanannya dan dievaluasi untuk melihat adanya potensi toksisitas dan alergi, komponen gizi atau racun baru, stabilitas gen yang disisipi, serta dampak buruk yang disebabkan oleh proses rekayasa genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi keamanan tempe yang dibuat dari kedelai transgenik, melalui uji subkronis pada tikus jantan Sprague-Dawley. Pengujian toksisitas terhadap tempe dari kedelai transgenik dilakukan mengikuti prinsip pengujian European Food Safety Authority (EFSA, 2011) pada tikus percobaan. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan besar, yaitu pembuatan tempe dan tepung tempe untuk formulasi ransum, pemeliharaan dan perlakuan hewan percobaan, serta analisis darah dan pengamatan histologi. Selama 90 hari, tiga kelompok tikus percobaan (masing-masing terdiri dari tujuh ekor) setiap hari diberikan ransum secara ad libitum yang mengandung tepung tempe dari kedelai trangenik, tepung tempe dari kedelai non-transgenik, dan kasein sebagai kontrol. Pengamatan klinis terhadap seluruh tikus percobaan dilakukan setiap hari untuk melihat adanya keganjilan yang muncul. Sisa ransum ditimbang setiap hari untuk digunakan dalam perhitungan Feed Conversion Efficiency (FCE). Setiap enam hari sekali tikus ditimbang berat badannya. Pada hari ke-90, seluruh tikus percobaan dikorbankan untuk diambil darah dan organnya. Darah diambil dari jantung untuk dianalisis profil hematologi dan serum. Analisis hematologi meliputi pengukuran kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit, trombosit serta hematokrit. Parameter yang dianalisis pada serum meliputi kadar enzim GOT, GPT, glukosa, trigliserida, protein total, albumin, globulin, ureum dan kreatinin. Organ hati dan ginjal ditimbang untuk kemudian dibuat sediaan histologi. Bobot badan tikus, pertambahan bobot badan, FCE, hasil analisis terhadap hematologi dan serum serta bobot organ kemudian diuji secara statistika menggunakan rancangan acak lengkap dan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Tidak ada perbedaaan bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, FCE, serta bobot organ hati dan ginjal antar kelompok tikus percobaan. Analisis hematologi menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada kadar hemoglobin, eritrosit, leukosit, hematokrit dan trombosit antar perlakuan. Hasil analisis serum juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada nilai SGOT, SGPT, protein total, albumin, globulin, glukosa, trigliserida, ureum dan kreatinin antar perlakuan. Pengamatan mikroskopik terhadap sediaan histologi jaringan hati tidak menunjukkan adanya kelainan. Hal ini sesuai dengan analisis serum terhadap SGOT, SGPT, trigliserida, glukosa, protein total, albumin dan globulin yang menunjukkan fungsi hati dalam keadaan baik. Hasil pengamatan pada jaringan ginjal tikus seluruh kelompok perlakuan, juga menunjukkan tidak adanya kerusakan. Hal ini sesuai dengan analisis kadar ureum dan kreatinin serum yang mengindikasikan bahwa fungsi ginjal dalam keadaan baik. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak ada dampak yang merugikan akibat mengonsumsi tempe dari kedelai transgenik. Beberapa penelitian jangka panjang sebelumnya terhadap kedelai transgenik juga menunjukkan bahwa konsumsi kedelai transgenik bersifat aman dan tidak menimbulkan dampak yang merugikan kesehatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsumsi tepung tempe yang berasal dari kedelai transgenik bersifat aman dan tidak merugikan kesehatan.en
dc.language.isoid
dc.titleEvaluasi Keamanan Tepung Tempe dari Kedelai Transgenik Melalui Uji Subkronis Terhadap Tikus Percobaanen
dc.subject.keywordtempeen
dc.subject.keywordkedelai transgeniken
dc.subject.keywordtoksisitasen
dc.subject.keywordsubkronisen
dc.subject.keywordtikus, histologien
dc.subject.keywordhatien
dc.subject.keywordginjalen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record