Risiko Produksi Karet Alam di Kebun Aek Pamienke PT Socfindo, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara
Abstract
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang dapat diandalkan dalam menunjang perekonomian Indonesia. Pentingnya sektor pertanian dapat terlihat jelas sebagai penyedia utama pangan dan penyediaan lapangan pekerjaan sebesar 41.494.941 jiwa atau 38,35 persen terhadap total nilai tenaga kerja. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor andalan sebagai penopang perekonomian pertanian di Indonesia. Peranannya dapat terlihat dalam penerimaan devisa negara pada tahun 2010 melalui kegiatan ekspor perkebunan sebesar US$22 miliar meningkat drastis dibanding tahun 2005 yang hanya US$9 miliar. Salah satu tanaman subsektor perkebunan adalah karet. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar di dunia, tetapi untuk produksi karet alam yang dicapai Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan produksi yang dicapai oleh Thailand dan Malaysia. Walaupun demikian, luas lahan perkebunan karet alam Indonesia terluas dibandingkan Thailand dan Malaysia. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi, seperti risiko produksi alam, hama, atau penyakit. Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang sangat cocok untuk budidaya karet karena memiliki iklim yang basah. Perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan karet di Provinsi Sumatera Utara salah satunya adalah PT Socfin Indonesia (Socfindo). PT Socfindo menghadapi berbagai risiko dalam memproduksi karet alam, salah satunya adalah risiko produksi. Hasil produksi dan produktivitas karet alam yang berfluktuatif menjadi salah satu akibat dari adanya risiko produksi. Produksi dan produktivitas karet alam kebun Aek Pamienke PT Socfindo mengalami fluktuasi mulai dari tahun 2009-2011. Fluktuasi tersebut menunjukkan bahwa adanya target produksi yang tidak terpenuhi sesuai yang diharapkan perusahaan. Hal ini menjadi suatu permasalahan yang dapat diakibatkan oleh beberapa faktor risiko produksi, seperti penggunaan teknologi, curah hujan, hama dan penyakit, sehingga menyebabkan total produksi karet alam setiap tahun mengalami penurunan dengan luas lahan setiap tahun yang tetap. Penanganan yang sangat tepat dibutuhkan untuk dapat mengurangi hal tersebut agar menghasilkan produksi maksimal dengan kualitas atau standar mutu karet alam yang diharapkan oleh perusahaan sesuai permintaan pasar domestik maupun internasional. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji gambaran umum perkebunan Aek Pamienke PT Socfindo, (2) Menganalisis pengaruh faktor-faktor sumber risiko produksi terhadap produksi karet alam PT Socfindo. Penelitian ini dilaksanakan di Perkebunan Aek Pamienke, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Sumatera Utara merupakan salah satu daerah yang sangat cocok dalam budidaya karet. Waktu pengumpulan data dimulai pada bulan Maret 2012 sampai dengan April 2012. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi linier berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square). Uji asumsi klasik pada metode ini telah dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut telah memenuhi semua uji atau tidak. Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah jumlah pohon yang mati, penderes yang melakukan kesalahan, jumlah pohon yang dideres, jumlah blok yang terkena Secondary Leaf Fall (SLF), curah hujan, dan biaya perawatan Brown bast/bark necrosis (BB/BN). Hasil estimasi dari seluruh model yang ada telah cukup baik, sebagaimana terlihat dari nilai koefisien determinasinya (R-squared) adalah 0,58 atau 58 persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebesar 58 persen dapat dijelaskan oleh model, sedangkan 42 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar persamaan. Hasil pendugaan persamaan faktor-faktor sumber risiko produksi menunjukkan tanda positif untuk variabel jumlah pohon yang dideres, curah hujan, dan produksi sebelumnya, yaitu masing-masing sebesar 0,267069; 181,394; dan 0,614157. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah pohon yang dideres dan semakin banyak curah hujan, maka produksi karet alam akan semakin meningkat. Variabel terakhir adalah variabel produksi sebelumnya, artinya semakin banyak produksi karet alam pada bulan sebelumnya, maka produksi karet alam semakin meningkat pada bulan berikutnya, sedangkan variabel jumlah pohon yang mati, jumlah penderes yang melakukan kesalahan, jumlah blok yang terkena SLF, dan biaya perawatan BB/BN menunjukkan tanda negatif, yaitu masing-masing sebesar -1,102137; -2522,678; -3126,435; dan -0,000113. Hal tersebut menjelaskan bahwa semakin banyak jumlah pohon yang mati, jumlah penderes yang melakukan kesalahan, jumlah blok yang terkena SLF, dan biaya perawatan BB/BN, maka produksi karet alam akan semakin meningkat. Berdasarkan hasil dari ketujuh variabel diatas menunjukkan bahwa variabel curah hujan merupakan variabel yang tidak memenuhi hipotesis awal. Selain itu, variabel produksi sebelumnya merupakan variabel yang digunakan untuk menekan autokorelasi yang muncul pada data. Taraf nyata yang digunakan pada penelitian adalah 20 persen. Berdasarkan hasil dari nilai peluang menunjukkan bahwa untuk variabel jumlah penderes yang melakukan kesalahan, jumlah blok yang terkena SLF, curah hujan, dan produksi sebelumnya mempunyai peluang masing-masing sebesar 0,177; 0,0102; 0,1217; dan 0,0001. Maka dari itu, untuk keempat variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam, sedangkan untuk variabel jumlah pohon yang mati, jumlah pohon yang dideres, dan biaya perawatan BB/BN mempunyai peluang masing-masing 0,3275; 0,3364; dan 0,9357 dan ketiga variabel tersebut dinyatakan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi karet alam. Penelitian mengenai risiko produksi ini diharapkan perusahaan dapat melakukan percobaan-percobaan baru dalam penanganan penyakit pada tanaman karet yang bertujuan untuk dapat mengobati secara efektif dan mengefisienkan biaya. Selain itu, untuk dapat mengantisipasi apabila terjadi curah hujan yang tinggi adalah dengan cara melakukan strategi rainguard yang bertujuan menjaga panel deres agar tidak terlalu basah akibat air hujan.
Collections
- UT - Agribusiness [4610]