Show simple item record

dc.contributor.advisorFarmayanti, Narni
dc.contributor.authorPrihatin, Arini
dc.date.accessioned2012-07-16T06:41:26Z
dc.date.available2012-07-16T06:41:26Z
dc.date.issued2012
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/55776
dc.description.abstractKontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) setiap tahunnya mengalami peningkatan. Sayuran sebagai salah satu komoditas hortikultura yang turut memberikan sumbangan pada Produk Domestik Bruto (PDB). Kubis merupakan salah satu dari delapan belas jenis sayuran komersial yang mendapat prioritas dalam pengembangannya. Sumatera Selatan turut memproduksi kubis dan produksi kubis tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2010. Kota Pagar Alam adalah penghasil kubis nomor satu di Sumatera Selatan. Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, merupakan sentra pengembangan kubis di Kota Pagar Alam. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis saluran tataniaga dan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh lembaga-lembaga tataniaga, serta struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi dalam tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam, (2) menganalisis efisiensi setiap saluran tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam. Penelitian dilakukan di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam pada bulan Februari-Maret 2012. Responden petani yang digunakan sebanyak tiga puluh responden dengan metode penarikan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling), sedangkan penarikan responden untuk lembaga-lembaga tataniaga selanjutnya dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling yaitu dengan menelusuri saluran tataniaga kubis yang dominan di daerah penelitian. Penelitian dilakukan dengan menganalisis lembaga dan saluran tataniaga, struktur dan perilaku pasar, margin tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Lembaga-lembaga tataniaga yang terlibat yaitu petani, pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar lokal, pedagang pengumpul pasar luar kota (non-lokal), pedagang pengecer (lokal), dan pedagang pengecer luar kota (non-lokal). Terdapat lima saluran yang terbentuk dalam tataniaga kubis yaitu (1) petani- pedagang pengumpul tingkat desa- pedagang pengumpul pasar lokal- pedagang pengecer (lokal)- konsumen akhir (lokal), (2) petani- pedagang pengumpul tingkat desa - pedagang pengumpul pasar luar kota (non-lokal) - pedagang pengecer luar kota (non-lokal)- konsumen akhir (non-lokal), (3) petani- pedagang pengumpul pasar luar kota (non-lokal) - pedagang pengecer luar kota (non-lokal)- konsumen akhir (non-lokal), (4) petani- pedagang pengecer (lokal)- konsumen akhir (lokal), (5) petani- konsumen akhir (lokal). Saluran tataniaga I dan III merupakan saluran yang banyak digunakan petani. Volume penjualan pada saluran I yaitu 117,4 ton dan pada saluran III yaitu 131,4 ton. Fungsi –fungsi yang dijalankan oleh lembaga – lembaga tataniaga yang terlibat meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Semua lembaga tataniaga tidak menjalankan fungsi penyimpanan dan fungsi sortasi dan grading. Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang pengecer (lokal) dan pedagang pengecer luar kota (non-lokal) sebagai pembeli yaitu pasar persaingan sempurna, sedangkan struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar lokal, dan pedagang pengumpul pasar luar kota (non-lokal) yaitu pasar oligopsoni murni. Struktur pasar yang dihadapi petani sebagai penjual yaitu pasar persaingan sempurna. Pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar lokal, pedagang pengumpul pasar luar kota (non-lokal), pedagang pengecer (lokal) dan pedagang pengecer luar kota (non-lokal) sebagai penjual menghadapi pasar oligopoli murni. Perilaku pasar diketahui dari praktek penjualan dan pembelian, sistem penentuan harga, sistem pembayaran, dan kerjasama antar lembaga tataniaga. Hasil analisis tataniaga menunjukkan bahwa masing- masing lembaga memiliki sebaran margin dan keuntungan yang berbeda-beda sesuai fungsi tataniaga yang dilakukan. Nilai margin tataniaga terbesar terbentuk pada saluran II dan saluran III yaitu 66,67 persen. Pada saluran I dan IV nilai margin tataniaga yaitu 50,00 persen 45,00 persen. Pada saluran V tidak terbentuk margin tataniaga karena petani menjual kubis langsung ke konsumen akhir (lokal). Farmer’s share terbesar diperoleh pada saluran V yaitu 100,00 persen. Saluran II dan saluran III merupakan saluran tataniaga dengan nilai farmer’s share terendah yaitu 33,33 persen. Pada saluran I dan saluran IV nilai farmer’s sharenya masing-masing yaitu 50,00 persen dan 55,00 persen. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang terbesar terdapat pada saluran I yaitu 3,44 dan yang terendah terdapat pada saluran IV yaitu 2,63. Pada saluran II dan saluran III nilai rasio keuntungan terhadap biaya yaitu 2,68 dan 2,74. Volume penjualan terbesar terdapat pada saluran III yaitu 134,4 ton, sedangkan volume penjualan terkecil terdapat pada saluran II yaitu 4,00 ton. Pada saluran I volume penjualan menempati urutan terbesar kedua yaitu 117,4 ton. Volume penjualan pada saluran IV dan saluran V yaitu 16,15 ton dan 40,45 ton. Berdasarkan uraian tersebut maka saluran yang relatif lebih efisien yaitu saluran I dan Saluran III. Saran yang dapat direkomendasikan yaitu lembaga-lembaga tataniaga dapat melalui saluran tataniaga yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan. Namun saluran I dan saluran III merupakan saluran yang relatif lebih efisien bagi petani. Petani yang bukan anggota kelompok tani ada baiknya jika bergabung ke kelompok tani karena kelompok tani merupakan wadah bertukar pikiran terkait masalah on farm (budidaya) sehingga dapat meningkatkan produktivitas kubis yang dibudidayakan. Selain itu, peran serta kelompok tani (Poktan) dan gabungan kelompok tani (Gapoktan) dalam tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan dapat juga dijadikan pertimbangan karena hal tersebut dapat meningkatkan posisi tawar petani kubis. Pemerintah khususnya dinas pertanian Kota Pagar Alam sebagai penanggung jawab harus mendukung dan memfasilitasi keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) agar dapat berperan lebih aktif. Adanya fluktuasi harga dan volume penjualan yang melimpah pada saat panen raya, menuntut adanya industri pengolahan kubis. Sortasi dan grading sebaiknya dilakukan baik oleh petani maupun pedagang untuk meningkatkan pendapatan. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis keterpaduan pasar antara pasar acuan dengan pasar produsen di tingkat petani Kelurahan Agung Lawangan untuk melihat efisiensi dari sisi harga.en
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)en
dc.titleAnalisis Tataniaga Kubis (Studi Kasus: Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan)en


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record