Show simple item record

dc.contributor.advisorDharmawan, Arya Hadi
dc.contributor.authorHalandevi, Nendy Rizka
dc.date.accessioned2012-05-07T03:50:53Z
dc.date.available2012-05-07T03:50:53Z
dc.date.issued2012
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/54430
dc.description.abstractMangrove ecosystem has a very important role in the existence of biological diversity to support the balance of the environtment, both on land and at sea. This natural resource wealth was not able to provide prosperity for the community. As RTH in urban areas in Jakarta, the degradation of mangrove forest could directly affect the coastal communities, because its own characteristic that could not be separated from the use of and access to mangrove resources. This study has two objectives. First, to identify the forms of socialecological interactions among the people of Muara Angke, the private sector, and government in the mangrove forest environtment. Second, to identify the changes arising from the social-ecological interactions Muara Angke community. The research was conducted in the Coastal Area of Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara from November to December 2010. The primary data were obtained through questionnaires to the respondents and indepth interview to the informant, while the secondary obtained from another relevant sources. Respondent were selected using stratified random sampling technique to find 50 respondents. The result showed that the type of socialecological interaction occur in a associative and dissociative patterns differentiated by the actors involved. There’s conlict between communities and private sector (PIK). Private sector had a greater authority to use natural resources than the communities. However, the remains associative form of relationship among communities and the government of mangrove forest related to the concept of local wisdom to protect the coastal ecosystem. The effect is the changes in the quality of carrying capacity such as the intensity of flood, wildlife disturbance to residential areas and declining catches of the fisherman as the systemic impact of a series community interaction. Especially in the upstream an downstream of Kali Angke. These conditions prove the hypothesis that “socialecological interactions had an impact on the coastal environtment of Muara Angke”, these changes lead to ecological crisis at the sites.en
dc.description.abstractSalah satu kekayaan hayati yang terdapat di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Sering kali, ia disebut dengan hutan payau atau hutan bakau. Namun, hutan mangrove memiliki sedikit perbedaan dengan hutan bakau, bahwa istilah bakau hendaknya digunakan hanya untuk jenis-jenis tumbuhan tertentu saja yaitu dari marga Rhizopora, sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas ini (Nontji, 2005). Ekosistem mangrove ini memiliki peranan yang sangat penting dalam keberadaan keanekaragaman hayati (biodiversity) guna menunjang keseimbangan lingkungan hidup baik di darat maupun di laut. Kekayaan sumberdaya alam ini ternyata belum mampu memberi kemakmuran bagi masyarakat. Terkait dengan karakteristik masyarakat pesisir yang tidak pernah terlepas dari penggunaan dan akses akan sumberdaya mangrove, maka degradasi sumberdaya alam hutan mangrove tampak pada ekosistem bakau sebagai area ruang terbuka hijau perkotaan di Jakarta. Kawasan ini dikelilingi oleh jalan raya, gedung dan pemukiman penduduk yang rapat dan kumuh. Pohon bakau (Rhizophora sp) yang mencirikan kawasan ini hanya tersisa di bagian selatan disekitar pos Polisi Hutan dan sepanjang tepian sungai. Namun demikian mengingat lokasinya yang memiliki aksesibilitas yang sangat tinggi dan berinteraksi langsung dengan masyarakat, maka resiko pencurian satwa sangat tinggi. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini memiliki dua tujuan. Pertama, mengidentifikasi bentuk interaksi sosial-ekologis yang terbangun antara masyarakat Muara Angke dengan swasta dan pemerintah di lingkungan hutan mangrove. Kedua, mengidentifikasi perubahan yang ditimbulkan dari interaksi sosial-ekologis masyarakat Muara Angke. Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Pesisir Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara sejak bulan November-Desember 2010. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada responden dan wawancara mendalam kepada informan, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Responden penelitian dipilih dengan menggunakan teknik stratified random sampling dengan memilih reponden sebanyak 50 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk interaksi (hubungan) sosialekologi terjadi pada pola asosiatif dan disosiatif yang dibedakan berdasarkan pihak yang terlibat. Adapun pihak yang terlibat adalah interaksi sosial-ekologi sesama masyarakat, masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan swasta, serta masyarakat dengan alam sekitarnya (khususnya hutan mangrove). Hubungan v sosial-ekologi yang cenderung mencolok adalah bentuk hubungan disosiatif antara masyarakat dengan swasta yang memiliki kewenangan lebih besar akan pemanfaatan sumberdaya alam. Namun, masih terjadi bentuk hubungan yang asosiatif antara masyarakat dengan pemerintah terkait hutan mangrove dengan konsep kearifan lokal untuk menjaga ekosistem pesisir. Sekecil apapun interaksi antara semama manusia dan manusia kepada alam akan membawa konsekuensi perubahan lingkungan yang menyertainya. Hutan mangrove di Muara Angke merupakan satu-satunya kawasan hutan di pesisir Jakarta yang masih tersisa dari derasnya arus pembangunan. Pengelolaaan dan pemanfaatan hutan mangrove juga tidak terlepas dari kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Angke yang ikut mengairi hutan. Pengaruh yang bisa dilihat adalah dari perubahan kualitas daya dukung lingkungan seperti intensitas terjadinya banjr, gangguan satwa ke pemukiman penduduk, hungga menurunnya hasil tangkapan nelayan sebagai dampak sistemik dari rangkaian interaksi masyarakat dari hulu dan khususnya di hilir. Kondisi ini membuktikan hipotesis penelitian bahwa “interaksi sosial-ekologi membawa pengaruh pada lingkungan pesisir Muara Angke”, perubahan ini mengarah pada krisis ekologi di lokasi penelitian. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setiap aktivitas manusia yang terangkum dalam hubungan (interaksi) baik yang bersifat asosiatif dan disosiatif terkait dengan sumberdaya hutan mangrove, membawa perubahan lingkungan yang cenderung merugikan akibat tekanan pembangunan dan kebutuhan manusia. Interaksi sosial-ekologi yang disosiatif justru membawa kerugian jangka panjang bagi lingkungan dan hanya menguntungkan bagi pihak yang mengeksploitasi.
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)en
dc.subjectSocial-ecological interactionsen
dc.subjectassociative interactionen
dc.subjectdissociative interactionen
dc.subjectconflicten
dc.subjectinteractions impacten
dc.subjectecological crisisen
dc.titleAnalisis Dinamika Hubungan Sosial-Ekologi di Hutan Mangrove (Studi Kasus: Masyarakat Pesisir Muara Angke, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara)en


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record