Pendugaan Prevalensi Kekurangan Zat Besi Menggunakan Metode Interpolasi Kriging
Date
2025Author
Mutiah, Siti
Aidi, Muhammad Nur
Saefuddin, Asep
Ernawati, Fitrah
Metadata
Show full item recordAbstract
Statistika spasial merupakan cabang ilmu statistik yang berfokus pada pemodelan
dan analisis data yang memiliki unsur lokasi geografis. Dalam bidang kesehatan
masyarakat, statistika spasial memungkinkan analisis dan pendugaan pada lokasi yang
tidak memiliki data pengamatan langsung, dengan bantuan teknik interpolasi spasial. Salah
satu metode yang banyak digunakan untuk tujuan ini adalah Kriging, yang memanfaatkan
autokorelasi spasial antar titik data untuk melakukan pendugaan yang optimal. Penelitian
ini memanfaatkan metode Ordinary Kriging dan Cokriging untuk menduga prevalensi
kekurangan zat besi di Indonesia berdasarkan data simulasi dan data empiris. Penelitian ini
bertujuan untuk: (1) melakukan simulasi metode interpolasi kriging dengan berdasarkan
jumlah sampel dan tingkatan korelasi, (2) m e l akukan pendugaan prevalensi kekurangan zat
besi pada wilayah kabupaten/kota tak tersampel di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi berdasarkan metode terbaik pada tujuan pertama, serta (3) m e l akukan kl asifikasi
hasil pendugaan sesuai kategori tingkat keparahan berdasarkan standar WHO.
Data simulasi dibangkitkan dengan 12 skenario, dan performa masing-masing
metode dievaluasi berdasarkan nilai RMSE dan koefisien determinasi (R²). Data simulasi
menunjukkan bahwa secara umum Cokriging menghasilkan dugaan yang lebih akurat
dibandingkan Ordinary Kriging, ditunjukkan oleh nilai RMSE terendah sebesar 1,0 4 dan
koefisien determinasi (R²) tertinggi sebesar 0, 945. Secara statistik, ini mengindikasikan
bahwa Cokriging memiliki kesalahan pendugaan yang lebih kecil dan mampu menjelaskan
variabilitas data dengan lebih baik.
Metode terbaik dari hasil simulasi kemudian diterapkan pada data empiris yang
diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Data tersebut mencakup kadar
ferritin dan C-Reactive Protein dari 15.045 individu yang tersebar di 154 kabupaten/kota
di Indonesia. Hasil analisis empiris menunjukkan adanya hubungan positif yang kuat antara
kadar ferritin dan CRP di Indonesia. Pendugaan dilakukan pada wilayah tak tersampel
menggunakan pendekatan spasial, dengan validasi model dilakukan melalui L eave One Out
Cross Validation (LOOCV). Model terbaik di tiap pulau ditunjukkan oleh nilai ME, MSE,
dan RMSE yang rendah: Sumatra (0,074 ; 0 , 0087; 0,094), Jawa (0,074; 0, 008 2 ; 0,09 1 ),
Kalimantan (0,059; 0 ,0062 ; 0 ,079 ), dan Sulawesi (0,10 4 ; 0 ,011; 0,0 74 ).
Berdasarkan kategori anemia kekurangan zat besi Kota Pare-Pare masuk kategori
keparahan tinggi (40%), namun tingginya prevalensi di wilayah ini perlu dicermati lebih
lanjut karena kemungkinan disebabkan oleh jumlah sampel yang sangat sedikit . Sebanyak
1 32 kabupaten/kota kategori sedang (20 –39,9%) seperti Kabupaten Tapanuli Tengah
(33,33%), 2 74 kabupaten/kota masuk kategori ringan (5 –19,9%) seperti Kabupaten M ua r a
Enim (19 ,89 %) , dan hanya dua wilayah yakni Kabupaten Batang (1 ,3 3%) dan Minahasa
Selatan (2 , 5%) masuk kategori tidak bermasalah (<4,9%). Penelitian ini diharapkan dapat
menjadi masukan bagi perencana kebijakan untuk menetapkan prioritas intervensi di
wilayah dengan prevalensi kekurangan zat besi yang lebih tinggi.
