Show simple item record

dc.contributor.advisorAsnawi, Yudha Heryawan
dc.contributor.advisorSaptono, Imam Teguh
dc.contributor.authorSulistya, Danang Wicaksana
dc.date.accessioned2025-08-06T04:38:12Z
dc.date.available2025-08-06T04:38:12Z
dc.date.issued2025
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/166792
dc.description.abstractIndonesia merupakan negara dengan potensi besar dalam pengembangan peternakan kambing dan domba (doka), baik dari sisi sumber daya alam maupun kebutuhan konsumen yang terus meningkat. Ketersediaan lahan, iklim tropis yang mendukung, serta permintaan domestik dan ekspor yang tinggi menjadikan sektor ini strategis untuk dikembangkan. Namun demikian, hingga saat ini produktivitas dan populasi ternak kambing dan domba di Indonesia belum sepenuhnya mencerminkan potensi tersebut. Salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya model bisnis peternakan yang dijalankan oleh pelaku usaha, khususnya dalam hal integrasi dari hulu ke hilir. Penelitian ini mengangkat studi kasus MT Farm, sebuah usaha peternakan di Kabupaten Bogor yang telah menjalankan model bisnis terintegrasi. MT Farm menjadi representasi peternakan rakyat skala kecil hingga menengah yang berupaya mengelola seluruh rantai nilai peternakan secara langsung—mulai dari penyediaan bibit, pakan, pemeliharaan, pengolahan hasil, hingga pemasaran dan distribusi produk. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik model bisnis MT Farm saat ini, menilai kesesuaiannya dengan arah kebijakan nasional seperti Grand Desain Pengembangan Kambing dan Domba 2045 serta Keputusan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH), merancang pembaruan model bisnis yang lebih adaptif, serta menentukan strategi implementasi yang dapat diterapkan secara bertahap. Metode penelitian yang digunakan bersifat deskriptif-kualitatif dengan pendekatan abduktif. Data dikumpulkan melalui survei dengan purposive sampling, wawancara mendalam, observasi langsung, serta studi dokumen. Teknik analisis yang digunakan meliputi Business Model Canvas (BMC), Importance-Performance Analysis (IPA), Power-Interest Matrix, SWOT berbasis IPA, serta Analytical Hierarchy Process (AHP). Kerangka pemikiran dibangun dengan menyesuaikan aspek-aspek strategis yang terdapat dalam kebijakan nasional, lalu dikaji berdasarkan kondisi MT Farm untuk merumuskan rancangan yang kontekstual dan realistis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MT Farm telah menjalankan model bisnis yang cukup kuat dalam beberapa aspek. Kelebihan utama terletak pada diversifikasi produk, efisiensi operasional harian, serta strategi pemasaran langsung ke konsumen akhir. Perusahaan ini juga memanfaatkan berbagai saluran distribusi seperti penjualan langsung, marketplace, dan kerja sama program wakaf ternak. Selain itu, MT Farm telah memiliki standar manajemen internal yang mendukung keberlangsungan kegiatan peternakan, seperti pencatatan produksi, manajemen kandang, serta sistem penggemukan yang berbasis siklus rotasi. Meski demikian, hasil analisis IPA menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan antara harapan pemangku kepentingan dan performa yang dirasakan, terutama dalam aspek produktivitas, logistik, teknologi, dan regulasi. Atribut-atribut seperti penyediaan pakan dan lahan berkualitas, perencanaan produksi yang akurat, penguatan kelembagaan peternak, serta pengolahan limbah dan hasil samping menunjukkan performa yang belum sesuai harapan. Hal ini berarti, meskipun dianggap penting oleh para responden, atribut-atribut tersebut belum dilaksanakan secara optimal oleh MT Farm. Analisis SWOT berbasis IPA memperkuat temuan tersebut dengan mengidentifikasi tujuh atribut yang menjadi tantangan utama dalam pengembangan model bisnis MT Farm ke depan. Di antaranya adalah penguatan tatalaksana budidaya, penyediaan lahan dan pakan, pameran dan promosi global, penanganan kesehatan dan reproduksi, serta perizinan usaha. Aspek-aspek ini dinilai tidak hanya sebagai kelemahan, namun sekaligus sebagai peluang strategis untuk ditingkatkan melalui kolaborasi dengan lembaga pemerintah, koperasi peternak, serta institusi riset dan pendidikan. Dalam analisis AHP, atribut dengan bobot tertinggi adalah penguatan tatalaksana budidaya. Temuan ini menegaskan bahwa perbaikan pada aspek produksi hulu menjadi prioritas utama dalam rangka meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan usaha. Penelitian juga menemukan bahwa faktor-faktor seperti ketersediaan input produksi yang stabil, kapasitas organisasi, dan dukungan regulasi sangat menentukan keberhasilan model bisnis terintegrasi. Oleh karena itu, diperlukan pembaruan model bisnis yang mampu mengintegrasikan kembali seluruh aspek penting tersebut ke dalam satu kerangka kerja yang terukur. Sebagai tindak lanjut dari temuan ini, disusunlah rancangan Business Model Canvas terbaru untuk MT Farm. Dalam rancangan ini, ditambahkan beberapa komponen penting yang belum optimal dijalankan sebelumnya, seperti kemitraan strategis dengan lembaga penelitian, pengembangan sistem digital pencatatan budidaya, dan penyesuaian perencanaan produksi dengan tren permintaan pasar. Selain itu, kegiatan pelatihan bagi peternak mitra, penguatan kapasitas kelembagaan, serta pemanfaatan teknologi untuk pemantauan kesehatan ternak juga menjadi bagian dari strategi penguatan model bisnis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk memperkuat posisi MT Farm sebagai unit usaha peternakan rakyat yang berdaya saing, perlu dilakukan pembaruan model bisnis secara bertahap dengan fokus pada aspek hulu yang menjadi fondasi keberhasilan produksi. Integrasi kebijakan nasional, kebutuhan pasar, dan kesiapan internal perusahaan harus menjadi acuan utama dalam menyusun strategi pengembangan. Ke depan, model bisnis yang dijalankan MT Farm diharapkan dapat menjadi referensi bagi peternakan sejenis di Indonesia dalam menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan pangan hewani nasional sekaligus meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak lokal.
dc.description.abstractIndonesia holds significant potential for the development of goat and sheep (doka) farming, both in terms of its natural resources and the increasing demand from domestic and export markets. The availability of land, a favorable tropical climate, and rising consumer needs position this sector as strategically important for national agricultural development. However, the actual productivity and population of goats and sheep in Indonesia remain far below their potential. One of the contributing factors is the suboptimal implementation of integrated business models among livestock enterprises, especially in linking upstream and downstream activities. This research highlights a case study of MT Farm, a livestock enterprise located in Bogor Regency, which implements an integrated business model. MT Farm represents small to medium-scale community-based farming, managing the entire value chain—from breeding stock and feed provision, animal husbandry, and product processing to marketing and distribution. The objectives of this study are to analyze the characteristics of MT Farm's current business model, assess its alignment with national policies such as the 2045 Grand Design for Goat and Sheep Development and the Decree of the Directorate General of Livestock and Animal Health (PKH), develop an improved and more adaptive business model, and determine a feasible implementation strategy. The research applies a descriptive qualitative method with an abductive analytical approach. Data were collected through purposive sampling surveys, in-depth interviews, direct observation, and document analysis. Analytical tools used include the Business Model Canvas (BMC), Importance-Performance Analysis (IPA), Power-Interest Matrix, IPA-based SWOT analysis, and the Analytical Hierarchy Process (AHP). The conceptual framework integrates strategic elements from national policy, which are then contextualized based on the operational conditions of MT Farm to generate realistic and applicable design improvements. Findings indicate that MT Farm has implemented a relatively strong business model in several areas. Key strengths include product diversification, daily operational efficiency, and a direct-to-consumer marketing strategy. The company also leverages various distribution channels such as direct sales, e-commerce platforms, and livestock endowment (wakaf) programs. Furthermore, MT Farm maintains internal management standards that support continuity, including production recordkeeping, structured housing management, and a rotational fattening system. Nevertheless, the IPA results reveal a gap between stakeholder expectations and the perceived performance, particularly in areas such as productivity, logistics, technology, and regulatory support. Attributes like the provision of quality feed and land, accurate production planning, institutional strengthening, and waste/by-product processing show performance levels that do not yet meet stakeholder expectations. These findings suggest that although these attributes are considered important, they have not been adequately addressed by MT Farm. The IPA-based SWOT analysis reinforces these results by identifying seven key attributes as major challenges for future business development at MT Farm. These include improved livestock management practices, access to quality land and feed, global promotion and exhibition participation, health and reproductive handling, and licensing processes. These areas are not only current weaknesses but also represent strategic opportunities for enhancement through partnerships with government agencies, farmer cooperatives, and research and academic institutions. In the AHP analysis, the highest priority attribute is the enhancement of livestock management practices. This finding underlines the urgency of improving upstream production processes as a foundation for increased efficiency and long-term sustainability. The study also finds that factors such as the availability of stable production inputs, organizational capacity, and regulatory support play a critical role in the success of an integrated business model. Hence, an updated model is required—one that reintegrates these critical elements into a measurable and cohesive framework. As a follow-up to these findings, a revised Business Model Canvas was developed for MT Farm. This updated model introduces several new components that were previously underutilized, including strategic partnerships with research institutions, the development of digital livestock recording systems, and the alignment of production planning with market demand trends. Other additions include training programs for partner farmers, institutional capacity building, and the application of technologies for animal health monitoring as part of a broader strategy to reinforce the business model. In conclusion, this study suggests that to strengthen MT Farm’s position as a competitive community-based livestock enterprise, a gradual refinement of its business model is necessary, with a strong focus on upstream operations as the backbone of production success. The integration of national policy directions, market needs, and the company’s internal readiness must be prioritized when formulating development strategies. In the future, MT Farm’s business model may serve as a reference for similar livestock ventures across Indonesia in meeting national animal protein needs while simultaneously improving the livelihoods and welfare of local farmers.
dc.description.sponsorship
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titlePerancangan Bisnis Kambing dan Domba Model Integrasiid
dc.title.alternativeDevelopment of an Integrated Business Model for Goat and Sheep Farmin
dc.typeTesis
dc.subject.keywordanalytical hierarchy processid
dc.subject.keywordbusiness model canvasid
dc.subject.keywordImportance-Performance Analysisid
dc.subject.keywordIPA-based SWOTid
dc.subject.keywordModel Bisnis Terintegrasiid
dc.subject.keywordPeternakan Kambing dan Dombaid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record