Show simple item record

dc.contributor.advisorKirbrandoko
dc.contributor.advisorDaryanto, Arief
dc.contributor.authorHarun, A. Erwin D
dc.date.accessioned2024-12-05T06:28:32Z
dc.date.available2024-12-05T06:28:32Z
dc.date.issued2004
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/159729
dc.description.abstractPT. BASF Indonesia (PTBI) adalah salah satu perusahaan kimia di Indonesia yang merupakan salah satu anak cabang perusahaan global dan transnasional BASF AG. BASF Indonesia memiliki beberapa divisi yang memproduksi berbagai macam produk. Salah satu divisi yang memproduksi bahan dispersi atau lateks sintetik adalah Divisi Functional Polymer (Divisi ED). Di dalam Divisi ED memiliki 5 SBU (Strategic Business Unit) yang melayani beberapa jenis industri yang berbeda. SBU EDS memproduksi bahan baku untuk pembuatan kertas, SBU EDC memproduksi bahan baku untuk industri konstruksi kimia, sedangkan SBU EDA khusus memproduksi bahan baku pembuatan cat tembok, SBU EDK untuk bahan perekat khusus dan yang terakhir adalah SBU EDT untuk industri karpet. Setelah krisis moneter pada tahun 1998 telah terjadi perkembangan usaha yang cukup positif. Hal ini terlihat dengan perkembangan penjualan yang meningkat selama 5 tahun hingga tahun 2002 dengan rata-rata sebesar 6 persen per tahun. Selain itu dari data-data eksternal baik primer maupun sekunder yang dikumpulkan menunjukkan peningkatan hampir di semua sektor industri yang dilayani oleh unit bisnis dalam divisi Functional Polymer (ED). Dalam industri kertas yang dilayani oleh SBU EDS telah terjadi peningkatan kapasitas produksi sebesar 2 persen per tahun. Ditambah dengan kenyataan yang ada bahwa tingkat konsumsi kertas di Indonesia masih relatif sangat rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga Singapura dan Amerika Serikat. Sektor industri konstruksi yang merupakan pasar yang dilayani oleh SBU EDC dan EDA menunjukKan peningkatan yang signifikan. Bahkan diprediksi dalam kurun waktu 2-3 tahun kedepan pertumbuhan industrinya sekitar 10 persen per tahun. Meskipun begitu ada juga segmen pasar karpet yang merupakan bidang unit bisnis dari EDT mengalami penurunan sebesar 10 persen. Melihat kenyataan dinamika bisnis yang berbeda maka manajemen di tingkat bisnis perlu membuat strategi yang tepat untuk menghadapi perkembangan usaha di masa depan. Apalagi perusahaan telah memutuskan untuk meningkatkan kapasitas produksinya hampir 2 kali lipat lebih besar dari yang ada sekarang. Selain itu peta persaingan dari perusahaan yang sejenis menunjukkan telah terjadi kompetisi yang berbeda dari masing-masing SBU karena setiap perusahaan memiliki produk unggulan dan tingkat kompetensi yang berbeda-beda. Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalahnya adalah faktor-faktor internal dan eksternal apa saja yang dapat mempengaruhi aktifitas usaha, dengan menggunakan matriks BCG dan GE bagaimana kondisi dari setiap SBU yang ada di dalam divisi ED, berdasarkan posisinya sekarang strategi dan program implementasi bagaimana yang tepat untuk setiap SBU untuk meningkatkan keuntungan perusahaan, agar dapat mengevaluasi tingkat kesuksesan suatu strategi maka parameter apa saja yang dapat diukur dalam program implementasi di setiap SBU. Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut maka tesis ini disusun dengan tujuan-tujuan sebagai berikut mengidentifikasi dan menganalisis lingkungan faktor eksternal dan internal semua SBU dan dari faktor eksternal dan internal tersebut dilakukan analisis portofolio bisnis dengan matriks BCG (Boston Consulting Group) dan matrik GE (General Electric). Dari hasil analisis maka dapat disusun strategi dan program implementasi untuk setiap SBU yang sesuai dengan posisinya saat ini dan masa depan. Untuk dapat mengevaluasi kesuksesan strategi dan program tersebut maka perlu ditentukan pula parameter keberhasilannya. Parameter-parameter keberhasilan tersebut dapat menjadi acuan apakah divisi ED ini berjalan kearah yang benar yaitu sesuai dengan visi, misi dan strategi global perusahaan. Ruang lingkup pembahasan dalam tesis ini adalah 5 SBU dalam divisi Functional Polymer di PTBI dan analisis usaha hanya dilakukan dalam pasar Indonesia saja. Hasil tesis ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan masukan untuk pihak manajemen di tingkat divisi untuk menyusun strategi setiap SBU-nya. Selain itu diharapkan dapat sebagai bahan diskusi di kalangan akademik khususnya di MMA IPB. Metodologi yang digunakan dalam tesis ini adalah metode deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil pengamatan langsung dan diskusi dengan pihak yang kompeten. Data sekunder bersumber dari laporan penjualan dan survey pasar sejak tahun 1998 hingga tahun 2002, literatur ilmiah dan pustaka lainnya. Sedangkan responden yang digunakan berasal dari kalangan internal dengan pengalaman minimal 3 tahun di bidangnya dari level menengah atau supervisor. BASF (Badische Anilin und Soda Fabrik) adalah perusahaan kimia global transnasional yang berpusat di kota Ludwigshafen Jerman. Berdiri sejak tahun 1865 oleh Frederich Engelhorn dan hingga saat ini telah memproduksi bahan kimia dari hulu hingga hilir sebanyak 8000 buah jenis. Secara global BASF memiliki Visi dan Misi serta strategi hingga tahun 2010. Sekitar 25 tahun yang lalu masuk ke Indonesia melalui bendera PTBI dan mendirikan pabrik yang memproduksi bahan kimia pewarna, dispersi/lateks sintetik, aditif serta kaset audio. Tetapi karena perubahan strategi global maka pada tahun 1996 usaha kaset audio ditutup dan dijual ke perusahaan dari Korea. Untuk pemasaran di bagi dalam 4 area regional yaitu Eropa, Amerika Utara, Amerika Selatan dan Asia Pasifik – Afrika. Sedangkan untuk industri yang dilayani di bagi dalam 5 segmen yaitu kimia umum, kesehatan dan nutrisi, minyak dan gas, plastik dan serat dan zat pewarna dan produk akhir. PTBI termasuk dalam regional Asia pasifik-Afrika dalam kelompok Asia Tenggara. Di dalam PTBI memiliki divisi Agrochemical, divisi pigment dan bahan aditif, divisi kimia umum dan plastik serta divisi dispersi (ED). Dalam pengembangan usahanya divisi ED memiliki beberapa pesaing yaitu Eternal Buana, Dow, Rhodia, Rhom & Haas, Clariant dan perusahaan lokal lainnya. Dari hasil analisis dengan menggunakan matriks BCG didapatkan bahwa SBU EDC merupakan pemimpin pasar di pasar yang sedang tumbuh sehingga terletak di kuadran bintang, EDS memiliki posisi sebagai pemimpin pasar di pasar yang telah relatif stagnan berarti terletak di kuadran sapi perah (cash cow), sedangkan SBU EDA dan EDK terletak di kuadran tanda tanya atau merupakan pengikut pasar di pasar yang relatif berkembang. Sementara SBU EDT di posisi pengikut pasar di pasar yang telah turun atau di kuadran anjing. Dengan metode paired-comparison pada kuesioner didapatkan hasil bahwa setiap SBU memiliki bobot yang berbeda pada unsur-unsur yang mempengaruhi faktor internal dan eksternalnya. Dari hasil analisis dengan menggunakan matriks GE bahwa EDC terletak di kuadran I yang memiliki daya tarik industri yang tinggi dan kekuatan bisnis yang tinggi. SBU EDS terletak di kuadran II dengan daya tarik industri yang menengah dan kekuatan bisnis yang tinggi. SBU EDT terletak di kuadran VI yang memiliki daya tarik industri yang rendah dengan kekuatan usaha yang menengah. Dari ke dua hasil analisis tersebut maka dapat direkomendasikan strategi-strategi yang tepat untuk masing-masing SBU. Strategi yang tepat untuk EDS adalah Hold and Maintain dengan secara selektif berinvestasi. Program implementasinya adalah program mempertahankan pelanggan, efisiensi proses produksi serta pengembangan produk. Parameter yang perlu diukur adalah besarnya pangsa pasar, biaya produksi serta produk baru yang memiliki relatif keuntungan yang lebih besar dari produk yang ada sekarang. Strategi yang tepat untuk EDC adalah secara intensif berinvestasi dengan program penetrasi pasar, pengembangan pasar serta pengembangan produk baru. Parameter yang diukur adalah pangsa pasar serta jumlah pelanggan, peningkatan penjualan produk untuk segmen pasar yang berbeda. Strategi untuk EDA adalah secara selektif melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk baru. Parameter yang perlu diukur adalah pangsa pasar, jumlah pelanggan baru serta penjualan produk baru. Demikian pula dengan EDK strategi yang tepat adalah secara selektif melakukan penetrasi pasar dan pengembangan produk baru. Sedangkan parameter yang diukur adalah pangsa pasar dan penjualan produk baru. EDT memiliki strategi yang berbeda yaitu divestasi dan efisiensi sehingga penurunan biaya operasional serta COGS produk-produknya. Dari stategi-strategi di atas dapat disimpulkan adalah alokasi sumberdaya diutamakan untuk EDC sedangkan keuntungan dari EDS dapat dialokasikan untuk pengembangan usaha EDA dan EDK. Beberapa saran yang dapat diusulkan adalah perlu dilakukan analisis lebih dalam untuk portofolio pelanggan dan potensial pelanggan dari setiap SBU sehingga strategi serta program yang akan diimplementasi dapat lebih fokus serta efisien. Pengembangan strategi kepuasan pelanggan khususnya untuk SBU EDS serta EDA sudah perlu dipikirkan. Survey harapan para pelanggan dan penyusunan standar pelayanan untuk mendukung proses value-chain pelanggan perlu disiapkan. Diharapkan strategi ini dapat meningkatkan keuntungan jangka panjang perusahaan.
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcManajemen Strategiid
dc.titleAnalisis Portofolio Bisnis Pt. Basf Indonesia Divisi Functional Polymerid
dc.subject.keywordStrategic Businessid
dc.subject.keywordPortofolioid
dc.subject.keywordFaktor Internal/Eksternal Key Success Factorid
dc.subject.keywordStrategi Parameterid
dc.subject.keywordPangsa Pasarid
dc.subject.keywordMatriks Bcg Matriks Geid
dc.subject.keywordStrategic Business Unitid
dc.subject.keywordPortofolioid
dc.subject.keywordFaktor Internal/Eksternal Key success factorid
dc.subject.keywordStrategiid
dc.subject.keywordParameterid
dc.subject.keywordPangsa Pasarid
dc.subject.keywordMatriks BCGid
dc.subject.keywordMatriks GEid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record