Strategi Pengembangan Paludikultur di Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah
Date
2024Author
Fauzan, Ilham Muhammad
Boer, Rizaldi
Wijayanto, Nurheni
Metadata
Show full item recordAbstract
Paludikultur adalah strategi pemanfaatan lahan alternatif yang bertujuan
mengurangi emisi gas rumah kaca secara signifikan melalui pembasahan lahan
gambut. Perlu pengembangan paludikultur khususnya di Kabupaten Pulang Pisau.
Tujuan penelitian ini adalah mendelineasi kemampuan lahan di Desa Tumbang
Nusa dan Desa Pilang, dan merumuskan strategi pengembangan paludikultur di
Desa Tumbang Nusa dan Desa Pilang Kabupaten Pulang Pisau. Tahapan penelitian
diawali dengan studi lapangan, antara lain wawancara dengan pemangku
kepentingan dan praktisi paludikultur di dua desa (Desa Pilang dan Tumbang
Nusa). Metode analisis yang digunakan adalah overlay, matching, kombinasi teknik
SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) dan Analytical Hierarchy
Process (AHP) untuk menentukan prioritas strategi.
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa terdapat tiga kelas kemampuan lahan di
Desa Tumbang Nusa dan Desa Pilang yaitu kemampuan lahan kelas III, IV dan VI.
Kelas kemampuan lahan dominan yaitu pada kelas kemampuan lahan VI dengan
luasan 28.264,57 Ha atau 53,61% dari luas kedua desa penelitian. Hasil perhitungan
faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman)
menghasilkan koordinat pada diagram kartesius sebesar (0,25; -0,04). Koordinat ini
berada di kuadran II, mewakili strategi yang memanfaatkan kekuatan dan
meminimalkan ancaman. Strategi yang dirumuskan antara lain: (1) Penyesuaian
kondisi lahan (0,6491), (2) Penerapan teknologi terbarukan (0,1713), (3) Perluasan
pendanaan dan optimalisasi pemasaran produk (0,1328), dan (4) Pelatihan dan
pengembangan masyarakat (0,0468). Paludiculture is Paludiculture is the productive land use of wet and rewetted
peatlands that preserves the peat soil and thereby minimizes CO2 emissions and
subsidence. This highlights the need for paludiculture development, particularly in
Pulang Pisau District. The objective of this research is to delineate land capabilities
in Tumbang Nusa and Pilang Villages, and formulate paludiculture development
strategies in these areas. The research began with field studies, including interviews
with stakeholders and paludiculture practitioners in both villages. The analytical
methods employed included overlay, matching, SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats) analysis, and Analytical Hierarchy Process (AHP) to
prioritize strategies.
Spatial analysis results indicated three land capability classes in Tumbang Nusa and
Pilang Villages: classes III, IV, and VI. Class VI was the dominant land capability
class, covering 28,264.57 hectares or 53.61% of the total area of both research
villages. Internal (strengths and weaknesses) and external (opportunities and
threats) factor calculations resulted in coordinates on a Cartesian diagram of (0.25,
-0.04), placing it in Quadrant II, representing strategies that capitalize on strengths
and minimize threats. Formulated strategies included: (1) land condition adaptation
(0.6491), (2) application of renewable technology (0.1713), (3) expansion of
funding and optimization of product marketing (0.1328), and (4) community
training and development (0.0468).