Analisis Peluang Pasar Serta Implikasinya Pada Strategi Pemasaran dan Pengembangan Industri Pengolahan Kakao Indonesia
Abstract
Tanaman kakao merupakan salah satu andalan dalam pembangunan sub-sektor perkebunan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani serta peningkatan ekspor, karena tanaman kakao mudah dibudidayakan, diolah dan dipasarkan hasilnya, serta mempunyai harga yang baik. Total luas areal pertanaman kakao pada tahun 1995 tercatat 602.408 ha dengan produksi 304.866 ton. 71,2 % merupakan perkebunan rakyat dengan pangsa produksi 76,1%.
Saat ini Indonesia dikenal sebagai negara penghasil biji kakao kering no. 3 di dunia, dengan jumlah ekspor biji kakao kering sebesar 234.174 ton atau sekitar 78% dari total produksi. Dalam perdagangan kakao dunia, sebagian besar biji kakao kering produksi Indonesia dikenal sebagai biji kakao bermutu rendah, karena tidak difermentasi dengan baik atau bahkan tanpa fermentasi, sehingga selalu mendapat potongan harga dalam perdagangan internasional.
Jumlah biji kakao kering yang diolah didalam negeri tahun 1995 baru mencapai 65.000 ton atau sekitar 27,8%, dan pertumbuhan industri pengolahan biji kakao kering yang menghasilkan mentega kakao, bubuk kakao dan pasta kakao ini jauh tertinggal dari beberapa negara penghasil utama biji kakao lainnya, misalnya Malaysia, Brazil dan Pantai Gading yang pengolahannya masing-masing telah mencapai lebih dari 100.000 ton per tahun.
B
Untuk mendorong peningkatan dan pengembangan industri pengolahan kakao di Indonesia dirasa perlu untuk mengetahui peluang pasar biji kakao dan produk olahannya, khususnya mentega kakao, bubuk kakao dan pasta kakao, serta mengidentifikasi potensi lokasi penempatan perusahaan pengolahan biji kakao kering yang dapat menjamin ketersediaan bahan baku. Hal tersebut dimaksudkan untuk dapat menyusun rekomendasi strategi pemasaran dan pengembangan industri pengolahan biji kakao kering di Indonesia
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari ICCO, Ditjen. Perkebunan, BPS, BKPM, Askindo dan sumber-sumber lain, serta data primer dari pihak industri, pengambil kebijaksanaan serta petani kakao. Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif menggunakan teknik peramalan dan regresi.
Pada tahun 2000/2001, diperkirakan produksi biji kakao kering Indonesia akan meningkat sebanyak 140.000 ton, menjadi sekitar 440.000 ton dan akan menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil biji kakao kering no. 2 di dunia. Pada tahun 2000/2001, produksi biji kakao kering dunia diperkirakan hanya akan meningkat di Indonesia dan di Afrika, sementara negara penghasil biji kakao kering lainnya di Asia dan Amerika mengalami penurunan produksi yang cukup berarti.
Satu-satunya ancaman terhadap produksi kakao Indonesia saat ini adalah serangan hama Penggerek Buah Kakao (PBK) yang semakin meluas. Hama ini dapat menyebabkan kehilangan produksi sampai 80%. Luas serangannya pada tahun 1996/1997 telah mencapai sekitar 36.000 ha menyebar di 12 propinsi, sebelumnya pada tahun 1991/1992, serangan hanya tercatat di 2 propinsi dengan luas serangan kurang dari 10.000 ha.
Berdasarkan perkiraan produksi dan pengolahan biji kakao kering dunia pada tahun 2000/2001, diperkirakan akan terjadi permintaan biji kakao kering yang melebihi suplai. Hal ini disebabkan karena pertambahan produksi biji kakao kering dunia pada tahun 2000/2001 hanya akan meningkat sebanyak 154.400 ton dari tahun 1995/1996, sementara permintaan biji kakao kering untuk industri pengolahan akan meningkat sebanyak 585.900 ton. Keadaan ini akan menyebabkan berkurangnya stok biji kakao kering dunia dari 1.375.000 ton di tahun 1995/1996 menjadi 604.000 ton pada tahun 2000/2001 dan diperkirakan akan menyebabkan terjadinya peningkatan harga biji kakao kering
Harga mentega dan bubuk kakao dapat diperkirakan dari harga rata-rata biji kakao kering, pada tahun 1995/1996, harga mentega dan bubuk kakao kering masing- masing adalah 2,74 dan 0,55 kali harga biji kakao kering, sementara harga mentega dan bubuk kakao kering Indonesia rata-rata baru mencapai 2-2,5 dan 0,18 0,8 kali harga rata-rata biji kakao kering. Rendahnya harga ini antara lain karena teknologi pengolahan yang digunakan masih perlu ditingkatkan dan mutu biji kakao kering yang digunakan masih rendah.
Pengolahan biji kakao kering memberikan nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menjual biji kakao kering. Nilai tambah pengolahan biji kakao kering berdasarkan data perusahaan, mencapai sekitar 13%, sedangkan jika menggunakan data Departemen Perindustrian dapat mencapai sekitar 19%. Nilai tambah mengumpulkan dan menjual biji kakao kering hanyalah sekitar 8,7% untuk pedagang pengumpul dan sekitar 7,8% untuk eksportir. Meskipun demikian, tampaknya minat pengusaha Indonesia untuk mengembangkan industri grinding masih kurang Dari 12 izin investasi yang telah dikeluarkan BKPM sejak tahun 1991 sampai 1995, sampai saat ini belum ada satupun yang direalisasikan. Hambatan utama tampaknya adalah keterbatasan modal, teknologi, SDM terdidik, informasi peluang pasar, penyediaan lokasi dan jaminan penyediaan bahan baku berupa biji kakao kering yang berrnutu baik
Berdasarkan perkiraan pertambahan impor mentega, bubuk dan pasta kakao per negara utama pengimpor pada tahun 2000/2001 dibandingkan tahun 1995/1996, diperkirakan akan terdapat peningkatan impor mentega, bubuk dan pasta kakao yang cukup besar didunia, masing-masing mencapai 146.530 ton, 215.300 ton dan 159.270 ton.
Dengan menggunakan data peningkatan impor dan asal impor mentega, bubuk dan pasta kakao per region, diperkirakan peluang pasar utama untuk produk mentega kakao Indonesia pada tahun 2000/2001 adalah region Asia, Amerika dan Eropa, untuk bubuk kakao adalah region Asia dan Amerika, sedangkan untuk pasta kakao adalah region Asia, Eropa Timur dan Eropa Barat. Peluang pasar diatas akan menjadi semakin besar bila industri pengolahan biji kakao kering di Indonesia menggunakan teknologi pengolahan dan bahan baku biji kakao kering yang bermutu baik.
Strategi pemasaran yang dapat digunakan untuk produk olahan kakao Indonesia, adalah dengan menjadikan region yang memiliki peluang pasar utama untuk produk mentega, bubuk dan pasta kakao sebagai dasar untuk segmentasi pasar. Target pasar sasaran ditentukan berdasarkan negara sasaran, dan jenis serta mutu produk yang akan dipasarkan oleh masing-masing perusahaan, sedangkan posisi produk ditetapkan berdasarkan mutu dan jaminan pasokan.
Untuk mendukung upaya pemasaran dan pengembangan industri grinding di Indonesia, perlu dibentuk Asosiasi Industri Pengolahan Kakao Indonesia. Asosiasi ini dapat membentuk sistem distribusi dan promosi bersama yang dapat dimanfaatkan oleh anggotanya, selain itu Asosiasi akan dapat memberikan informasi tentang perkembangan pasar produk olahan kakao kepada anggotanya serta membantu kelancaran pasokan bahan baku. Sedangkan untuk perusahaan yang mengadakan kerjasama dengan perusahaan yang sudah maju, penentuan segmen, target pasar serta posisi produk, juga jenis produk, penetapan harga, sistem distribusi dan promosi dapat memanfaatkan milik perusahaan mitranya, atau ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan mitra usahanya. dst....
Collections
- MT - Business [1572]