Analisis Pengadaan Bahan Baku Getah Pinus Pada Pabrik Gondorukem dan Terpentin Cimanggu, Kesatuan Pangkuan Hutan,Banyumas Barat
Abstract
Pengolahan getah pinus menjadi gondorukem dan terpentin selain memberikan hasil finansial bagi Perum Perhutani dan masyarakat desa sekitar hutan maupun pabrik, juga seringkali menghadapi permasalahan dalam mengendalikan biaya yang dikeluarkan perusahaan. Salah satunya adalah biaya produksi. Pembentuk biaya produksi yang berpengaruh secara mendasar adalah biaya pengadaan bahan baku.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan realisasi produksi getah pinus, mengetahui kendala- kendala yang berpengaruh terhadap pengadaan bahan baku getah pinus dan mengatur jumlah pasokan getah pinus yang optimal, sehingga dapat meminimalkan biaya pengadaan bahan baku, dalam hal ini biaya angkut getah pinus sebagai pendukung Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT) Cimanggu.
Didalam usaha pengaturan jumlah pasokan bahan baku dan penekanan biaya pengadaan bahan baku getah pinus PGT Cimanggu digunakan algoritma transportasi yang merupakan salah satu model program linier. Perhitungan program linier tersebut didasarkan pada realisasi produksi getah pinus tahun 1996 sampai dengan bulan Nopember, biaya angkut (berdasarkan jarak dan tarip rata-rata dari Tempat Pengumpulan Getah/TPG untuk setiap Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan/BKPH pemasok ke Pabrik Gondorukem dan terpentin/PGT Cimanggu yang ditetapkan oleh Kesatuan Pemangkuan Hutan/KPH Banyumas Barat) dan kapasitas pabrik didasarkan pada jumlah bahan baku yang diproduksi pabrik serta untuk pabrik PGT lainnya (PGT Bina Lestari, PGT Kongsi Tiga, PGT Gondomegar, PGT Ima Rimbu dan PGT Winduaji) sesuai dengan jumlah bahan baku yang dipasok.
Realisasi produksi getah pinus yang dihasilkan oleh tujuh BKPH pemasok masing-masing BKPH Wanareja, BKPH Majenang, BKPH Lumbir, BKPH Sidareja, BKPH Bokol, BKPH Rawa Timur dan BΒΚΡΗ Kawunganten pada tahun 1994 sebesar 10.803,855 ton, pada tahun 1995 sebesar 11.678,068 ton dan pada tahun produksi bahan baku 1996 sampai dengan bulan Nopember sebesar 14.391,718 ton.
Realisasi produksi tahun 1996 tersebut telah melampuhi target tahun 1996 sebesar 13.813,952 ton/th atau mencapai 104,18% dan juga melebihi kapasitas PGT Cimanggu yang besarnya 12.000 ton/tahun. Realisasi ini masih dapat ditingkatkan lagi pada periode-periode mendatang mengingat potensi yang dimiliki KPH Banyumas Barat yang masih mempunyai tegakan pohon pinus belum disadap 3.334,25 hektar, sedangkan yang akan masak tebang dan yang telah masak tebang hanya seluas 1.828,25 hektar. Produksi getah tahun 1996 tersebut di olah di PGT Cimanggu sebesar 13.755,718 ton getah pinus dan kelebihan produksi getah sebesar 636 ton, dikirimkan ke PGT swasta (Bina Lestari dan PGT Kongsi Tiga yang berlokasi di wilayah Pekalongan Timur, PGT Gondomegar dan PGT Ima Rimbu yang berlokasi di Pekalongan Barat) dan PGT Winduaji milik Perhutani yang berlokasi di wilayah kerja KPH Pekalongan Barat.
Dengan adanya pengaturan alokasi sumber bahan baku getah pinus PGT Cimanggu, biaya angkut tersebut dapat ditekan dari rata-rata sebesar Rp. 18,69/Kg menjadi Rp. 15,64/Kg atau selama bulan Januari sampai dengan Nopember 1996 dapat dihemat Rp.41.954.940. apabila bahan baku tersebut dipasok dari BKPH Majenang sebesar 5.983,117 ton, BKPH Wanareja sebesar 1.715,364 ton, BKPH Sidareja sebesar 1.872,186 ton, BKPH Bokol sebesar 212,199 ton dan sebagian besar dari BKPH Lumbir sebesar 3.972,852 ton. Berdasarkan data realisasi tahun 1996, kemampuan produksi rata-rata tegakan pinus di KPH Banyumas Barat tahun 1996 (sampai dengan bulan Nopember) sebesar 0,86 ton/Ha dengan luas areal penyadapan 16.745,1 Ha. Dengan kinerja tersebut peningkatan produksi melalui peningkatan luas areal sadapan harus disertai dengan tambahan tenaga sadap.
Kemampuan tenaga sadap rata-rata di KPH Banyumas Barat adalah 4,02 Kg/hari/orang, sehingga kebutuhan tenaga sadap yang harus tersedia merupakan hasil pembagian antara areal sadapan dengan kemampuan tenaga sadup.
Penekanan/penurunan biaya angkut dengan pengaturan alokasi sumber bahan baku yang dialihkan untuk meningkatkan upah sadap atau insentif merupakan cara yang bijaksana, terutama pada musim hujan. Hal ini akan merangsang tenaga sadap. dalam peningkatan produktivitas dan kesinambungan kerja sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan Perhutani. Pengaturan alokasi sumber bahan baku ke PGT Cimanggu, juga akan berpengaruh bagi pasokan bahan baku ke pabrik-pabrik penerima lainnya, kemungkinan dalam hal biaya angkut dan hasil pendapatan KPH Banyumas Barat sebagai akibat adanya perubahan alokasi sumber bahan baku sebelumnya. Disamping itu pula sejalan dengan upaya peningkatan produksi bahan baku getah pinus, agar dipertimbangkan pula untuk menambah kapasitas produksi PGT Cimanggu atau membangun pabrik baru dalam rangka lebih meningkatkan pendapatan KPH Banyumas Barat.
Oleh karena itu perlu diperoleh informasi tambahan untuk mengetahui pengaruh diatas secara pasti dengan melalui penelitian lebih lanjut. Salah satu penelitian yang penting dilakukan misalnya dengan menghitung biaya dan manfaat (cost and benefit) antara menambah kapasitas PGT Cimanggu atau membangun pabrik baru.
Collections
- MT - Business [1040]