Dampak Merger terhadap Kinerja Keuangan, Harga Saham, dan Budaya Organisasi : Studi Kasus PT Bank Syariah Indonesia
Date
2024-01-26Author
Martin, Rakha Favian
Ratnawati, Anny
Irawan, Tony
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan penggunaan produk keuangan syariah masih sangat rendah. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk peningkatan marketshare dan aset syariah, salah satunya adalah peningkatan skala bank-bank syariah di Indonesia dengan akuisisi maupun merger. Peristiwa merger bank syariah yang terbesar di Indonesia adalah berdirinya BSI (Bank Syariah Indonesia) BSI yang merupakan penggabungan dari BRI Syariah, BNI syariah dan Mandiri Syariah.
Dampak merger terhadap perusahaan dapat dilihat dari berbagai sisi. Yang pertama adalah harga saham, yang ditandai dengan adanya abnormal return pada sekitar event study. Yang kedua adalah performa keuangan yang ditandai dengan adanya perbaikan rasio keuangan. Serta yang ketiga adalah dengan adanya perubahan budaya yang diterapkan oleh perusahaan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh merger terhadap abnormal return Bank BSI, membandingkan rasio keuangan pada periode sebelum dan sesudah merger, serta menganalisis pengaruh merger terhadap budaya dominan perusahaan berdasarkan framework OCAI.
Penelitian dilakukan di area Jabodetabek. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga saham harian yang diambil melalui website idinvesting dan website resmi BSI, serta data laporan rasio keuangan triwulanan yang diambil dari website OJK. Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kuisioner budaya organisasi yang dilakukan terhadap 30 karyawan BSI cabang area Jabodetabek. Teknik analisis data pengaruh merger terhadap harga saham dan rasio keuangan dilakukan dengan uji beda t-paired test maupun wilcoxon-sign test. Analisis mengenai tipe budaya yang dominan pada PT BSI baik pada periode sebelum dan sesudah merger dilakukan menggunakan framework OCAI.
Secara statistik yang dibuktikan dengan uji beda t-hitung, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rata-rata return abnormal (AAR) serta gabungan rata-rata abnormal (CAAR) selama periode merger. Peristiwa penting selama rangkaian merger BSI tidak berpengaruh terhadap terjadinya perbedaan abnormal return pada harga saham BSI sebelum dan sesudah peristiwa tersebut.
BRI Syariah selaku surviving entity mendapatkan dampak yang paling signifikan dari merger ini, ditandai dengan adanya perbaikan dari semua rasio keuangan yang dinilai. Terdapat perbedaan yang signifikan pada semua rasio keuangan yang dianalisis (KPMM, ROE, BOPO, NI, FDR, dan NPF) antara BRIS dan BSI. Sementara itu terdapat 3 indikator yang berbeda signifikan antara BSI dan BNIS yaitu BOPO, NI, dan FDR. Serta terdapat 3 indikator yang berbeda signifikan antara BSI dengan BSM yaitu KPMM, BOPO, dan NPF.
Terdapat perbedaan tipe budaya yang dominan pada sebelum merger dan sesudah merger jika ditinjau menggunakan framework OCAI. Sebelum merger BSI cenderung menerapkan budaya clan yang berorientasi pada kekeluargaan dan kerjasama tim. Sementara setelah merger budaya BSI beralih menjadi budaya tipe market yang sangat berorientasi pada memenangkan persaingan pasar dan pertumbuhan perusahaan. Perubahan budaya di BSI dari Clan menjadi Market tentu dilakukan untuk mengakomodasi visi utama sesuai dengan yang tertulis di Laporan tahunan BSI yaitu menjadi Top 10 Islamic Bank secara global. Selain itu keberhasilan penerapan strategi market tersebut juga dapat terlihat dari profitabilitas BSI yang meningkat cukup drastis pada 2022 terutama dari sisi segmen retail. Indonesia is a country with the largest Muslim population, but this is inversely proportional to the use of sharia financial products, which is still very low. The government has made various efforts to increase market share and sharia assets, one of which is increasing the scale of sharia banks in Indonesia through acquisitions and mergers. The biggest Islamic bank merger event in Indonesia was the establishment of BSI (Bank Syariah Indonesia) BSI, which is a merger of BRI Syariah, BNI Syariah, and Mandiri Syariah.
The impact of mergers on companies can be seen from various sides. The first is stock prices, which are characterized by abnormal returns around the event study. The second is financial performance, which is characterized by improvements in financial ratios. Furthermore, the third is the cultural change implemented by the company. This research aims to analyze the effect of the merger on Bank BSI's abnormal returns, compare financial ratios in the period before and after the merger, and analyze the effect of the merger on the company's dominant culture based on the OCAI framework.
The research was conducted in Jabodetabek area. Secondary data used in this research is daily stock price data taken via the idinvesting website and the official BSI website, as well as quarterly financial ratio report data taken from the OJK website. The primary data used in this research came from an organizational culture questionnaire conducted on 30 BSI branch employees in the Jabodetabek area. Data analysis techniques on the effect of mergers on stock prices and financial ratios were carried out using the t-paired difference test and the Wilcoxon-sign test. Analysis of the dominant cultural type at PT BSI, both in the pre-merger and post-merger periods, was carried out using the OCAI framework.
Statistically, as proven by the t-count difference test, it can be concluded that there is no difference in the average abnormal return (AAR) and the combined average abnormal return (CAAR) in the merger period. Important events that occurred during the BSI merger series did not affect the difference in abnormal returns in BSI share prices before and after that events.
BRI Syariah as the surviving entity experienced the most significant impact from this merger, marked by improvements in all assessed financial ratios. There are significant differences in all financial ratios analyzed (KPMM, ROE, BOPO, NI, FDR, and NPF) between BRIS and BSI. Meanwhile, three indicators are significantly different between BSI and BNIS, namely the BOPO, NI, and FDR. Also, three indicators are significantly different between BSI and BSM, namely KPMM, BOPO, and NPF.
There are differences in the dominant cultural types before the merger and after the merger when viewed using the OCAI framework. Before the merger, BSI tended to implement a clan culture that was oriented towards family and teamwork. Meanwhile, after the merger, BSI's culture shifted to a market-type culture that was very oriented towards winning market competition and company growth. The cultural change at BSI from Clan to Market was certainly carried out to accommodate the main vision as written in BSI's annual report, namely to become a Top 10 Islamic Bank globally. Apart from that, the success of implementing this market strategy can also be seen in BSI's profitability, which will increase quite drastically in 2022, especially from the retail segment.
Collections
- MT - Business [1040]