Show simple item record

dc.contributor.advisorKhomsan, Ali
dc.contributor.advisorDwiriani, Cesilia Meti
dc.contributor.authorFitri, Ramadhani
dc.date.accessioned2024-01-08T06:23:20Z
dc.date.available2024-01-08T06:23:20Z
dc.date.issued2024-03-08
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/134092
dc.description.abstractStunting masih menjadi masalah kekurangan gizi utama di Indonesia. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menemukan prevalensi balita stunting di Indonesia sebesar 24,4%. Lima provinsi dengan prevalensi yang tergolong tinggi (>30%) yaitu Aceh (33,2%), Nusa Tenggara Barat (31,4%), Nusa Tenggara Timur (37,8%), Sulawesi Tenggara (30,2%), dan Sulawesi Barat (33,8%) (SSGI 2021). Target penurunan stunting menurut RPJMN 2024 adalah 14%. Pertumbuhan anak pesat pada usia di bawah dua tahun (baduta), apabila terjadi kegagalan pertumbuhan pada periode ini masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor determinan stunting pada baduta di lima provinsi dengan prevalensi stunting tinggi di Indonesia. Keseluruhan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder SSGI 2021 dalam bentuk elektronic files. Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Jumlah contoh dalam penelitian adalah 4554 anak berusia 0-23 bulan yang berasal dari lima provinsi dengan prevalensi balita stunting tinggi di Indonesia yaitu Aceh, NTB, NTT, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Barat. Cara pengumpulan data SSGI 2021 adalah wawancara menggunakan kuesioner individu dan rumah tangga, sedangkan data tinggi badan dan berat badan diperoleh dengan pengukuran langsung. Data yang dikumpulkan adalah umur dan jenis kelamin anak, jumlah anggota keluarga, jenis pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua, sumber air minum, kepemilikan jamban, tempat tinja dialirkan, kerawanan pangan (Food Insecurity Experience Scale/FIES), pemberian Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI ekslusif, keragaman konsumsi pangan (Minimum Dietary Diversity/MDD), kejadian penyakit infeksi, dan data anthropometri. Pada penelitian ini analisis bivariat dilakukan dengan uji chi square, sedangkan analisis multivariat dilakukan dengan uji regresi logistik berganda, dengan p value <0,05, confident interval (CI) 95%. Analisis data menggunakan aplikasi WHO Anthro Plus v3.2.2 dan SPSS versi 26.0 for windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor-faktor determinan stunting di Provinsi Aceh adalah underweight (OR=9,884), umur 12-23 bulan (OR=1,967), diagnosa campak (OR=6,960), dan tingkat pendidikan ibu SD (OR=1,749). Faktor determinan stunting di NTB adalah usia anak 12-23 bulan (OR=2,973), sanitasi tidak baik (OR=2,414), dan underweight (OR=6,401). Faktor-faktor determinan stunting di Provinsi NTT adalah jenis kelamin laki-laki (OR=1,590), usia anak 12- 23 bulan (OR=1,9630, sanitasi tidak baik (OR=1,553), dan underweight (OR=11,256). Jenis kelamin laki-laki (OR=1,861), underweight (OR=9,764), usia anak 6-11 bulan (OR=2,266), usia anak 12-23 bulan (OR=3,855), besar keluarga ≥8 orang (OR=1,956), tingkat pendidikan ayah SMP-SMA (OR=3,321), tingkat pendidikan ayah SD (OR=3,427), dan kerawanan pangan berat (OR=2,005) merupakan faktor-faktor determinan stunting di Provinsi Sulawesi Tenggara. Faktor-faktor determinan stunting di Provinsi Sulawesi Barat adalah underweight (OR=12,295), usia anak 12-23 bulan (OR=2,108), besar keluarga ≥8 orang (OR=2,108), kerawanan pangan ringan (OR=1,587), kerawanan pangan berat (OR=1,986). Sementara itu secara keseluruhan faktor-faktor determinan stunting di lima provinsi tersebut adalah underweight (OR=9,367), jenis kelamin laki-laki (OR=1,4), diagnosa campak (OR=2,568), sanitasi tidak baik (OR=1,273), usia anak 6-11 bulan (OR=2,477), usia 12-23 bulan (OR=1,386), besar keluarga 5-7 orang (OR=1,176), besar keluarga ≥8 orang (OR=1,612), dan pekerjaan ayah sebagai petani/buruh/nelayan/sopir (OR=1,278). Temuan faktor-faktor determinan stunting pada baduta secara spesifik di setiap provinsi dengan prevalensi stunting lebih 30% dapat dijadikan sebagai masukan untuk pemerintah dalam menetapkan intervensi spesifik dan sensitif. Aspek sosial ekonomi keluarga merupakan penyebab utama stunting di lima provinsi tersebut. Jumlah anggota keluarga yang besar dan pekerjaan kepala rumah tangga di sektor informal berkaitan dengan kemampuan kepala keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pangan keluarga tidak memadai, sehingga kelompok rentan seperti baduta mengalami kekurangan pangan. Demikian pula kondisi sosial ekonomi juga berkaitan dengan praktik pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) yang tidak sesuai rekomendasi sehingga anak berusia lebih dari enam bulan rentan mengalami kekurangan gizi. Underweight merupakan faktor risiko stunting yang relatif besar di kelima provinsi yaitu 6,4 kali (NTB) sampai 12,29 kali (Sulawesi Barat). Kondisi di atas menunjukkan perlunya perbaikan sosial ekonomi keluarga di lima provinsi tersebut. Perbaikan dapat dilakukan dengan peningkatan pendapatan keluarga melalui program pemberian Kredit Usaha Rakyat (KUR), edukasi gizi dan pendamping kader posyandu dan ibu bayi balita tentang MP-ASI sehat bergizi. Selain itu fasilitas sanitasi tidak baik dan diagnosis campak juga merupakan determinan stunting pada baduta, oleh sebab itu pemerintah perlu mencanangkan program bantuan penyediaan sanitasi layak di lima provinsi tersebut dan mengedukasi pentingnya imunisasi campak pada baduta.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleFaktor-Faktor Determinan Stunting pada Baduta di Lima Provinsi dengan Prevalensi Stunting Tinggi di Indonesiaid
dc.subject.keyworddeterminantid
dc.subject.keywordfactorid
dc.subject.keywordIndonesiaid
dc.subject.keywordstuntingid
dc.subject.keywordunder two years childrenid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record