Pengaruh Program Magang Jepang terhadap Kinerja Petani (Kasus Ikatan Keluarga ALumni Magang Jepang Provinsi Jawa Barat)
Abstract
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas SDM adalah program magang Jepang kerjasama Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian (Pusbanglattan) Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian RI dengan Japan Agricultural Exchange Council (JAEC) Tokyo dalam program pengiriman petani muda dari beberapa daerah di Indonesia ke Jepang untuk magang tani. Program magang Jepang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan mental peserta magang dalam mengelola usaha pertanian yang berorientasi agribisnis, serta meningkatkan kemampuan teknis dan manajerial petani dalam mengelola agribisnis sesuai dengan komoditi yang diusahakan. Selain itu, tujuan JAEC dalam pelaksanaan program magang adalah memberikan kesempatan kepada petani muda di negara Association of South East Asian Nations (ASEAN) untuk i) mempelajari teknik bertani, keterampilan manajemen, dan kegiatan organisasi petani muda, (ii) mempelajari cara hidup masyarakat Jepang dengan tinggal, bekerja dan hidup bersama keluarga petani Jepang, (iii) mengembangkan SDM petani di negara ASEAN, serta meningkatkan persahabatan antara negara ASEAN dan Jepang. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis persepsi petani terkait dengan penyelenggaraan program magang Jepang, 2) Menganalisis pengaruh program magang Jepang terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani alumni magang. Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Barat yang merupakan alumni magang Jepang tahun 2007 sampai dengan 2010 dengan jumlah responden sebanyak 20 orang. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan cara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16. Penelitian ini menggunakan alat analisis uji korelasi Rank Spearman.
Program magang Jepang sudah berjalan sejak tahun 1984 dengan jumlah alumni sampai dengan tahun 2010 sebanyak 1057 orang. Indikator yang menjadi kajian dalam penelitian ini yaitu program magang dan kinerja petani alumni. Variabel program magang terdiri dari sistem, metode, sumber (otousan), fasilitas, kebutuhan, materi, waktu, dan manfaat magang. Sedangkan indikator kinerja terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa penyelenggaraan program magang Jepang sudah berjalan dengan baik dan terencana sesuai dengan tujuan dan sasaran program magang Jepang. Akan tetapi, perlu adanya perbaikan pada beberapa aspek dalam penyelenggaraan program magang Jepang. Petani berpendapat bahwa waktu pelaksanaan program magang Jepang sangat kurang, baik waktu pada saat pelatihan pra magang di Indonesia maupun waktu pada saat magang di Jepang. Kurangnya waktu pelatihan pra magang di Indonesia mengakibatkan persiapan fisik, mental, disiplin, mekanisasi pertanian, dan bahasa Jepang menjadi kurang. Sehingga mengakibatkan peroses belajar mengajar pada saat magang di Jepang menjadi terhambat. Waktu pada saat magang di Jepang juga dirasa kurang cukup hanya satu tahun saja, karena untuk mempelajari sistem agribisnis di Jepang memerlukan waktu yang cukup lama. Program magang Jepang berpengaruh terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani sesudah magang Jepang. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa variabel program magang yang berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani adalah fasilitas, kebutuhan, materi, dan waktu magang. Sedangkan variabel yang berpengaruh terhadap peningkatan sikap petani adalah fasilitas dan materi magang. Salah satu pengetahuan yang dirasakan perubahannya besar setelah kembali ke Indonesia adalah petani dapat memahami sistem agribisnis di negara maju yang selalu melakukan kegiatan usahatani secara mandiri. Variabel yang paling mempengaruhi peningkatan pengetahuan petani adalah waktu magang. Hampir setiap hari peserta magang (kenshuusei) bekerja di lahan bersama otousan, sehingga pengetahuan yang diperoleh langsung dari pengalaman di lapangan. Semakin banyak pengalaman kerja seseorang, maka semakin tinggi pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam bekerja yang pada gilirannya akan mampu meningkatkan produktivitas kerjanya (Mangkuprawira, 2008).
Peningkatan keterampilan petani yang paling signifikan setelah kembali ke Indonesia adalah petani mampu berkomunikasi dan bekerjasama dengan baik. Variabel yang paling mempengaruhi peningkatan keterampilan petani adalah materi magang. Materi magang yang selalu mengikuti perkembangan teknologi membuat petani menjadi lebih terampil. Teknologi yang dimaksud adalah teknologi lunak (intangible) dan teknologi kasar (tangible). Teknologi lunak berupa metode, teknik, dan prosedur kerja, sementara teknologi kasar berupa mesin-mesin pertanian atau alat-alat usahatani. Semakin tinggi kualitas atau efisiensi teknologi yang digunakan, maka akan semakin tinggi pula produktivitas kerjanya (Mangkuprawira, 2008).
Sikap petani sesudah magang Jepang yang paling dominan dirasakan adalah tingkat kepercayaan diri dan meningkatnya kedisiplinan. Tingkat kepercayaan diri dan kedisiplinan yang dimaksud adalah petani lebih percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya, lebih teratur dalam waktu kerja, fokus pada tujuan, mempunyai rencana yang matang setiap akan melakukan kegiatan, selalu melakukan evaluasi setelah beraktivitas, dan lain sebagainya. Perubahan sikap petani sangat dipengaruhi oleh fasilitas magang. Fasilitas magang yang digunakan sudah memenuhi standar internasional, sehingga membuat petani menjadi lebih nyaman dalam bekerja dan lebih percaya diri. Selain itu, petani mampu menemukan metode-metode baru dalam teknik usahatani dan mampu aktif dalam kegiatan kelembagaan pertanian, diantaranya Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), Koperasi Pertanian (Koptan), Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S), dan lain sebagainya.
Collections
- UT - Agribusiness [4766]
