Show simple item record

dc.contributor.advisorSitorus, M.T. Felix
dc.contributor.authorSisbiantoro, Rachmat
dc.date.accessioned2023-10-31T23:45:19Z
dc.date.available2023-10-31T23:45:19Z
dc.date.issued2005
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/129421
dc.description.abstractPengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan, saat ini mendapat perhatian dengan skala prioritas yang tinggi. Ia menjadi bagian dari orientasi kebijakan perencanaan pembangunan nasional, mengingat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki arti strategis dengan potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di dalamnya. Pemerintah melalui Departemen Perikanan dan Kelautan (DPK) selama ini telah melakukan kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) yang berjalan berdasarkan kebijakan KepMen 41 Tahun 2000 Departemen Kelautan dan Perikanan tentan(s Pedoman Umum pengelolaan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Tujuan program pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kebijakan tersebut menghendaki perlu adanya partisipasi masyarakat, karena keikutsertaan masyarakat akan membawa dampak positif, mereka akan memahami berbagai permasalahan yang muncul serta mcmahami keputusan akhir yang akan diambil. Pada pelaksanaan Program PEMP strategi yang digunakan adalah dengan menampilkan tenaga pendampingan sebagai fasilitator dan kelompok sebagai wadah kegiatan. Peran tenaga pendamping sangatlah diperlukan dilihat dari pelaksanaan program. Peran tenaga pendamping menjadi sangat sentral sebagai penentu keberhasilan program, mengingat kondisi sosial-ekonomi mereka yang pada umumnya relatif rendah. Berdasarkan pada uraian di atas tersebut, maka timbul suatu kenginan untuk lebih mengetahui rnakna yang lebih dalam dari peran tenaga pendampingan itu sendiri dengan rnenggali dari sudut pandang yang berbeda. Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui pola pendampingan masyarakat yang digunakan pada pelaksanaan Program PEMP. Kedua, untuk mengetahui pola respon anggota kelompok masyarakat pengguna dampingan terhadap pendampingan tersebut berkenaan dengan upaya menuju kemandirian. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja yaitu di Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli, Kota Kendari, dan Desa Tapunggaya, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara yang mendapat bantuan dari kegiatan Program PEMP. Tineliti dipilih secara sengaja yaitu terdiri atas: (a) tenaga pelaksana pendampingan, dengan pertimbangan merekalah yang melakukan kegiatan pendampingan dan (b) anggota kelompok masyarakat pengguna yaitu KMP Sawerigading di Kelurahan Lapulu dan KMP Mujur Jaya di Desa Tapunggaya. Dua kelompok ini dipilih secara sengaja untuk mengetahui pola respon dampingan nelayan terhadap pola pendampingan dengan dasar keaktifan anggota dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh pendamping. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan strategi studi kasus. Studi kasus yang dipakai adalah studi kasus intrumental. Studi kasus instrumental merupakan tipe studi kasus yang bertujuan untuk memperoleh wawasan atas suatu isu. Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam dengan tineliti terpilih berdasarkan pedoman pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya dan pengamatan langsung dilapangan. Merujuk pada Etzioni, ada tiga bentuk pendekatan yang mungkin dilakukan oleh tenaga pendamping yaitu: (a) pendekatan paksaan; (b) pendekatan remuneratif dan (c) pendekatan normatif. Suatu bentuk pendekatan digolongkan pada pendekatan paksaan yaitu jika pendamping memaksakan program yang dibawanya kepada anggota KMP, sehingga menimbulkan hubungan yang tidak baik seperti halnya hubungan antara orang asing yang bermusuhan (alineatif) atau bersifat memaksakan. Digolongkan pendekatan remuneratif yaitu pendamping · menawarkan program kepada anggota KMP sambil membicarakan untung ruginya. Anggota KMP dapat menimbang-nimbang (kalkulatif) manfaat yang akan didapat, yaitu berupa keuntungan ekonomi yang diperoleh anggota KMP bila mengikuti semua arahan dari pendamping. Pendekatan normatif yaitu jika pihak tenaga pendamping menawarkan program atau kegiatan yang didasarkan pada kesepakatan dari anggota KMP. Kalau mereka mau mengikuti program yang ditawarkan maka akan menjadi warga negara yang baik dan segala perbuatannya merupakan ibadah, partisipasi anggota KMP timbul karena dorongan moral dan apabila anggota KMP tidak berperan serta maka mereka merasa bersalah. Artikulasi partisipasi anggota KMP, jika merujuk pada kerangka pemikiran Etzioni, dapat dibedakan atas tiga pola yaitu pola alineatif, pola kalkulat(f dan pola moral. Altikulasi partisipasi anggota KMP tergolong pada pola alineatif yaitu jika keterlibatannya dalam kegiatan PEMP yang dilakukan oleh tenaga pendamping, baik selama proses pendampingan maupun setelah berakhimya tugas pendampingan bersifat acuh tak acuh, kurang bahkan tidak berperanserta dalam kegiatan PEMP yang dilakukan okh tenaga pendamping. Dalam hal ini individu tersebut bertindak seperti tidak mau menurut apa yang dikatakan oleh tenaga pendamping dalam hal penggunaan dana bantuan dan tidak mau membayar angsuran. Artikulasi partisipasi yang tergolong kalkulatif merujuk pada keterlibatan anggota di dalam kegiatan PEMP yang berorientasi pada azas keuntungan seperti hal cara penggunaan dana bantuan dan pada saat pengembalian dana bantuan tersebut. Keterlibatannya di dalam kegiatan PEMP selalu memperhitungkan untung ruginya, sehingga apabila dia melihat anggota lain tidak mengembalikan atau membayar angsuran maka dia juga tidak mau membayar angsuran tersebut. Para anggota yang artikulasi partisipasi tergolong pada pola moral adalah anggota yang mendasarkan partisipasi pada kesadaran tinggi, timbul komitmen berdasarkan internalisasi norma keterlibatannya, selama dalan1 kegiatan PEMP didasarkan pada kesadaran dan rasa tanggungjawab akan kemajuan dan perkembangan usahanya tanpa ada rasa keterpaksaan dan dipaksa atau ingin mengharapkan/memperoleh keuntungan. Dari hasil penelitian pada anggota KMP Sawerigading, pola artikulasi partisipasi yang terjadi adalah pola perpaduan kalkulatif dan alineatif. Pola partisipasi berpola perpaduan kalkulatif dan alienatif dan lebih cenderung pada pola kalku.latffkarana mereka ingin memperoleh keuntungan dari kagiatan PEMP demi memajukan usahanya. Sikap alineat!f mereka munculkan karena mereka merasa bahwa dana yang diberikan olah pemerintah tidak hams dikembalikan dan adanya hambatan struktural pada tahap pemilihan cal on anggota KMP. Berdasarkan hasil penelitian pada anggota KMP Mujur Jaya, pola artikulasi partisipasi yang te1jadi adalah pola kalkulatif. Awalnya mereka memiliki motif bersifat moral dan kalkulatif dan setelah mereka mendapatkan bantuan motifnya menjadi dominan kalkulatif dimana mereka ingin memperoleh keuntungan dari kagiatan PEMP demi memajukan usahanya. Adapun keterlibatannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pendamping terrnasuk pada pola kalkulatif. Namun dalam penelitian ini sulit di identifikasi anggota yang terrnasuk pada pola moral. Hal ini disebabkan dalam penelitian ini tidak ditemui anggota yang benar-banar didorong oleh rasa moral yang tinggi pasti disertai pula oleh adanya keinginan untuk rnemperolah keuntungan. Sebab sasaran dari kegiatan PEMP ini adalah masyarakat pesisir yang mempunyai keterkaitan dengan sumberdaya laut dan pesisir dan merupakan masyarakat yang kurang mampu dalam menjalankan usahanya.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcMasyarakat pesisirid
dc.subject.ddcEkonomiid
dc.titlePola-pola Pendampingan dan Pola Respon Dampingan dalam Program Pemberdayan Ekonomi Masyarakat Pesisir(PEMP): Studi kasus di Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli, Kota Kendari dan Desa Tapunggaya, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggaraid
dc.typeUndergraduate Thesisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record