Pola-pola Pendampingan dan Pola Respon Dampingan dalam Program Pemberdayan Ekonomi Masyarakat Pesisir(PEMP): Studi kasus di Kelurahan Lapulu, Kecamatan Abeli, Kota Kendari dan Desa Tapunggaya, Kecamatan Lasolo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara
Abstract
Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai bagian integral
dari pembangunan kelautan dan perikanan, saat ini mendapat perhatian dengan
skala prioritas yang tinggi. Ia menjadi bagian dari orientasi kebijakan perencanaan
pembangunan nasional, mengingat wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki
arti strategis dengan potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat
di dalamnya.
Pemerintah melalui Departemen Perikanan dan Kelautan (DPK) selama ini
telah melakukan kebijakan Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)
yang berjalan berdasarkan kebijakan KepMen 41 Tahun 2000 Departemen
Kelautan dan Perikanan tentan(s Pedoman Umum pengelolaan pulau-pulau kecil
yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Tujuan program pemberdayaan
ekonomi masyarakat pesisir adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pesisir melalui pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kebijakan tersebut
menghendaki perlu adanya partisipasi masyarakat, karena keikutsertaan
masyarakat akan membawa dampak positif, mereka akan memahami berbagai
permasalahan yang muncul serta mcmahami keputusan akhir yang akan diambil.
Pada pelaksanaan Program PEMP strategi yang digunakan adalah dengan
menampilkan tenaga pendampingan sebagai fasilitator dan kelompok sebagai
wadah kegiatan. Peran tenaga pendamping sangatlah diperlukan dilihat dari
pelaksanaan program. Peran tenaga pendamping menjadi sangat sentral sebagai
penentu keberhasilan program, mengingat kondisi sosial-ekonomi mereka yang
pada umumnya relatif rendah. Berdasarkan pada uraian di atas tersebut, maka
timbul suatu kenginan untuk lebih mengetahui rnakna yang lebih dalam dari peran
tenaga pendampingan itu sendiri dengan rnenggali dari sudut pandang yang
berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui pola pendampingan masyarakat yang digunakan pada pelaksanaan Program PEMP. Kedua, untuk mengetahui pola respon anggota kelompok masyarakat pengguna dampingan terhadap pendampingan tersebut berkenaan dengan upaya menuju kemandirian.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja yaitu di Kelurahan
Lapulu, Kecamatan Abeli, Kota Kendari, dan Desa Tapunggaya, Kecamatan
Lasolo, Kabupaten Konawe, Propinsi Sulawesi Tenggara yang mendapat bantuan
dari kegiatan Program PEMP. Tineliti dipilih secara sengaja yaitu terdiri atas: (a)
tenaga pelaksana pendampingan, dengan pertimbangan merekalah yang
melakukan kegiatan pendampingan dan (b) anggota kelompok masyarakat
pengguna yaitu KMP Sawerigading di Kelurahan Lapulu dan KMP Mujur Jaya di
Desa Tapunggaya. Dua kelompok ini dipilih secara sengaja untuk mengetahui
pola respon dampingan nelayan terhadap pola pendampingan dengan dasar
keaktifan anggota dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh pendamping.
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan
strategi studi kasus. Studi kasus yang dipakai adalah studi kasus intrumental.
Studi kasus instrumental merupakan tipe studi kasus yang bertujuan untuk
memperoleh wawasan atas suatu isu. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode wawancara mendalam dengan tineliti terpilih berdasarkan pedoman
pertanyaan yang sudah disiapkan sebelumnya dan pengamatan langsung
dilapangan.
Merujuk pada Etzioni, ada tiga bentuk pendekatan yang mungkin
dilakukan oleh tenaga pendamping yaitu: (a) pendekatan paksaan; (b) pendekatan
remuneratif dan (c) pendekatan normatif. Suatu bentuk pendekatan digolongkan
pada pendekatan paksaan yaitu jika pendamping memaksakan program yang
dibawanya kepada anggota KMP, sehingga menimbulkan hubungan yang tidak
baik seperti halnya hubungan antara orang asing yang bermusuhan (alineatif) atau
bersifat memaksakan. Digolongkan pendekatan remuneratif yaitu pendamping ·
menawarkan program kepada anggota KMP sambil membicarakan untung
ruginya. Anggota KMP dapat menimbang-nimbang (kalkulatif) manfaat yang
akan didapat, yaitu berupa keuntungan ekonomi yang diperoleh anggota KMP bila
mengikuti semua arahan dari pendamping. Pendekatan normatif yaitu jika pihak
tenaga pendamping menawarkan program atau kegiatan yang didasarkan pada
kesepakatan dari anggota KMP. Kalau mereka mau mengikuti program yang
ditawarkan maka akan menjadi warga negara yang baik dan segala perbuatannya
merupakan ibadah, partisipasi anggota KMP timbul karena dorongan moral dan
apabila anggota KMP tidak berperan serta maka mereka merasa bersalah.
Artikulasi partisipasi anggota KMP, jika merujuk pada kerangka
pemikiran Etzioni, dapat dibedakan atas tiga pola yaitu pola alineatif, pola
kalkulat(f dan pola moral. Altikulasi partisipasi anggota KMP tergolong pada
pola alineatif yaitu jika keterlibatannya dalam kegiatan PEMP yang dilakukan
oleh tenaga pendamping, baik selama proses pendampingan maupun setelah
berakhimya tugas pendampingan bersifat acuh tak acuh, kurang bahkan tidak
berperanserta dalam kegiatan PEMP yang dilakukan okh tenaga pendamping.
Dalam hal ini individu tersebut bertindak seperti tidak mau menurut apa yang
dikatakan oleh tenaga pendamping dalam hal penggunaan dana bantuan dan tidak
mau membayar angsuran.
Artikulasi partisipasi yang tergolong kalkulatif merujuk pada keterlibatan
anggota di dalam kegiatan PEMP yang berorientasi pada azas keuntungan seperti
hal cara penggunaan dana bantuan dan pada saat pengembalian dana bantuan
tersebut. Keterlibatannya di dalam kegiatan PEMP selalu memperhitungkan
untung ruginya, sehingga apabila dia melihat anggota lain tidak mengembalikan
atau membayar angsuran maka dia juga tidak mau membayar angsuran tersebut.
Para anggota yang artikulasi partisipasi tergolong pada pola moral adalah
anggota yang mendasarkan partisipasi pada kesadaran tinggi, timbul komitmen
berdasarkan internalisasi norma keterlibatannya, selama dalan1 kegiatan PEMP
didasarkan pada kesadaran dan rasa tanggungjawab akan kemajuan dan
perkembangan usahanya tanpa ada rasa keterpaksaan dan dipaksa atau ingin
mengharapkan/memperoleh keuntungan.
Dari hasil penelitian pada anggota KMP Sawerigading, pola artikulasi
partisipasi yang terjadi adalah pola perpaduan kalkulatif dan alineatif. Pola
partisipasi berpola perpaduan kalkulatif dan alienatif dan lebih cenderung pada
pola kalku.latffkarana mereka ingin memperoleh keuntungan dari kagiatan PEMP
demi memajukan usahanya. Sikap alineat!f mereka munculkan karena mereka
merasa bahwa dana yang diberikan olah pemerintah tidak hams dikembalikan dan
adanya hambatan struktural pada tahap pemilihan cal on anggota KMP.
Berdasarkan hasil penelitian pada anggota KMP Mujur Jaya, pola
artikulasi partisipasi yang te1jadi adalah pola kalkulatif. Awalnya mereka
memiliki motif bersifat moral dan kalkulatif dan setelah mereka mendapatkan
bantuan motifnya menjadi dominan kalkulatif dimana mereka ingin memperoleh
keuntungan dari kagiatan PEMP demi memajukan usahanya. Adapun
keterlibatannya dalam kegiatan yang dilakukan oleh tenaga pendamping terrnasuk
pada pola kalkulatif.
Namun dalam penelitian ini sulit di identifikasi anggota yang terrnasuk
pada pola moral. Hal ini disebabkan dalam penelitian ini tidak ditemui anggota
yang benar-banar didorong oleh rasa moral yang tinggi pasti disertai pula oleh
adanya keinginan untuk rnemperolah keuntungan. Sebab sasaran dari kegiatan
PEMP ini adalah masyarakat pesisir yang mempunyai keterkaitan dengan
sumberdaya laut dan pesisir dan merupakan masyarakat yang kurang mampu
dalam menjalankan usahanya.