Pola Kerja Anak Jalanan. Studi Kasus Pengamen Anak-anak Jalanan di Area Tugu Kujang Kota Bogor, Propinsi Jawa Barat
Abstract
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pola kerja bekerja anakanak
jalanan dan karakteristik resiko bekerja yang dialaminya, mengkaji
hubungan orangtua dan anak-anak jalanan yang menentukan pola kerja anakanak
jalanan, mengkaji lingkungan sosial anak-anak jalanan yang menentukan
pola kerja anak jalanan.
Penelitian ini dilaksanakan di area kerja anak jalanan yang bekerja
sebagai pengamen, yaitu di daerah sekitar Tugu Kujang, Kota Bogar, Propinsi
Jawa Barat atau tepatnya di lampu merah simpang tiga Jalan Otto
lskandardinata dan Jalan Raya Pajajaran, selama 3 (tiga) bulan, yaitu pada akhir
bulan Maret 2004 sampai dengan Juli 2004, dengan waktu efektif penelitian
selama 2 (dua) bulan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
strategi studi kasus. Subyek kasus terpilih sebanyak 5 (lima) orang yang
dilakukan secara sengaja kepada anak-anak jalanan. Penentuan subyek
penelitian tidak mengutamakan keterwakilan populasi Uumlah subyek penelitian)
melainkan keterwakilan masalah sampai akhirnya mampu mentipekan anak yang
dibedakan dari pola kerja anak jalanan.
Pola kerja anak-anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen jalanan
dilihat dari: 1) Cara bergabung menjadi pengamen jalanan; 2) · Waktu kerja;
3) Kelembagaan kerja pengamen; 4) Cara Kerja; 5) Alat kerja pengamen;
6) Penghasilan per hari dan 7) Masalah ketidakberdayaan anak selama bekerja.
Pola kerja anak jalanan tersebut dapat menjelaskan kondisi anak-anak jalanan
yang bekerja sebagai pengamen jalanan. Di lokasi penelitian, pola kerja anak
jalanan yang bekerja sebagai pengamen jalanan dapat dilihat dalam 2 (dua) tipe.
Tipe yang pertama adalah pola kerja anak jalanan yang bekerja untuk keluarga
dan yang ke dua adalah pola kerja anak jalanan yang bekerja untuk dirinya
sendiri. Tipologi tersebut mewakili 2 (dua) dimensi masalah yaitu, masalah
ekonomi dan sosial dari anak-anak jalanan.
Anak-anak jalanan yang bekerja untuk keluarga (contoh kasus Li)
memiliki resiko kerja yang lebih kecil dibandingkan dengan anak-anak jalanan
yang bekerja untuk diri mereka sendiri. Anak-anak jalanan yang bekerja untuk
keluarga akan berfikir lagi bila uang yang dikumpulkan dengan jam kerja yang
lebih panjang hanya digunakan untuk minum-minuman keras dan obat-obatan
terlarc1ng. Uang yang terkumpul akan lebih baik digunakan untuk membeli
makanan dan minuman agar mereka dapat bekerja dan memenuhi kebutuhan
lainnya.
Sedangkan anak-anak jalanan yang bekerja untuk dirinya sendiri memiliki
resiko bekerja yang lebih besar. Hal ini disebabkan tidak adanya paksaan
maupun tekanan yang mereka tanggung (contoh kasus Ag, kasus Cu, kasus Eng
dan kasus De). Anak-anak jalanan ini berada di jalanan dan bekerja sebagai
pengamen sebagian besar hanyalah untuk memenuhi kebutuhan pribadi mereka
walaupun terdapat beberapa anak yang memberikan hasil bekerjanya diberikan
kepada anggota keluarga, namun sifatnya membantu bukan memer:,uhi. Adanya
latar belakang itu maka anak-anak jalanan yang bekerja untuk dirinya sendiri
dengan mudah menghat.iiskan uang yang diperoleh dari mengamen untuk hal-hal
yang kurang berguna, seperti membeli minum-minuman keras dan obat-obatan
terlarang, rokok bahkan digunakan untuk berjudi dan menyewa jasa PSK (bagi
pengamen yang usianya diatas 20 tahun).
Anak-anak jalanan yang bekerja untuk keluarga mengalami lemah dalam
hal komunikasi. Dominasi orang tua dalam kehidupan anak menempatkan posisi
anak hanya sebagai pencari nafkah dan pendengar bukan untuk mengadukan isi
hati dan 'bermanja' kepada orang tua. Contoh kasus terdapat pada kasus
keluarga Li (13 tahun), dimana Li bekerja di bawah paksaan dan tekanan dari
ayahnya yang membutuhkan penghasilan mengamennya untuk membayar
cicilan televisi dan biaya sekolah kedua adiknya. Upaya yang dikerahkan Li
adalah dengan bekerja secara profesional, yaitu dengan cara bekerja dengan
jam kerja yang panjang dan mengganti alat kerja yang dapat memberikan banyak
keuntungan atau penghasilan walaupun harus menyewa.
Sedangkan tipe anak-anak jalanan yang bekerja untuk dirinya sendiri
dimana anak turun ke jalan disebabkan karena adanya lemah komunikasi yang
terjalin dengan anggota keluarga terutama orang tua dan adanya perceraian
orang tua anak-anak jalanan. Contoh kasus yang terjadi pada ke empat subyek
kasus, yaitu CL, Ag, Eng dan De. Latar belakang yang terjadi dalam kehidupan
mereka tidak menuntut mereka untuk bekerja secara profesional karena tidak
adanya tekanan maupun paksaan ekonomi seperti yang dia!ami oleh Li,
melainkan hanya untuk pemenuhan kebutuhan dirinya sendiri. Keterwakilan
masalah keluarga subyek kasus, yaitu lemahnya komunikasi dan perceraian
orang tua mengarahkan anak-anak jalanan menjadi anak-anak jalanan yang
bekerja untuk dirinya sendiri.
Lingkungan sosial anak juga turut mempengaruhi perilaku kerja anakanak
jalanan. Lingkungan sosial seperti pedagang makanan dan minuman,
keberadaan PSK, pengedar obat-obatan terlarang, tukang cukur, polantas, dan
pemulung di area kerja anak-anak jalanan membentuk suatu komunitas yang
dikatar.an sebagai komunitas sernu atau cair. Komunitas inilah yang cukup
memberikan pengaruh terhadap perilaku kerja anak-anak jalanan.
Lingkungan sosial anak juga turut mempengaruhi perilaku kerja anakanak
jalanan. Lingkungan sosial seperti pedagang makanan dan minuman,
keberadaan PSK, pengedar obat-obatan terlarang, tukang cukur, polantas, dan
pemulung di area kerja anak-anak jalanan membentuk suatu komunitas yang
dikatakan sebagai komunitas semu atau cair. Komunitas inilah yang cukup
memberikan pengaruh terhadap perilaku kerja anak-anak jalanan.
Lingkungan sosial bekerja yang dipenuhi dengan resiko tidak membuat
anak-anak jalanan menghindari lingkungan tersebut. Anak-anak jalanan merasa
lingkungan sosial bekerja di area Tugu Kujang merupakan lingkungan yang
mendukung, nyaman dan mau menerima keberadaan mereka. Teori
reinforcement menjadi dasar anak-anak jalanan tidak mau mef!inggalkan
lingkungan bekerja yang penuh dengan resiko.
RPA Gessang Ghosyiaary yang berlokasi di Sukamulya, merupakan
tempat yang sering dikunjungi anak-anak jalanan ketika mereka terlaru larut dan
malas untuk pulang ke rumah orang tuanya atau sebagai tempat saling bercerita
antara sesama anak jalanan maupun antara anak jalanan dengan pembina RPA.
Perhatian yang diberikan oleh para pembina RPA seperti pendidikan non formal
dan formal serta diberikannya kesempatan untuk melakukan usaha di bidang
perdagangan memberikan dampak positif terhadap kehidupan anak jalanan,
sehingga mereka dapat menerima kehidupan yang lebih baik. Namun belum
optimalnya pemberdayaan anak-anak jalanan ini membuat peranan RPA seperti
layaknya tern pat penampungan bagi anak-anak jalanan.