dc.description.abstract | Berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999, salah satu penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk memenuhi
kesejahteraan masyarakat yang ditunjang dengan pemerataan/keadilan dan keberlanjutan. Yang satu
Cara mencapainya adalah dengan mengoptimalkan berbagai fungsi hutan, misalnya konservasi,
perlindungan, dan produksi untuk memperoleh manfaat ekologi, sosial, budaya dan perekonomian dengan keseimbangan dan kondisi kekal. Namun kenyataan/fakta menunjukkan hukum kehutanan tidak berjalan dengan baik, pemerintah mendominasi manfaat hutan sementara masyarakat masih kurang merasakan manfaatnya. terkadang, itu tidak setara Situasi ini menjadi pemicu konflik yang melibatkan Perhutani dan masyarakat. Itu Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis sejarah, sumber konflik dan juga aktornya yang terlibat dalam konflik sumber daya hutan di Desa Tanggel, Pengelolaan Hutan
Unit (FMU) di Randublatung, (2) menganalisis Implementasi dan peran/fungsi PHBM sebagai salah satu penyelesaian konflik, (3) menganalisis dan memahami kondisi masyarakat persepsi tentang PHBM dalam sistem hutan negara. Penelitian ini dilakukan di KPH Desa Tanggel Randublatung Kabupaten Blora, datanya diperoleh dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, respondennya adalah anggota LMDH Tanggel Desa. Hipotesis yang diajukan secara umum menunjukkan penerapan Collaborative Hutan Pengelolaan (CMF) menjadi salah satu solusi konflik sumber daya hutan. Itu Hasil penelitian menunjukkan, konflik terjadi/berasal dari situasi ketimpangan negara pada tahun 1998, yang menyebabkan perampokan kayu oleh masyarakat, dari situlah Perhutani menerapkan konsep CMF. Konsep tersebut dimaksudkan sebagai resolusi konflik. Secara teknis pelaksanaan fungsi CMF menunjukkan hasil yang baik, namun secara sosial CMF masih mempunyai banyak permasalahan terutama ketimpangan lahan dan uang dari hasil panen itu dibagikan dalam kelompok. Berdasarkan situasi tersebut, Perhutani harus membenahi sistem PHBM dan Mudah-mudahan masyarakat bisa merasakan tujuannya. | id |