| dc.description.abstract | Masalah pengadaan beras sebagai bahan pangan sumber karbohidrat di
Indonesia hingga saat ini masih belum teratasi sepenuhnya. Salah satu penyebab
keadaan ini adalah karena 95% penduduk Indonesia mengutamakan beras sebagai
makanan pokok. Saat ini konsumsi beras nasional perkapita mencapai 139.15
kg/kapita/tahun, sedangkan idealnya adalah 80-90 kg/kapita/tahun (Firdaus et al.
2008 ). Salah satu solusi terhadap permasalahan pangan saat ini adalah dengan
melakukan diversifikasi pangan pada menu harian. Hal ini dilakukan untuk
menghindari ketergantungan pada satu jenis bahan pangan seperti beras dan
peningkatan mutu gizi konsumsi pangan. Produk pangan yang dapat digunakan
untuk menggantikan beras salah satunya adalah sorgum.
Berdasarkan riset sorgum, produktivitas sorgum cukup tinggi (2.5-6.0 ton/ha)
dan dapat dibudidayakan di segala jenis tanah, termasuk di lahan marginal
(Puslitbang Tanaman Pangan, 1993). Produktivitas sorgum bahkan dapat
mencapai 11 ton/ha jika kelembaban tanah tidak menjadi penghalang (Hoeman,
2007). Nilai gizi sorgum tidak kalah dengan beras. Sorgum mengandung protein
(8-12%) setara dengan terigu atau lebih tinggi dibandingkan dengan beras (6-
10%), dan kandungan lemaknya (2-6%) lebih tinggi dibandingkan dengan beras
(0.5-1.5%).
Penelitian pemanfaatan sorgum di Indonesia menjadi aneka produk makanan
seperti mi, roti, aneka cake dan cookies serta makanan tradisional telah banyak
dilakukan (Mudjisihono dan Damardjati, 1987; Suarni, 2004), namun untuk
produk hasil instanisasi belum banyak dilakukan. pengadopsian teknologi
pemanfaatan sorgum masih terbatas karena citra sorgum sebagai komoditas
inferior dan memiliki rasa yang kurang enak karena kandungan taninnya yang
cukup tinggi (berkisar antara 2.7-10.2% catechin equivalent) (Suprapto dan
Mudjisihono, 1987). Untuk mengubah citra sorgum menjadi komoditas superior
perlu dikembangkan produk pangan bergengsi dan mengikuti tren pasar, yaitu
menjadikannya sebagai produk pangan instan seperti nasi sorgum instan. Pangan
pokok instan yang sudah dikembangkan adalah nasi instan dari beras dan nasi
jagung instan, sedangkan nasi sorgum instan belum diteliti.
Tujuan umum yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk menentukan
metode dan kombinasi perlakuan terbaik yang dapat menghasilkan nasi sorgum
instan yang memiliki kadar tanin rendah (tannic acid equivalent), rendemen
tinggi, dan waktu rehidrasi cepat. Sedangkan Tujuan khusus dari penelitian ini
adalah (1) menentukan metode penyosohan dan waktu penyosohan terbaik yang
dapat menurunkan kandungan tanin biji sorgum sebanyak-banyaknya. (2)
Menentukan metode perendaman terbaik yang dapat menurunkan kandungan
tanin setinggi-tingginya pada sorgum sosoh, dan (3) menentukan metode terbaik
dan efisien dalam pembuatan nasi sorgum instan rendah tanin. Penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat dalam: (1) menciptakan salah satu
alternatif produk pangan instan dengan bahan dasar sorgum, yaitu nasi sorgum
instan rendah tanin yang dapat diterima dan diaplikasikan pada masyarakat. (2)
Meningkatkan nilai tambah sorgum sebagai bahan pangan utama selain beras.
Dan (3) mengembangkan produk olahan pangan berbasis sorgum sosoh kering
dengan kadar tanin rendah dan karakteristik yang dapat diterima oleh masyarakat.
Penelitian pembuatan nasi sorgum instan menggunakan sorgum varietas ZH-
30 dan G1.1. penelitian ini terdiri dari tiga tahap penelitian, yaitu (1) penentuan
waktu penyosohan, (2) Pengembangan metode pembuatan sorgum sosoh rendah
tanin, dan (3) pengembangan metode pembuatan nasi sorgum instan rendah tanin.
Pada penelitian tahap I dilakukan proses penyosohan untuk menentukan waktu
penyosohan yang tepat untuk menghasilkan sorgum sosoh yang baik (rendemen
tinggi, keutuhan sorgum sosoh, dan warna), karakterisasi bahan baku yang akan
digunakan dalam penelitian ini, penentuan kadar air yang tepat saat proses
penyosohan, dan terakhir penentuan pembuatan varietas yang akan digunakan
untuk proses penelitian selanjutnya (pembuatan sorgum sosoh rendah tanin, dan
nasi sorgum instan).
Penelitian tahap III dilakukan dengan tiga metode yang berbeda, yaitu (1)
metode I : sorgum sosohan direndam dalam larutan alkali (Na2CO3) 0.3% selama
24 jam dengan WP1 (3 menit), kemudian sorgum sosoh direndam kembali di
dalam larutan Na-Sitrat 1% atau Na2HPO4 0.2% dengan rasio sorgum sosoh
dengan perendam adalah 1: 3. Perendaman dilakukan selama 2 jam pada tiga suhu
yang berbeda, yaitu 30, 40, dan 50 0C. (2) Metode II : sorgum sosoh langsung
direndam dalam larutan Na-Sitrat 1% atau dalam larutan Na2HPO4 0.2% selama 2
jam dengan rasio dan suhu perendaman yang sama dengan metode I. (3) Metode
III : sorgum sosohan langsung direndam dalam larutan Na-Sitrat 1%, dan dalam
Na2HPO4 0.2% selama 26 jam dengan rasio dan suhu perendaman yang sama.
Setelah proses perendaman dilakukan proses pencucian untuk
membersihkan sorgum dari sisa-sisa bahan perendam, kemudian dilakukan proses
pemasakan. Pemasakan dilakukan dengan ricecooker skala laboratorium (200 g
bahan). Perbandingan air dengan sorgum adalah 3 : 1. Setelah proses pemasakan,
nasi sorgum segera dibekukan dalam keadaan masih panas di dalam freezer secara
cepat selama 24 jam pada suhu -4 0C, kemudian di lakukan proses thawing selama
15-20 menit pada suhu 50 0C. Selanjutnya dilakukan proses pengeringan dengan
menggunakan oven pada suhu 100 0C selama 2 jam hingga bahan menjadi kering
dan berbentuk seperti kristal bening dan keras.
Penelitian tahap I menggunakan sorgum varietas ZH-30 dan G1.1. Pada
penelitian tahap I ini diperoleh bahwa kadar air biji sorgum yang sesuai saat
penyosohan adalah 20 ± 1%. Pada kadar air tersebut diperoleh rendemen tinggi
dan tingkat keutuhan sorgum sosoh lebih tinggi dibandingkan biji sorgum yang
disosoh pada tingkat kadar air 12-18%. Berdasarkan persentase rendemen yang
dihasilkan pada percobaan penentuan waktu penyosohan biji sorgum, maka waktu
penyosohan (WP) yang digunakan dalam proses penyosohan biji sorgum adalah 5
menit sebagai standar untuk waktu penyosohan (WP1), 4 menit untuk WP2 dan 3
menit untuk WP3 pada varietas ZH-30. Sedangkan waktu penyosohan (WP) yang
digunakan pada varietas G1.1 adalah 3 menit untuk WP1, 2,5 menit untuk WP2
dan 2 menit untuk WP3.
Perlakuan penurunan kandungan tanin terbaik dalam pembuatan sorgum
sosoh (penelitian tahap II) adalah penyosohan dengan waktu sosoh 1 (WP1), yaitu
5 menit untuk varietas ZH-30 dan 3 menit untuk varietas G1.1, kemudian
direndam dalam larutan Na2CO3 0.3% selama 24 jam( metode ini dapat
menurunkan kandungan tanin hingga 77.46% (varietas ZH-30) dan 52.28%
(varietas G1.1).
Pada pembuatan nasi sorgum instan (penelitian tahap III), diperoleh hasil
bahwa pembuatan nasi sorgum instan rendah tanin dapat dilakukan bersamaan
dengan proses instanisasi. Ketiga metode pembuatan nasi sorgum instan dapat
menurunkan kandungan tanin pada nasi sorgum instan yang dihasilkan, namun
metode pembuatan nasi instan yang sekaligus dapat menurunkan kandungan tanin
biji sorgum paling efektif dan efisienI adalah Metode II (2 jam perendaman), yaitu
pada perlakuan dengan perendaman dalam larutan Na_Sitrat 1% pada suhu 50 0C.
Perlakuan ini dapat menurunkan kandungan tanin sebesar5 75.42%. Faktor
perlakuan yang paling berpengaruh terhadap pembuatan nasi sorgum instan
rendah tanin adalah suhu, dan suhu optimum yang diperoleh pada penelitian ini
adalah suhu 50 0C. | id |