| dc.description.abstract | Sampai dengan saat ini, Kementerian BUMN telah membentuk beberapa holding BUMN pada beberapa sektor yaitu sektor penyediaan pupuk di bawah PT Pupuk Indonesia Holding Company, sektor penyediaan semen di bawah PT Semen Indonesia, sektor perkebunan di bawah PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), sektor kehutanan di bawah Perum Perhutani, sektor migas di bawah PT Pertamina dan sektor tambang di bawah PT Inalum. Salah satu holding BUMN yang diharapkan mengalami peningkatan kinerja adalah holding BUMN perkebunan di bawah PTPN III. Selama kurun waktu lima tahun pembentukan holding BUMN perkebunan belum dapat memberikan dividen kepada pemegang saham (Pemerintah). Hal ini disebabkan oleh holding BUMN perkebunan belum mencatatkan kinerja yang lebih baik bila dibandingkan dengan kinerja BUMN perkebunan sebelum holding terbentuk. Sampai dengan saat ini masih banyak anak perusahaan BUMN perkebunan yang masih mencatatkan kerugian dan mengalami kesulitan finansial akibat kegiatan operasional yang belum maksimal dan terstandar. Kondisi keuangan delapan anak perusahaan (PTPN I, II, VII, VIII, IX, XII, XIII dan XIV) berada pada fase unsustainable akibat tingginya cost of fund dan penurunan kinerja operasional yang menyebabkan perusahaan kesulitan untuk memenuhi pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga (terutama perbankan). Disamping itu, pertumbuhan hutang yang tinggi akibat kegiatan investasi di masa lalu menyebabkan beberapa perusahaan tidak mendapatkan pendanaan untuk mendukung kegiatan operasional perusahaan. Kondisi seperti ini mengakibatkan holding BUMN perkebunan terus memberikan dukungan pembiayaan dalam bentuk fresh fund injection. Mencontoh kesuksesan holding sektor perkebunan Malaysia Sime Darby Plantation Bhd yang berhasil menciptakan nilai tambah, sinergi antar perusahaan yang baik dan lebih berkembang sehingga dapat menjangkau pasar global dengan peningkatan kinerja perusahaan di sektor yang sama. Pembentukan Holding BUMN Perkebunan melalui PTPN III seharusnya membawa dampak positif bagi stakeholder. Namun demikian, setiap perusahaan memiliki tantangan dalam menjalankan usahanya. Perubahan pola hubungan holding dengan anak perusahaan mengakibatkan sering terjadinya perubahan kebijakan. Oleh karena itu, untuk menilai efektivitas dalam pembentukan holding di sektor perkebunan, perlu untuk dilakukan penelitian mengenai kinerja keuangan holding perkebunan sebelum dan sesudah pembentukan holding perkebunan. Berdasarkan hasil penelitian melalui pendekatan statistik didapat kesimpulan pertama bahwa kinerja keuangan yang mengalami peningkatan dari sebelum dan sesudah pembentukan Holding BUMN Perkebunan adalah ukuran perusahaan (size) dan struktur aset (tangibility). Sedangkan kinerja keuangan yang mengalami penurunan adalah profitabilitas (profitability), pertumbuhan perusahaan (growth), likuiditas (liquidity), dan aktivitas (activity). Kesimpulan kedua yang didapat adalah kinerja keuangan yang berpengaruh signifikan terhadap struktur modal (leverage) adalah profitabilitas (profitability), ukuran perusahaan (size), pertumbuhan perusahaan (growth), aktivitas (activity), rasio hutang periode lalu (lag leverage), serta dummy variable. Selain itu, variabel struktur aset (tangibility) dan rasio hutang periode lalu (lag leverage) memiliki pengaruh positif signifikan terhadap struktur modal (leverage), sedangkan profitabilitas (profitability), ukuran perusahaan (size), pertumbuhan perusahaan (growth), likuiditas (liquidity), aktivitas (activity), dan dummy variable memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap leverage. Kesimpulan ketiga yang didapat melalui hasil matriks IFE maupun EFE, posisi Holding BUMN Perkebunan berada pada kuadaran V, maka strategi yang dapat dilakukan adalah strategi penetrasi pasar atau pengembangan produk. | id |
