Strategi Pengembangan Rantai Dingin Perikanan
Date
2021Author
Arista, Galih Saputra
Indrawan, Raden Dikky
Jahroh, Siti
Metadata
Show full item recordAbstract
Tren produksi dan konsumsi perikanan dalam lima tahun terakhir terus mengalami kenaikan. Kondisi ini perlu didukung dengan peningkatan kualitas pada produk perikanan. Produk perikanan merupakan produk yang bersifat mudah rusak (perishable) yang memiliki angka susut produk yang cukup tinggi sehingga memerlukan sistem khusus untuk menjaga kualitas pada sepanjang rantai pasoknya. Untuk memastikan keamanan dan kualitas produk perikanan, suhu perlu dipantau dan dikendalikan secara hati-hati dan terus-menerus di setiap tahap rantai pasok. Rantai pasokan yang dikendalikan suhunya dikenal sebagai rantai dingin. Namun kondisi rantai dingin perikanan saat ini masih perlu dilakukan pengembangan dalam hal kuantitas dan kualitasnya.
Penelitian terkait rantai dingin perikanan umumnya masih bersifat sebagian dan baru pada tahap identifikasi. Sedangkan pada penelitian ini memiliki lingkup yang lebih luas hingga tahap formulasi dan penentuan prioritas strategi. Tujuan dari penelitian ini untuk (1) menjelaskan gambaran kondisi penerapan rantai dingin perikanan yang berjalan saat ini, (2) mengidentifikasi faktor dan sub faktor kinerja utama rantai dingin perikanan, (3) mengevaluasi kinerja rantai dingin perikanan pada pasar ikan segar dan olahan dan (4) menentukan prioritas strategi yang diperlukan dalam rangka pengembangan rantai dingin perikanan pada pasar ikan segar dan olahan. Metode yang digunakan adalah analisis pemetaan rantai nilai dan pendekatan Delphi-AHP-TOPSIS dalam perumusan strateginya. Pengambilan data dilakukan dari bulan Juli hingga Oktober 2021. Data diperoleh dari hasil observasi, wawancara dan kajian literatur. Untuk wawancara terbagi kepada dua kelompok narasumber yaitu para aktor di sepanjang rantai nilai perikanan dan para pakar yang memiliki kompetensi dalam permasalahan penelitian yaitu praktisi rantai dingin perikanan, akademisi, asosiasi dan regulator.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku yang terlibat di dalam rantai nilai perikanan terdiri dari nelayan, pedagang pengumpul, pedagang pengecer (pasar tradisional), pedagang besar (Traders), pasar modern, HOREKA, eksportir dan konsumen akhir. Pada aktivitas rantai dingin, sebagian besar pelaku menggunakan peralatan yang sederhana seperti kotak berpendingin dan mobil pick up untuk distribusi produk ke pasar tradisional. Untuk aliran produk ke pasar modern, HOREKA dan ekspor sudah menggunakan fasilitas cold storage dan truk berpendingin. Terdapat 7 faktor dan 40 sub faktor yang disepakati sebagai indikator kinerja utama rantai dingin perikanan. Hasil evaluasi kinerja rantai dingin perikanan disimpulkan bahwa faktor yang memiliki bobot terbesar yaitu faktor biaya dan sub faktor biaya operasional. Kemudian dari hasil evaluasi kinerja didapatkan hasil bahwa baik pada pasar ikan segar dan pasar ikan olahan keduanya memiliki biaya operasional yang tinggi. Hasil penyusunan prioritas strategi menunjukkan bahwa membangun kolaborasi/kerjasama diidentifikasi sebagai praktik terbaik yang harus diterapkan oleh para aktor untuk meningkatkan efisiensi biaya operasional sehingga rantai dingin perikanan dapat berkembang. In the last five years, the number of fishery consumption and production in Indonesia continues to increase. This condition needs to be supported by improving the quality of fishery products. Fishery products are perishable products that have a fairly high product loss rate, so they require a special system to maintain quality along the supply chain. To ensure the safety and quality of fishery products, temperatures need to be carefully and continuously monitored and controlled at every stage of the supply chain. A temperature controlled supply chain is known as a cold chain. However, the current condition of the fishery cold chain still needs to be developed in terms of quantity and quality.
Research related to cold chain fisheries is generally still partial and only at the identification stage. Meanwhile, this research has a wider scope because it formulates and determines strategic priorities. The objectives of this study are to describe the current condition of the implementation of fishery cold chain, to identify the key performance factors and sub-factors of fishery cold chain, to evaluate the performance of fishery cold chain on the fresh and processed market and to determine the priority strategies needed for cold chain development on both market. This study employed value chain mapping analysis and the Delphi-AHP-TOPSIS approach in strategy formulation. Data collection was carried out from July until October 2021. Data were obtained from observations, interviews and literature review. The interviews were divided into two groups of samples, namely actors along the fishery value chain and experts who have competence in research issues, namely fisheries cold chain practitioners, academics, associations and regulators.
The results showed that the actors involved in the fishery value chain consisted of fishermen, collectors, small retailers (tradisional markets), wholesalers (traders), modern markets, HORECA, exporters and final consumers. In cold chain activities, most actors used simple equipment such as refrigerated boxes and pickup trucks for product distribution to tradisional markets. While the products which are delivered to the modern market, HORECA and exports have used cold storage facilities and refrigerated trucks. There are 7 factors and 40 sub-factors as the key performance indicators of the fishery cold chain that are agreed among the experts. The evaluation result showed that the factor which had the greatest weight was the cost factor and the operational cost sub-factor. That factor indicated both fresh and processed fish market had high operational costs. Building collaboration/cooperation among the actors was identified as the best practice that must be applied to improve operational cost efficiency in order to develop the fishery cold chain.
Collections
- MT - Business [484]