Delignifikasi Kulit Singkong sebagai Bahan Baku Bioetanol dengan Metode Alkali dan Pemanasan Microwave

Abstract

Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara produsen singkong terbesar dengan jumlah produksi sebesar 20 juta ton per tahun. Sebanyak 15-20% per kilogram singkong merupakan limbah berupa kulit singkong yang mengandung pati dan memungkingkan untuk dikonversi menjadi alternatif energi seperti bioetanol. Proses produksi bioetanol dilakukan melalui tahap pretreatment/delignifikasi, hidrolisis, fermentasi, dan pemurnian. Proses pretreatment dilakukan untuk mendapatkan kandungan selulosa yang akan digunakan dalam proses hidrolisis. Pretreatment dapat dikombinasi seperti penggabungan metode secara fisika (pemanasan microwave) dan kimia (larutan alkali). Penggunaan metode alkali dan pemanasan microwave akan meningkatkan kadar selulosa dan menurunkan kadar lignin yang lebih baik dibandingkan dengan metode yang lain. Larutan alkali yang digunakan yaitu NaOH karena memiliki sifat yang sesuai apabila dikombinasikan dengan pemanasan microwave. Delignifikasi dilakukan dengan memberikan variasi konsentrasi NaOH 0,5 M, 0,75 M, dan 1 M dan variasi lama waktu paparan panas microwave 5, 10, dan 15 menit. Hasil variasi pretreatment diuji secara statistik menggunakan rancangan acak lengkap. Secara statistik, peningkatan konsentrasi larutan NaOH dan lama waktu paparan panas microwave memberikan pengaruh nyata untuk kandungan selulosa dan lignin. Konsentrasi NaOH dan waktu paparan microwave terbaik adalah 1 M dan 15 menit. Perbandingan data sebelum dan setelah pretreatment menunjukkan bahwa metode tersebut memenuhi syarat pretreatment lignoselulosa.

Indonesia is the fourth-largest producer of cassava with a total production of 20 million tonnes per year. Up to 15-20% per kilogram of cassava is waste in the form of cassava peel, which contains starch and allows it to be converted into alternative energy such as bioethanol. The process of bioethanol production is carried out by stages of pretreatment/delignification, hydrolysis, fermentation, and purification. The pretreatment process is carried out to obtain the cellulose content that will be used in the hydrolysis process. Pretreatment can be combined, for example by combining physical (microwave heating) and chemical (alkaline solution) methods. Using alkaline methods and microwave heating will increase cellulose content and reduce lignin content which is better than other methods. The alkaline solution used is NaOH because it has suitable properties when combined with microwave heating. The delignification was carried out by varying the concentration of 0,5 M, 0,75 M and 1 M NaOH and the exposure time to microwave heat was 5, 10 and 15 minutes. The results of the pretreatment variation were tested statistically using a complete block design. Statistically, the increase in the concentration of the NaOH solution and the duration of exposure to microwave heat had a significant effect on the cellulose and lignin content. The best NaOH concentration and microwave exposure time were 1 M and 15 minutes. Comparison of the data before and after pretreatment shows that the method meets the requirements of lignocellulosic pretreatment.