Strategi Pengembangan Pemantauan Kuota Penangkapan Ikan untuk suatu Wilayah Pengelolaan Perikanan di Indonesia
Date
2021Author
Ramdhani, Nida Mardhiyah
Sondita, Muhammad Fedi Alfiadi
Nurani, Tri Wiji
Metadata
Show full item recordAbstract
Wilayah perairan Indonesia dibagi ke dalam 11 wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Pengendalian kegiatan
penangkapan ikan dilakukan dengan menetapkan jumlah tangkapan yang
diperbolehkan (JTB) untuk setiap WPPNRI. Kuota hasil tangkapan tersebut akan
menjadi tidak efektif untuk mengendalikan penangkapan ikan jika tidak disertai
pemantauan produksi ikan yang benar. Berbagai upaya telah dilakukan namun
statistik produksi perikanan masih diragukan, termasuk di Indonesia. Salah satu
penyebabnya adalah ketidak-utuhan data produksi akibat terbatasnya partisipasi
dan dukungan pelaku usaha. Dalam mengatasi masalah ini, Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) dapat mempertimbangkan pengalaman pihak-pihak lain.
Salah satu di antaranya adalah Commission for the Conservation of Southern
Bluefin Tuna (CCSBT) yang telah mengembangkan sistem pemantauan dimana
setiap negara anggota dituntut memantau pemanfaatan kuota yang diterimanya
dengan benar. Pengalaman CCSBT yang perlu dipelajari ini mencakup peristiwa
yang memicu urgensi pemantauan pemanfaatan kuota, proses yang diterapkan
untuk membangun kesamaan pandangan tentang konsep pemantauan yang
dikembangkan, dan praktek pelaksanaan pemantauan. Faktor-faktor penting dari
pengalaman CCSBT tersebut perlu diidentifikasi dan menjadi perhatian dalam
membangun dan menyempurnakan sistem pemantauan kuota penangkapan ikan di
setiap WPPNRI. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi latar
belakang pengembangan dan penerapan sistem pemantauan pemanfaatan kuota
penangkapan SBT oleh CCSBT; (2) mendeskripsikan praktik penerapan sistem
pemantauan pemanfaatan kuota penangkapan SBT di Indonesia; (3)
mengidentifikasi permasalahan dan faktor-faktor penentu keberhasilan dalam
penerapan sistem pemantauan pemanfaatan kuota penangkapan SBT di Indonesia;
dan (4) merumuskan strategi pengembangan sistem pemantauan pemanfaatan kuota
penangkapan ikan di dalam WPPNRI. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni
hingga November 2020 melalui wawancara dan studi pustaka.
Sistem pemantauan yang diadopsi oleh CCSBT ialah catch documentation
scheme (CDS), sebuah sistem pencatatan data SBT yang ditangkap/dipelihara/
diperdagangkan. Proses hingga sistem diterapkan cukup panjang, mulai dari
pembahasan ketidak-lengkapan data yang dibutuhkan untuk mengkaji stok SBT.
Proses tersebut melibatkan para negara anggota, pelaku usaha dan para ahli.
CCSBT termasuk berhasil dalam membangun kapasitas negara anggota untuk
menerapkan CDS dengan supervisi dari CCSBT. Proses ini juga cukup efektif
membangun kepatuhan para pelaku usaha di setiap negara anggota.
Penerapan sistem pencatatan data SBT oleh CCSBT dapat dilihat dari praktik
yang dilakukan Indonesia sebagai anggota penuh CCSBT dengan konsekuensi
berupa kewajiban melaksanakan CDS untuk mendata hasil tangkapan SBT.
Pelaksanaan CDS di Indonesia melibatkan sejumlah stakeholder yang secara umum
dapat dibedakan menjadi unsur pemerintahan pembuat kebijakan (KKP), staf pelabuhan perikanan, petugas validasi CDS, asosiasi usaha perikanan dan
nelayan/pelaku kegiatan penangkapan ikan. Setiap kegiatan yang berhubungan
dengan pelaksanaan CDS, mulai dari kegiatan yang dilakukan nelayan hingga
pembuat kebijakan, wajib dilaporkan ke Sekretariat CCSBT. Proses penerapan
CDS di Indonesia ini menghadapi sejumlah kendala, antara lain (1) data SBT tidak
dicatat secara khusus; (2) pendataan hasil tangkapan SBT terlambat; (3) nelayan
menganggap penerapan fish tag dan formulir CDS rumit; (4) tidak semua SBT yang
tertangkap dapat dilaporkan melalui CDS; (5) pemasangan tag di pelabuhan
(tagging on port) dan keterlambatan pelaporannya; dan (6) perbedaan data SBT di
antara formulir yang diisi dan diunggah melalui aplikasi CDS. Kewajiban untuk
mematuhi setiap ketentuan CCSBT ini mendorong Pemerintah Indonesia untuk
menangani setiap permasalahan dan memperbaiki sistem pendataan hasil tangkapan
SBT agar dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan pengalaman CCSBT mengembangkan CDS dan penerapannya
oleh Pemerintah Indonesia ini, faktor-faktor penentu keberhasilan penerapan sistem
pendataan hasil tangkapan SBT di Indonesia di antaranya adalah (1) adanya
keprihatinan bersama terhadap kondisi sumber daya ikan yang dimanfaatkan
bersama; (2) ketersediaan informasi awal untuk membangun kesadaran para
stakeholder; (3) rancangan sistem pendataan; (4) supervisi pendataan; dan (5)
sanksi dan penghargaan. Faktor pertama dan kedua sangat penting karena tingkat
keprihatinan dan kesadaran inilah yang akan menentukan rendah-tingginya
motivasi dan kesadaran untuk menerapkan sistem pencatatan data hasil tangkapan.
Faktor ketiga dan keempat berperan penting dalam menentukan kelancaran
penerapan dan penyempurnaan sistem pencatatan data. Faktor kelima berperan
penting untuk memelihara motivasi dan partisipasi pihak-pihak yang terlibat di
dalam sistem pendataan.
Selanjutnya, sesuai dengan niat mewujudkan pengelolaan perikanan berbasis
WPP sebagaimana diamanatkan pada RPJMN 2020-2024, Pemerintah Indonesia
(dalam hal ini KKP) mempertimbangkan proses pengembangan sistem pemantauan
CCSBT dengan analogi bahwa CCSBT sebagai sebuah Unit Pengelola Perikanan
(UPP) WPPNRI dan negara-negara yang berafiliasi dengan CCSBT sebagai
provinsi-provinsi di suatu WPPNRI. Strategi yang direkomendasikan untuk
menyempurnakan sistem pemantauan kuota penangkapan ikan di WPPNRI adalah
membangun dan menanggapi keprihatinan dan kesadaran para pelaku yang terlibat
di dalam usaha penangkapan ikan, melakukan beberapa adaptasi dari sistem
pemantauan kuota penangkapan SBT, seperti menyiapkan pedoman untuk
mengembangkan atau menyempurnakan sistem pendataan hasil tangkapan ikan
secara bertahap di setiap WPPNRI; memprioritaskan pendataan untuk jenis atau
kelompok ikan tertentu atau perikanan yang homogen; serta merancang sanksi dan
penghargaan untuk membangun kepatuhan secara sukarela dan efisiensi
pelaksanaan sistem pemantauan. Dari implementasi strategi yang
direkomendasikan ini diharapkan muncul tindakan kolektif pemantauan kuota
penangkapan ikan yang efektif di setiap WPPNRI. Fisheries Management Areas of Indonesia are divided to 11 of Fisheries
Management Areas of Republic of Indonesia (FMA RI). Fishing control is
conducted by determining Total Allowable Catch (TAC) for each Fisheries
Management Area. The fishing quota is not effective to control fishing if there is
no right monitoring. Many efforts has been conducted, however the statistical data
of fisheries production in Indonesia is still questionable. One of the reasons is the
incomplete production data due to the limited participation and support of business
actors. To solve this problem, Ministry of Marine Affairs and Fisheries (MMAF)
should consider experiences of other actors. One of them is the Commission for the
Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) which has developed monitoring
system in which each country is encouraged to monitor correctly quota utilization
which they receive. The CCBST experiences which need to be understood are
occasions that trigger the urgency of quota utilization monitoring, implemented
process to establish common view on the developed monitoring concept, and
monitoring implementation practice. The important factors of CCSBT experiences
need to be identified and become a concern in establishing and accomplishing
fishing quota monitoring system in each FMA-RI. Therefore, this study aimed: (1)
to identify the background of development and implementation of monitoring
system of SBT fishing quota utilization; (2) to describe implementation of
monitoring system of SBT fishing quota utilization in Indonesia; (3) to identify the
problem and success factor in monitoring system implementation of SBT fishing
quota utilization in Indonesia; (4) to formulate development strategy of monitoring
system of SBT fishing quota utilization in FMA-RI. This study was conducted on
June until November 2020 by interview and literature review.
CCBST adopted catch documentation scheme (CDS), a data recording system
of caught/preserved/sold SBT. The CDS implementation was quite long started by
discussion about incomplete data required to assess SBT stock. The process
involved member countries, business actors, and experts. CCBST had been
successful in establishing capacity of member country to implement CDS by
supervision from CCSBT. This process was effective enough to establish the
compliance of business actors in each member country.
The data recording system implementation of SBT by CCSBT had been
implemented in Indonesia as full member of CCSBT using CDS to collect fishing
catch data of SBT. The CDS implementation in Indonesia involved stakeholders
such as Government as policy maker (MMAF), fishing port staff, CDS validation
officer, fisheries business association and fisher. Every process related to CDS
implementation by fisher or policy maker must be reported to CCSBT secretariat.
The CDS implementation of in Indonesia faced some problems, such as: (1) SBT
data was not specifically recorded; (2) data collection of SBT was late; (3) the fisher
assumed that fish tag and CDS form was complicated; (4) not all caught SBT was
reported via CDS; (5) tagging on port and delayed report; (6) the data difference on filled out and uploaded form via CDS. The obligation to comply each provision of
CCSBT encouraged Government of Indonesia to solve problems and fix data
collection system of SBT catch well.
Based on the experiences of CCSBT in developing and implementing CDS
by Government of Indonesia, success factor in data collection system
implementation of SBT in Indonesia were: (1) the concern on fish resources utilized
together; (2) the availability of early information to establish stakeholder
awareness; (3) design of data collection system; (4) data collection supervision; (5)
punishment and reward. The first and second factor was very important because
concern and awareness determined motivation and awareness to implement data
collection system of SBT catch. The third and fourth factor was important in
determining implementation and improvement continuity of data collection system.
The fifth factor was important to establish stakeholder motivation and participation
in data collection system.
In accordance to the intention in actualizing fisheries management based on
Fisheries Management Area (FMA) as mandated on RPJMN 2020-2024,
Government of Indonesia, in this case was MMAF, considered CCSBT monitoring
system development by analogy that CCSBT was as fisheries management unit and
affiliated countries with CCSBT as provinces in FMA-RI. The recommended
strategy to accomplish fishing quota monitoring system in FMA-RI were:
establishing and responding concern and awareness of stakeholder involved in
fishing business, adapting monitoring system of SBT fishing quota, such as
document preparation for developing and completing fish data collection system
gradually in FMA-RI; prioritizing data collection for certain fish group or
homogenous fish group; and adjusting penalty and award to establish the
compliance voluntarily and to actualize the efficiency in monitoring system
implementation. Based on the recommended strategy implementation, the effective
simultaneous action in fishing quota monitoring was expected to be implemented
in each FMA-RI.
Collections
- MT - Fisheries [2970]