Simulasi Sebaran Partikulat dalam Udara Ambien Zona Industri di Kota Cilegon dengan Menggunakan Model Dispersi Gauss dan SCREEN3
View/ Open
Date
2020Author
Meidiasari, Meidiasari
Yuwono, Arief Sabdo
Arif, Chusnul
Metadata
Show full item recordAbstract
Berdasarkan Survei Perusahaan Manufaktur Tahunan (2018), Kota Cilegon memiliki 133 perusahaan industri dan 106 buah diantaranya berada di Kecamatan Ciwandan. Jenis industri di Kecamatan Ciwandan terdiri atas 45 industri besar, 23 industri sedang dan 38 industri kecil. Kecamatan Ciwandan berada di bagian Barat Daya Kota Cilegon dan terletak pada diketinggian 0-237 m diatas permukaan laut. Secara topografi daratan dan kemiringan lahan, Kecamatan Ciwandan merupakan daerah perbukitan sedang dengan kemiringan lahan 7-15% pada wilayah Selatan dan perbukitan terjal dengan kemiringan lahan 15-40% pada wilayah Barat. Kecamatan Ciwandan memiliki iklim tropis dengan temperatur berkisar antara 23,3-33,4oC dan curah hujan rata-rata 150 mm/bulan.
Salah satu dampak negatif akibat aktivitas industri adalah penurunan kualitas udara ambien. Kegiatan industri menghasilkan gas maupun partikulat yang dikeluarkan melalui cerobong ke udara ambien. Partikulat dapat terdispersi ratusan bahkan ribuan kilometer dari sumbernya. Partikulat merupakan salah satu bentuk pencemar yang berbahaya. Banyak bentuk senyawaan kimia di udara terikat dalam partikel. Partikulat dalam udara terutama menyebabkan gangguan pada sistem respirasi. Berdasarkan data sepuluh (10) besar penyakit di Puskesmas Ciwandan selama delapan (8) tahun terakhir (2011 sampai 2018) bahwa jenis penyakit terbanyak diderita masyarakat Kecamatan Ciwandan adalah infeksi saluran napas akut (ISPA). Rata-rata jumlah kejadian sebanyak 7.093 kasus per tahun. Kecamatan Ciwandan memiliki jumlah penderita penyakit ISPA yang tinggi dibandingkan dengan jenis penyakit lainnya.
Tujuan penelitian ini adalah menghasilkan pola sebaran (dispersi) partikulat dalam udara ambien yang berasal dari cerobong-cerobong industri di Kecamatan Ciwandan dan menentukan hubungan antara dispersi partikulat dengan kejadian ISPA pada masyarakat di Kecamatan Ciwandan. Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai Juli 2020. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Provinsi Banten. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop yang dilengkapi dengan aplikasi Microsoft Excel, Surfer dan Google Earth. Data didapat dari berbagai sumber yaitu literatur, data iklim dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Serang 10 tahun terakhir (2009 sampai 2019), laporan monitoring industri yang ada di Kecamatan Ciwandan tahun 2019 dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cilegon, data kualitas udara hasil analisis laboratorium dari PT Unilab Perdana dan data 10 jenis penyakit utama selama 8 tahun terakhir (2011 sampai 2018) dari UPTD Puskesmas Ciwandan, buku, jurnal dan lainnya yang sesuai dengan kebutuhan data penelitian.
Hasil perhitungan konsentrasi partikulat dengan menggunakan model dispersi Gauss dan SCREEN3 yang diperoleh pada jarak 50, 100 dan 150 m menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan. Perbedaan konsentrasi partikulat yang cukup signifikan disebabkan penggunaan persamaan dalam perhitungan parameter dispersi (σy dan σz) yang berbeda antara model dispersi Gauss dan SCREEN3. Selain itu, dalam menghitung tinggi kepulan (Δh) pada model dispersi Gauss, penggunaan persamaan didasarkan jarak reseptor dan jarak tercapainya tinggi kepulan maksimum dan penggunaan koefisien pada perhitungan parameter dispersi pada jarak < 1000 m akan berbeda dengan koefisien pada jarak > 1000 m. Berdasarkan perhitungan, rata-rata kasus pada jarak lebih dari 150 m diperoleh nilai X lebih besar dari pada nilai Xf sehingga digunakan jarak pada saat tinggi kepulan maksimum dicapai dalam perhitungan mencari tinggi kepulan. Pada saat penggunaan nilai Xf dalam perhitungan maka hasil perhitungan konsentrasi partikulat dengan menggunakan model dispersi Gauss dan SCREEN3 relatif sama.
Berdasarkan analisis hasil perhitungan dan karakterisktik cerobong (tinggi, laju alir gas keluar dan volume emisi gas buang) diperoleh bahwa cerobong dengan ketinggian < 30 m dan kecepatan gas buang (Vs) < 10 m/dtk, tercapainya ketinggian kepulan maksimum terjadi dekat dengan cerobong. Setelah ketinggian kepulan maksimum tercapai, partikulat mulai turun mendekati permukaan tanah.
Evaluasi simulasi dispersi partikulat dengan menggunakan model dispersi Gauss dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi dengan SCREEN3 sebagai perangkat lunak yang direkomendasikan oleh US EPA dalam proses screening untuk menghitung dampak emisi pada sumber tetap terhadap kualitas udara. Selain itu, evaluasi hasil simulasi dengan menggunakan model dispersi Gauss juga dilakukan terhadap data pada titik pemantauan. Hasil evaluasi model dispersi Gauss dan SCREEN3 menunjukkan model dispersi Gauss sangat akurat. Berdasarkan pehitungan BF, AF dan RMSE memberikan nilai rata-rata 1,09, 1,5 dan 0,1. Sedangkan evaluasi dengan menggunakan data pengukuran menghasilkan eror rata-rata sebesar 63%.
Berdasarkan hasil pemodelan, konsentrasi partikulat yang dilepas ke udara ambien dari cerobong (CR1 – CR18) berkisar antara 0 – 6,6 µg/m3 pada jarak antara 50 – 20000 m. Konsentrasi partikulat tertinggi yang diterima reseptor maupun diatas permukaan tanah adalah 6,6 µg/m3. Berdasarkan PP 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, baku mutu TSP di udara ambien adalah 230 µg/Nm3. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi pastikulat yang diemisikan oleh masing-masing cerobong masih memenuhi baku mutu yang berlaku. Pola dispersi partikulat menunjukkan arah dominan sebaran menuju ke Selatan dan menunjukkan arah dominan sebaran menuju ke Selatan dan Barat Daya pada musim kemarau dan ke arah Timur Laut hingga Barat Daya pada musim hujan. Berdasarkan hasil analisis hasil pemodelan dan kejadian ISPA di Kecamatan Ciwandan dapat dinyatakan bahwa tingginya penyakit ISPA yang diderita oleh masyarakat di Kecamatan Ciwandan tidak diakibatkan oleh partikulat yang diemisikan oleh cerobong industri melainkan ditenggarai oleh kegiatan lain seperti emisi kendaraan, resuspensi debu jalan/tanah dan pembakaran pada kegiatan rumah tangga. Based on the Annual Manufacturing Company Survey (2018), Cilegon City has 133 industrial companies and 106 of them are in Ciwandan District. Types of industry in Ciwandan District consist of 45 large industries, 23 medium industries and 38 small industries. Ciwandan Subdistrict is located in the southwestern part of Cilegon City at an altitude of 0–237 m above sea level. In terms of land topography and land slope, Ciwandan Subdistrict is a moderate hilly area with a land slope of 7-15% in the South area and steep hills with 15-40% slope of land in the West. Ciwandan sub-district has a tropical climate with temperatures ranging between 23.3-33.4oC and an average rainfall of 150 mm / month.
One of the negative impacts due to industrial activities is a decrease in ambient air quality. Industrial activities produce gases and particulates that are released through the flue into the ambient air. Particulates can be dispersed hundreds or even thousands of kilometers from the source. Particulate is a dangerous pollutant. Many of the chemical compounds in the air are bonded to particles. The particulates in the air mainly cause disturbances in the respiratory system. Based on data from ten (10) major diseases in Ciwandan Community Health Center for the last eight (8) years (2011 to 2018), the most common type of disease suffered by people in Ciwandan District is acute respiratory infections (ISPA). The average number of incidents was 7,093 cases per year. Ciwandan Subdistrict has a high number of ISPA sufferers compared to other types of diseases.
The purpose of this study was to produce particulate dispersion patterns in ambient air originating from industrial chimneys in Ciwandan District and determine the relationship between particulate dispersion and the incidence of ARI in the community in Ciwandan District. The study was conducted from January to July 2020. The research location was in Ciwandan District, Cilegon City, Banten Province. The equipment used in this research is a laptop equipped with Microsoft Excel, Surfer and Google Earth applications. Data obtained from various sources, namely literature, climate data from the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) Serang Station for the last 10 years (2009 to 2019), industrial monitoring reports in Ciwandan District in 2019 from the Environment Agency (DLH) of Cilegon City. air quality data from laboratory analysis results from PT Unilab Perdana and data on 10 major diseases for the last 8 years (2011 to 2018) from the UPTD Puskesmas Ciwandan, books, journals and others according to the needs of research data.
The results of the calculation of particulate concentrations using the Gauss and SCREEN3 dispersion models obtained at distances of 50, 100 and 150 m showed significant differences in results. The significant difference in particulate concentration is due to the use of the equation in calculating the dispersion parameters (σy and σz) which are different between the Gauss and SCREEN3 dispersion models. In addition, in calculating the puff height (Δh) in the Gauss dispersion model, the use of equations based on the distance of the receptor and the distance to reach the maximum puff height and the use of coefficients in the calculation of the dispersion parameter at a distance of <1000 m will differ from the coefficient at a distance of > 1000 m. Based on the calculation, the average case at a distance of more than 150 m, the X value is greater than the Xf value, so that the distance when the maximum puff height is reached in the calculation of finding the puff height is used. When using the Xf value in the calculation, the results of calculating the particulate concentration using the Gauss dispersion model and SCREEN3 are relatively the same. Based on the analysis of the calculation results and chimney characteristics (height, exhaust gas flow rate and exhaust gas emission volume), it is found that a chimney with a height of <30 m and a exit gas velocity (Vs) <10 m/s, reaching the maximum puff height occurs close to the chimney. Once the maximum plume height is reached, the particulates begin to descend toward the ground.
The evaluation of particulate dispersion simulations using the Gauss dispersion model was carried out by comparing the simulation results with SCREEN3 as the software recommended by the US EPA in the screening process to calculate the impact of emissions at fixed sources on air quality. In addition, the evaluation of simulation results using the Gaussian dispersion model is also carried out on the data at the monitoring point. The evaluation results of the Gauss dispersion model and SCREEN3 show that the Gauss dispersion model is very accurate. Based on the calculation of BF, AF and RMSE gave an average value of 1.09, 1.5 and 0.1. Meanwhile, evaluation using measurement data resulted an average error of 63%.
Based on the modeling results, the concentration of particulates released into the ambient air from the chimney (CR1 - CR18) ranges from 0 - 6.6 µg/m3 at a distance of 50 - 20 000 m. The highest concentration of particulates received by the receptors and above the soil surface was 6.6 µg/m3. Based on Government Regulation 41 of 1999 concerning Air Pollution Control, the TSP quality standard in ambient air is 230 µg/Nm3. This indicates that the exact particulate concentration emitted by each chimney still meets the applicable quality standards. The particulate dispersion pattern shows the dominant distribution direction to the South and shows the dominant distribution direction to the South and Southwest in the dry season and to the Northeast to the Southwest in the rainy season. Based on the results of the analysis of modeling results and the incidence of ARI in Ciwandan District, it can be stated that the high rates of ARI suffered by the people in Ciwandan District are not caused by particulates emitted by industrial chimneys but rather by other activities such as vehicle emissions, road / soil dust resuspension and burning in household activities.
Collections
- MT - Agriculture Technology [2277]