Show simple item record

dc.contributor.advisorDamanhuri, Didin S
dc.contributor.authorArdiansyah, Nova
dc.date.accessioned2020-02-26T03:16:56Z
dc.date.available2020-02-26T03:16:56Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102471
dc.description.abstractMasalah ketimpangan di Indonesia khususnya di DKI Jakarta merupakan isu utama yang sering diangkat oleh berbagai kalangan masyarakat. Masalah ketimpangan hingga saat ini masih menyelimuti sebagian besar masyarakat Indonesia. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah saat ini belum menunjukkan keberpihakan sepenuhnya kepada masyarakat miskin, terlebih sejak dibukanya kran liberalisasi perdagangan yang semakin menekan ekonomi dalam negeri. Ditambah dengan ketidakpastian dan keadilan hukum yang lemah, korupsi yang mengakar di tubuh birokrasi, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Hal tersebut semakin mempersulit upaya untuk menekan angka ketimpangan yang ada. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kondisi ketimpangan yang terjadi di wilayah DKI Jakarta berdasarkan pendekatan indeks Williamson (ketimpangan regional) dan rasio Gini (ketimpangan pendapatan), (2) mengidentifikasi penyebab ketimpangan ekonomi DKI Jakarta, (3) menganalisis fenomena dan dampak kompradorisasi terhadap perekonomian DKI Jakarta berdasarkan pendekatan ekonomi politik. Hasil dari penelitian rasio Gini dari provinsi DKI Jakarta masuk pada delapan provinsi dengan ketimpangan tertinggi di Indonesia. Nilai rasio gini DKI Jakarta pada tahun 2013-2015 yakni 0,43. Ketimpangan regional DKI Jakarta pada tahun 2001 hingga 2017 berada pada taraf tinggi dengan nilai rata -rata indeks Williamson 0,533. Faktor penyebab ketimpangan antara lain adalah konsentrasi omset, konsentrasi kawasan bisnis, konsentrasi aset, konsentrasi lahan dan kompradorisasi. Selanjutnya fenomena kompradorisasi menunjukkan bahwa elit pengusaha sebagai pengembang properti melakukan aktifitas penguasaan lahan dengan berkolusi dengan oknum pemerintah, calo, dan preman agar dipermudah dalam proses perizinan penguasaan lahan. Untuk itu para pengembang mengeluarkan biaya ilegal yang berkisar 1 persen hingga 17 persen. Akibat adanya penguasaan lahan, rakyat pemilik lahan akan dirugikan karena pengembang membebaskan lahannya dengan harga yang rendah, sebaliknya harga jual properti di kawasan ini sangat mahal sehingga pengembang akan mendapatkan surplus transfer dari proyeknya tersebut sebesar 79 persen dan 66 persen.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcEconomicsid
dc.subject.ddcPolitical Economyid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcJakartaid
dc.titleKetimpangan Ekonomi di Wilayah DKI Jakarta: Perspektif Ekonomi politikid
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordKetimpanganid
dc.subject.keywordKonsentrasi Omsetid
dc.subject.keywordKonsentrasi Omsetid
dc.subject.keywordvKonsentrasi Kawasan bisnisid
dc.subject.keywordKonsentrasi Asetid
dc.subject.keywordKonsentrasi lahan dan Kompradorisasiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record