Landreform Hindarkan Jebakan Pangan
Abstract
Indonesia bisa jatuh pada jebakan pangan, yang berarti sangat tergantung pada impor pangan, sehingga tidak bebas menentukan kebijakan pangan nasional. Untuk itu Indonesia harus segera melakukan landreform dan pemberdayaan, membuat kebijakan untuk melindungi produk dalam negeri, serta mengembangkan teknologi pertanian dan pengolahan pangan. Hal ini mengemuka dalam diskusi panel "Kebijakan Pangan untuk Menangkal Jebakan Pangan" yang diselenggarakan Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi bersama Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor(IPB) berkaitan dengan Hari Pangan Sedunia, Kamis (1/11). Menurut Prof Dr Eriyatno dari Center for System Sciences and Development, Indonesia dengan penduduk lebih 200 juta merupakan pasar konsumen terbesar setelah Cina, India dan AS. Sehingga Indonesia menjadi target utama pemasaran negara maju dan perusahaan multinasional. "Saat ini Indonesia sudah terjebak dalam jerat utang dan tak jelas kapan bisa bebas. Perlu diwaspadai pula kecenderungan untuk masuk dalam jebakan pangan. Data Departemen Perindustrian dan Perdagangan, tepung terigu menempati urutan ke enam dari 10 komoditas impor terbesar. Data Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), tahun lalu impor enam komoditas pangan mencapai Rp 11,8trilyun," paparnya. "Masyarakat luas makin terbiasa dengan mi dan bakso yang berbahan baku gandum, tahu dan tempe dari kedelai impor Belum lagi golongan menengah atas dengan produk susu, daging, gula, beras, jagung, dan buah impor,"tambah Eriyatno.