dc.description.abstract | Bunga kelelawar hitam (Tacca chantrieri) merupakan tumbuhan lokal
wilayah tropis dan sub tropis Asia Tenggara yang memiliki rangkaian bunga yang
unik, brakteanya berbentuk seperti kelelawar hitam dengan ukuran hingga ±30 cm
dan memiliki kumis yang dapat tumbuh hingga ±71 cm. Penelitian tentang
budidaya dan perbanyakan T. chantrieri belum banyak dilakukan, termasuk di
Indonesia, karena belum banyak dikenal oleh masyarakat. Tahun 2014 - 2017
penelitian awal tentang T. chantrieri sudah dilakukan di Laboratorium Kultur
Jaringan II, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, mengenai
perkecambahan, morfologi, proliferasi dan embriogenesis T. chantrieri. Penelitian
ini bertujuan mempelajari metode produksi bibit secara cepat melalui teknik
embriogenesis sel somatik dengan sumber eksplan basal plate, tangkai daun, dan
daun dalam kultur jaringan pada T. chantrieri aksesi Australia. Penelitian ini
terdiri atas 3 percobaan terpisah, dengan menggunakan jenis eksplan yang
berbeda pada perlakuan media yang sama. Sumber eksplan adalah planlet in vitro
T.chantrieri yang telah dikulturkan pada media MS13K selama 12 MSK (Minggu
Setelah Kultur). Tiga jenis eksplan diujikan, basal plate (Percobaan I), tangkai
daun (Percobaan II), dan daun (Percobaan III). Penelitian dilakukan dengan
menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktorial, terdiri
dari 2 faktor, yaitu faktor pertama adalah auksin yang terdiri atas 3 taraf IAA (0.0;
0.5; 1.0 mg L-1) dan 2 taraf IBA (0.5; 1.0 mg L-1). Faktor kedua adalah BA (0,0;
1.0; 2.0; 3.0 mg L-1). Percobaan dengan eksplan basal plate, perlakuan IBA
1.0 mg L-1 + BA 2.0 mg L-1 menghasilkan eksplan dengan embrio somatik per
eksplan tertinggi (3.8) dalam 12 minggu. Perlakuan IAA 0.5 dan 1.0 mg L-1
berpengaruh nyata terhadap pembentukan tunas, namun tidak berbeda nyata
dengan perlakuan yang lain. Perlakuan BA 2.0 mg L-1 menghasilkan eksplan
dengan tunas tertinggi yaitu 2.3 tunas per eksplan. Sementara perlakuan tanpa
sitokinin BA berpengaruh sangat nyata terhadap pembentukan daun (2.4) per
eksplan dan planlet (1.0) per eksplan dalam 12 minggu. Eksplan tangkai daun,
perlakuan BA 2.0 mg L-1 berbeda nyata dalam menginduksi kalus dibandingkan
dengan konsentrasi BA lain dalam 12 minggu. Perlakuan IAA 1.0 mg L-1 +
BA 3.0 mg L-1 menghasilkan eksplan dengan tunas tertinggi (0.9) per eksplan
dibandingkan perlakuan lain. Sementara perlakuan tanpa sitokinin BA
berpengaruh sangat nyata terhadap pembentukan daun (0.3) per eksplan dan
planlet (0.1) per eksplan dalam 12 minggu. Eksplan daun tidak memberikan
respon yang nyata terhadap seluruh kombinasi perlakuan. | id |