Analisis Status Keberlanjutan Pengusahaan Garam di Pulau Madura
View/ Open
Date
2019Author
Astutik, Maghfiroh Andriani
Nurmalina, Rita
Burhanuddin
Metadata
Show full item recordAbstract
Pulau Madura merupakan salah satu wilayah sentra garam nasional. Proses
pengusahaan garam di Pulau Madura sudah dilakukan sejak dahulu secara turun
temurun oleh masyarakat setempat dengan sistem pengolahan garam yang masih
terbilang tradisional. Pengusahaan garam yang tradisional ini menghasilkan
kualitas garam yang memiliki kadar NaCl rendah sehingga sangat sulit untuk bisa
diserap oleh pasar khususnya industri-industri yang banyak membutuhkan garam
sebagai bahan baku olahannya. Selain itu penurunan kualitas dan kuantitas sumber
daya alam yang menjadi penunjang keberlanjutan pengusahaan garam, seperti luas
lahan garam yang terus mengalami penyusutan. Menyusutnya lahan garam
sebagai akibat dari peralihan fungsi lahan menjadi industri dan perumahan yang
berdampak pada aspek lingkungan yang memperhatinkan. Banyak lahan garam
milik petani garam dialih fungsikan dan tergilas oleh kepentingan usaha lain yang
dinilai mampu meningkat aspek ekonomis dari keberadaan lahan tersebut.
Manakala modal sewa lahan tinggi dan harga garam kurang menjanjikan,
mayoritas pemilik lahan garam kurang bergairah untuk mengelola lahan, sehingga
sebagian lahan garam dialihkan menjadi kawasan usaha yang memiliki nilai
ekonomis yang lebih tinggi, semisal gudang, pertokoan, perumahan dan lain
sebagainya, karena usaha pegaraman tidak lagi memberikan pendapatan yang
layak. Selain itu, keengganan petani garam untuk melakukan usaha garam dan
memperbaiki kualitas garam yang di produksinya adalah harga garam di pasar
yang tidak stabil ditambah lagi adanya permainan harga yang dilakukan oleh
pedagang pengumpul ataupun pabrik garam yang justru merugikan petani garam.
Jika hal itu terjadi dan apabila berlanjut akan merugikan petani garam lokal,
Sehingga dihawatikan pengusahaan garam di Pulau Madura tidak berlanjut,
dikarenakan tidak ada lagi petani garam yang melakukan usaha garam dan
berpindah pada pekerjaan lain yang lebih mneguntungkan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini, dibutuhkan kajian untuk mengetahui
keberlanjutan pengusahaan garam di Pulau Madura dengan melihat lima dimensi
yaitu ekologi, ekonomi, sosial budaya, teknologi, dan kelembagaan agar tercapai
pengusahaan garam yang berkelanjutan. Secara umum penelitian ini bertujuan
untuk menilai keberlanjutan pengusahaan garam di tiga wilayah di Pulau Madura
yang meliputi Kabupaten Sumenep, Pamekasan, dan Sampang. Secara spesifik
penelitian ini bertujuan untuk (1) menilai indeks dan status keberlanjutan
pengusahaan garam di Pulau Madura dan di tiga wilayah Pulau Madura, (2)
menilai indeks keberlanjutan masing-maisng dimensi (ekologi, ekonomi, sosial
budaya, teknologi, dan kelembagaan) (3) menentukan faktor paling dominan
dalam pengusahaan garam di Pulau Madura.
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Madura yang dipilih secara purposive
sampling. Titik penelitian tersebar di tiga wilayah yang ada di Pulau Madura yaitu
Kabupaten Sumenp, Pamekasan, dan Sampang. Pengumpulan data menggunakan
data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuisioner terhadap responden
(70 petani garam) dan melalui focus group discussion (FGD) dengan informan
kunci atau stakeholdres, yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai
aspek ekologi, kelembagaan dan teknologi yang mendukung keberlanjutan
pengusahaan garam. serta pengamatan di lokasi penelitian. Data sekunder berasal
dari literatur, dokumen dari berbagai sumber lembaga terkait yang ada di tiga
wilayah peneltian. Data diolah dengan menggunakan teknik ordinasi Rap-Salt
melalui metode mutidimensional scaling (MDS) yang disebut pendekatan dari
metode Rap-Salt (The Rapid Appraisal of the Status of Salt). Penentuan atribut
pada setiap dimensi keberlanjutan dalam penelitian ini ada 31 atribut yang
mencakup 5 dimensi yaitu 6 atribut pada dimensi ekologi, 6 atribut pada dimensi
ekonomi, 6 atribut dimensi sosial budaya, 6 atribut dimensi teknologi, dan 7
atribut apada dimensi kelembagaan. Analisis ordinasi dengan MDS untuk
menentukan posisi status keberlanjutan pada setiap dimensi dalam skala indeks
keberlanjutan. Melakukan analisis laverage untuk menentukan peubah kunci yang
memengaruhi keberlanjutan, dan Analisis Monte Carlo untuk menghitung dimensi
ketidakpastian pada selang kepercayaan 95 persen.
Hasil analisis Rap-Salt menghasilkan nilai indeks keberlanjutan
pengusahaan garam secara multidimensi di Pulau Madura cukup berkelanjutan
(60.87%) dan di tiga wilayah (Sumenep, Pamekasan, dan Sampang) cukup
keberlanjutan (52.23-.53.31%). Jika dilihat pada masing-masing dimensi, dimensi
kelembagaan pada keberlanjutan pengusahaan garam di Pulau Madura memiliki
nilai indeks paling rendah dibandingkan lima dimensi lainnya dengan status
kurang berkelanjutan, sedangkan untuk tiga wilayahnya memiliki status
keberlanjutan bervariasi tiap dimensinya.
Hasil analisis sensitivitas (laverage) terhadap 5 dimensi dengan 31 atribut,
menghasilkan 16 Atribut yang dominan memengaruhi keberlanjutan pengusahaan
garam, yaitu dari dimensi ekologi ada lama musim (11.75 %), salinitas air laut
bahan baku garam (6.94 %), dan viskositas air laut bahan baku garam (6.7 %),
Pada dimensi ekonomi yaitu penyerapan tenaga kerja garam (15.42 %),
penyerapan pasar garam garam (13.8 %), dan efesiensi ekonomi garam (10.58 %),
pada dimensi sosial budaya yaitu budaya gotong royong garam (12.77 %),
pengetahuan masyarakat terhadap usahatani garam garam (7.27 %), dan usahatani
garam sebagai matapencaharian turun temurun garam (8.75 %), sedangkan pada
dimensi kelembagaan, yaitu ketersediaan PT Garam (8.84 %), koperasi usaha
garam (5.32 %), ketersediaan penyuluh (4.47 %), dan relasi petani dengan pelaku
pemasaran (4.43 %). Sementara atribut yang berperan penting sebagai pengungkit
keberlanjutan garam pada dimensi teknologi adalah teknologi kristalisasi garam
garam (18.75 %), (2) teknologi peralatan panen (9.49 %), dan tingkat adopsi
teknologi modern (9.29 %).
Collections
- MT - Economic and Management [2878]